Ujian Nasional Dihapus? Pemerintah Sedang Kaji Format Terbaik

Senin, 02 Desember 2019 - 09:30 WIB
Ujian Nasional Dihapus? Pemerintah Sedang Kaji Format Terbaik
Kemendikbud masih melakukan kajian sebelum memutuskan UN dihapus. Foto/Dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ujian nasional (UN) akan dihapus? Wacana inilah yang dilempar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Sejauh ini Kemendikbud masih melakukan kajian sebelum keputusan tersebut diambil.

Rencana penghapusan UN sebenarnya sudah lama bergulir dan selalu memicu kontroversi, termasuk saat Sandiaga S Uno menyampaikan visi dan misinya pada debat calon presiden/wakil presiden beberapa waktu lalu.

Di antara pro-kontra yang mengemuka adalah bagaimana pemerintah bisa mengukur dan menjaga standar proses belajar-mengajar? Pro-kontra yang muncul tentu harus menjadi perhatian pemerintah karena jangan sampai kebijakan yang diambil tidak matang hingga harus dievaluasi lagi.

Kemendikbud mesti memperhitungkan betul efektivitas penghapusan UN bagi peningkatan kualitas pendidikan di Tanah Air. "Itu (penghapusan UN) yang sedang kami kaji. Ditunggu kabarnya," ujar Nadiem kepada wartawan di Hotel Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta, akhir pekan lalu.

Nadiem mengaku pihaknya tengah fokus dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) pada sektor pendidikan. Hal ini sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo dalam lima tahun ke depan. Salah satu langkah peningkatan kualitas SDM adalah dengan deregulasi dan debirokratisasi. Dengan langkah tersebut dia berharap terwujud kemerdekaan dalam belajar hingga merdeka untuk lembaga, guru serta murid-muridnya.

"Arahan Presiden untuk ciptakan link and match antara sistem pendidikan kita dan apa yang dibutuhkan dunia industri dan lain-lainnya, untuk mencapai hal itu adalah deregulasi dan debirokratisasi dari semua instansi unit pendidikan. Makanya platformnya kita sebut merdeka belajar, merdeka untuk lembaga, guru, dan murid-mahasiswa. Ini step pertama," urainya.

Yang dimaksud dengan debirokratisasi dan deregulasi adalah dengan melakukan penyederhanaan dalam sisi kurikulum maupun assessment. Hal ini dilakukan agar kurikulum bisa beralih ke kompetensi dan bukan menghafal informasi.

"Terpenting peningkatan kualitas SDM pendidik, baik vokasi maupun unit pendidik dalam SD-SMA karena itu kunci dari fokus aktivitas kita dan mengarah pada pelatihan, peningkatan, dan penyederhanaan hidup seorang pendidik. Benar-benar fokus di situ," jelasnya.

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim menegaskan, FSGI mendukung wacana evaluasi UN. Kendati demikian dia melihat penghapusan UN tidak bisa dilakukan langsung tahun depan, sebab sudah ada jadwal yang telah ditetapkan. "Sosialisasi dan Permendikbud tentang UN 2020 sudah keluar," katanya kepada KORAN SINDO kemarin.

Satriwan menyebutkan ada tiga hal yang melatarbelakangi evaluasi. Pertama, pola UN yang diskriminatif di mana semua anak diuji dengan soal yang sama. Padahal belum semua kondisi pendidikan di sekolah sama dan sekolah memiliki sarana-prasarana dan mutu yang sama. Kedua, masalah kedudukannya. Menurutnya, dengan sudah ada sistem zonasi dalam pendaftaran siswa baru, UN sejatinya tidak diperlukan.

Adapun yang ketiga yang harus dievaluasi adalah tujuan dan fungsi UN. Menurut Satriwan, selama ini UN hadir untuk mengukur kualitas pendidikan, padahal pendidikan itu sangat luas. “Jika hanya melalui UN, itu sangat parsial mengukurnya. Terlebih pengujiannya hanya melalui empat mata pelajaran saja,’’ katanya. Satriwan menjelaskan, FSGI sudah lama menolak adanya UN.

Dia pun senang ketika Anies Baswedan menjadi Mendikbud UN diubah tidak lagi sebagai alat penentu kelulusan. Namun evaluasi ini masih menemui masalah di daerah, sebab sekolah, masyarakat hingga birokrat pendidikan masih menganggap UN sebagai suatu obsesi. "Karena hasil UN harus diakui menjadi prestise bagi sekolah. Apalagi bagi birokrat pendidikan," ujar dia.

Dia lantas menuturkan, dengan adanya zonasi, nilai UN tidak lagi digunakan, melainkan ditentukan atas dasar jarak rumah ke sekolah. Lain lagi dengan penerimaan ke perguruan tinggi negeri (PTN) yang menurutnya hanya memakai nilai rapor di jalur Seleksi Nasional Masuk PTN (SNMPTN) dan tes berbasis komputer di Seleksi Bersama Masuk PTN.
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.9210 seconds (0.1#10.140)