Pendapat Dua Ahli Hukum Bos Pasar Turi Untungkan Jaksa

Kamis, 28 November 2019 - 21:13 WIB
Pendapat Dua Ahli Hukum Bos Pasar Turi Untungkan Jaksa
Pasangan suami istri Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini saat menjalani persidangan di PN Surabaya. Foto/SINDOnews/Lukman Hakim
A A A
SURABAYA - Dua dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr Arovah Windiani, SH, MH dan Dr Choirul Huda,SH, MH dihadirkan sebagai ahli yang meringankan di sidang pemalsuan keterangan nikah.

Dua dosen tadi dihadirkan oleh pasangan suami istri Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini, terdakwa perkara pemalsuan keterangan pernikahan.

"Sebelum memberikan pendapat, saudara disumpah dulu ya sesuai dengan agama dan kepercayaan saudara," kata Ketua majelis hakim Dwi Purwadi saat membuka persidangan di ruang Garuda 1, Pengadilan (PN) Surabaya, Kamis (28/11/2019).

Selanjutnya, kedua ahli hukum tersebut didengarkan pendapatnya secara bersamaan. Tim penasehat hukum kedua terdakwa yang diketuai Hotma Sitompul mendapat giliran pertama untuk bertanya, kemudian dilanjutkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Ali Prakoso.

Dari pantauan di ruang sidang, sempat terjadi perdebatan antar ahli hukum perdata, Arovah dengan jaksa Ali Prakoso. Perdebatan itu terkait memahaman mengenai tata cara perkawinan adat Tionghoa menurut hukum Indonesia yang menurut pengakuannya telah dilakukan oleh kedua terdakwa. "Tidak tahu," ujar Arovah menjawab pertanyaan jaksa Ali Prakoso.

"Kalo tidak tahu ya saya tidak akan bertanya lebih jauh lagi soal keabsahan perkawinan adat ini," kata jaksa Ali Prakoso.

Tak hanya itu, perdebatan juga terjadi antara Jaksa Ali Prakoso dengan ahli pidana, Choirul Huda saat ditanya terkait pasal 266 KUHP apakah delik aduan atau bukan delik aduan.

"Menurut ahli apakah pasal 266 ini merupakan bukan delik aduan?" tanya Jaksa Ali Prakoso.

"Anda jangan membandingkan pendapat saudara dengan saya, ya memang bukan delik aduan," jawab Choirul Huda.

Kemudian jaksa Ali Prakoso juga bertanya mengenai pendapat Choirul Huda mengenai apa yang dimaksud dengan memberi keterangan dalam pasal 266 KUHP. "Misal ada seseorang yang mengatakan dirinya suami dan istri dalam pembuatan akte otentik apakah itu bisa disebut sebagai sebuah keterangan?" tanya Jaksa Ali Prakoso. "Ya itu adalah sebuah keterangan,” jawab Choirul Huda.

Selanjutnya, Tim Kuasa Hukum Terdakwa kembali menayakan pada Ahli Pidana yang dihadirkannya tentang unsur kerugian dalam Pasal 266 KUHP. “Frasa pada Pasal 266 KUHP adalah dapat menimbulkan kerugian, artinya tidak harus menimbulkan kerugian, itulah delik formil,” kata dia.

Persidangan perkara ini akan dilanjutkan satu minggu lagi dengan agenda ahli meringankan lainnya yang dihadiri oleh kedua terdakwa. "Sidang hari ini dinyatakan selesai dan kembali dilanjutkan hari Kamis, tanggal 5 Desember," kata hakim Dwi Purwadi menutup persidangan.

Usai persidangan, JPU Ali Prakoso menganggap keterangan kedua ahli hukum yang dihadirkan kedua terdakwa justru dianggap menguntungkannya. "Jelas menguntungkan kami sebagai penuntut umum. Seperti keterangan ahli perdata tadi, Dia dihadirkan sebagai ahli perkawinan, tapi ketika kita tanya tentang tata cara perkawinan adat Tionghoa saja dia tidak tau, bagaimana kita bisa yakin kalau perkawinan yang dilakukan kedua terdakwa ini bisa dikatakan sah oleh ahli, sementara dia saja tidak tau perkawinan Tionghoa seperti apa, dia tidak tau," kata Ali Prakoso saat dikonfirmasi usai persidangan.

Sedangkan terkait pendapat ahli pidana, Choirul Huda, masih kata Ali Prakoso, Pihaknya telah menemukan poin dari pendapat ahli pidana yang dinilai sinkron dengan pasal yang didakwakan.

"Tadi dia (Ahli Pidana) menerangkan kalau di Pasal 266 intinya keterangan itu harus substansi dari isi perjanjian. Tapi kalau kami lihat di Pasal 266 sendiri nggak ada itu. Bunyi pasalnya yang menyatakan keterangan dalam suatu akta ini, bahwa keterangan tersebut harus keterangan yang substantif tidak ada. Intinya itu tetap aja keterangan diakta otentik. Di pasalnya sendiri nggak ada menyebut itu," jelas dia.

"Ahli juga menegaskan kalau pasal 266 itu adalah bukan delik aduan, terlebih lagi ditegaskan Pasal ini delik formil, tidak mensyaratkan kerugian nyata, artinya siapa pun yang merasa dapat dirugikan bisa melapor," kata dia.

Untuk diketahui, kronologis perkara ini dimulai dari pembuatan 2 akta yakni perjanjian pengakuan utang sebesar Rp17 milliar dan personal guarantee yang dibuat oleh PT Graha Nandi Sampoerna sebagai pemberi hutang dan bos Pasar Turi, Henry J Gunawan sebagai penerima utang di hadapan notaris Atika Ashiblie SH di Surabaya pada 6 Juli 2010.

Dalam kedua akta tersebut Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini mengaku sebagai pasangan suami istri (Pasutri) dan faktanya, mereka baru resmi menikah secara agama Budha di Vihara Buddhayana Surabaya pada 8 November 2011. Mereka dinikahkan oleh pendeta Shakaya Putra Soemarno Sapoetra serta baru dicatat di Dispenduk Capil pada 9 November 2011.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.9774 seconds (0.1#10.140)