Puluhan Rekanan di Blitar Berpotensi Rugikan Keuangan Negara

Rabu, 27 November 2019 - 20:23 WIB
Puluhan Rekanan di Blitar Berpotensi Rugikan Keuangan Negara
Puluhan rekanan di Kabupaten Blitar, berpotesi merugikan keuangan negara. Foto/Ilustrasi
A A A
BLITAR - Sedikitnya ada sebanyak 10 rekanan (PT) pengggarap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Blitar, yang diduga berpotensi merugikan keuangan negara.

Beberapa PT di antaranya bahkan terlibat kasus gratifikasi (suap) yang membuat Wali Kota Blitar non aktif Muh. Samanhudi Anwar di OTT (operasi tangkap tangan) KPK.

Menurut Moh Triyanto, aktivis Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK) jejaring ICW, mereka (PT) telah melakukan pengembalian ke negara yang dibuktikan dengan STS (Surat Tanda Setoran).

"Pengembalian berlangsung setahun terakhir ini. PT bermasalah ini ada yang beralamat di Blitar dan luar Blitar," ujar Moh. Triyanto kepada wartawan Rabu (27/11/2019). Nominal pengembalian oleh PT ke negara mencapai ratusan juta.

Misalnya PT EJW telah mengembalikan Rp180 juta karena proyek fisik yang mereka kerjakan tidak sesuai spek. Kemudian PT TKA yang melakukan pengembalian sebesar Rp72 juta lebih.

Praktek manipulasi atau kong kalikong diduga terjadi sejak proses tender lelang, dimana pemenang sudah diketahui meskipun proses masih berjalan.

"Dugaan manipulasi itu diduga dilakukan PT dengan oknum petugas OPD (organisasi perangkat daerah)," katanya. Triyanto menyebut pengadaan alat kesehatan di BLUD RS Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.

Kemudian beberapa pengerjaan proyek fisik (konstruksi). Karena diduga ada potensi kerugian negara maka dilakukan pengembalian ke negara.

Triyanto tidak berharap persoalan ini masuk ke ranah hukum seperti kasus KONI yang telah menyeret 12 anggota DPRD Kabupaten Blitar.

Untuk itu ia meminta legislatif untuk memanggil para pimpinan OPD terkait untuk mempertanggungjawabkan permasalahan yang terjadi.

Sebab dengan adanya pengembalian uang ke negara menunjukkan pengelolaan keuangan di Kabupaten Blitar, belum berjalan sesuai koridor aturan yang benar.

"Sebab jika dibiarkan hal ini akan menjadi persoalan hukum yang tidak tertutup kemungkinan melibatkan banyak pihak," ungkap Triyanto.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.3243 seconds (0.1#10.140)