Sidak Ombudsman Disejumlah Lapas Menuai Sorotan

Senin, 06 Januari 2020 - 09:39 WIB
Sidak Ombudsman Disejumlah Lapas Menuai Sorotan
Lapas Sukamiskin, Bandung. (Foto/SINDOnews/Dok)
A A A
JAKARTA - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menegeskan sidak atau pemeriksaan yang dilakukan Ombudsman RI (ORI) ke sejumlah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sangat berlebihan.

Bahkan Boyamin menilai komisioner ORI telah melakukan pelanggaran hukum. Sidak Ombudsman itu terjadi di Lapas Sukamiskin, Bandung pada Jumat (20/12/2019) yang kemudian dilanjutkan ke Lapas Cipinang, Jakarta Timur dan Lapas Cibinong, Jawa Barat.

"Ombudsman hanya diberi wewenang terhadap pelayanan publik bukan penegakan hukum," tegas Boyamin dalam keterangannya Jakarta, Senin (6/1/2020). "Ombudsman telah melakukan perbuatan melawan hukum," kata dia.

Dia memandang, tindakan komisioner ORI Adrianus Meliala dan timnya sangat berbahaya untuk keamanan Lembaga Pemasyarakatan, apalagi sekelas Lapas Sukamiskin.

"Mereka tidak sesuai prosedur karena nyelonong saja. Tanpa ada koordinasi dengan Pimpinan Lapas Sukamiskin dan Kakanwil setempat," ujarnya.

"Lha, kalau misalnya ada napi kabur atau kemudian memicu kerusuhan karena sistem keamanan yang ketat tiba-tiba ada orang masuk ke sel napi, bagaimana. Pengunjung saja sampai ruang besuk," ujarnya.

Mengenai muncul penilaian sidak ORI itu penuh agenda terselubung, Bonyamin tidak melihat sejauh itu. Kendati reaksi sejumlah pihak atas temuan ORI itu langsung memunculkan tudingan miring yang dialamatkan kepada Menkumham Yasonna Laoly.

"Saya tidak melihat ada unsur untuk mempermalukan Yasonna. Saya lebih kepada ORI ingin membuat gebrakan dan merasa hebat," tudingnya.

Menurut Boyamin, kalau sidak Ombudsman ingin mengungkap perlakuan diskriminasi di dalam lapas, justru hal itu mesti dilihat kembali lebih jernih.

Sebab, hampir semua Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia belum memenuhi standar minimum kamar hunian narapidana.

Merujuk pada standar minimum perlakuan terhadap narapidana yang ditetapkan oleh PBB melalui 'The Nelson Mandela Rules' yang telah diratifikasi oleh Indonesia, dalam The Nelson Mandela Rules' nomor 12 tentang akomodasi disebutkan bahwa, masing-masing narapidana harus memiliki sel atau kamar sendiri.

Pemerintah juga harus memastikan, ruangan kamar narapidana harus memenuhi persyaratan kesehatan, memiliki pencahayaan yang memadai, pengatur suhu dan ventilasi yang cukup.
Masing-masing kamar juga harus dilengkapi kamar mandi dengan suhu yang cocok.

Dengan mengacu pada The Nelson Mandela Rules' kata dia, Menteri hukum dan HAM juga telah menerbitkan Permenkumham nomor : M.01.PL tahun 2001 tentang Pola Bangunan Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan menyatakan bahwa standar luas kamar pada lapas atau rutan adalah minimal 5,40 m2.

"Namun faktanya, hampir semua lapas dan rutan mengalami over capacity karena ketidakseimbangan antara yang masuk dan keluar," jelasnya.

Over capacity menimbulkan dampak buruk dan cenderung akan menimbulkan pelanggaran hak asasi narapidana, diantaranya, sanitasi menjadi buruk sehingga menimbulkan tekanan psikologis dan berbagai macam penyakit bahkan yang paling ekstrem menimbulkan kriminalitas baru didalam lapas/rutan.

"Semakin besar jumlah narapidana, maka potensi konflik semakin besar sehingga petugas Lapas akan lebih mengedepankan pendekatan keamanan sehingga pendekatan pembinaan atau rehabilitasi terhadap narapidana kurang mendapat perhatian," imbuhnya.

Terkait isu yang berkembang bahwa napi tipikor mendapat perlakuan khusus, tentu perlu didalami. Kondisi ini kasuistik dan juga terjadi pada narapidana non tipikor, sehingga tidak bisa digeneralisir bahwa semua napi tipikor mendapat perlakuan istimewa.

Kalaupun ada, jumlah napi tipikor yang mendapat perlakuan istimewa jauh lebih kecil dibandingkan jumlah napi tipikor yang mencapai 4000 orang hanya dibawah 1 persen. Artinya, jumlah napi tipikor yang tidak mendapatkan perlakuan istimewa jauh lebih besar.

Kedepannya, kata dia, pemerintah perlu melakukan pembenahan di dalam lapas. Opini yang berkembang bahwa sistem kepenjaraan sebagai upaya balas dendam tanpa memandang hak asasi manusia harus diubah. Disamping itu, masalah over capacity lapas harus segera dipecahkan agar hak-hak narapidana khususnya hak asasi bisa terpenuhi.

"Sehingga sangat tepat jika RUU tentang lembaga pemasyarakatan yang lebih manusiawi bisa secepatnya disahkan oleh DPR agar tidak ada pelanggaran hak asasi manusia di dalam lapas," tandasnya.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 4.5139 seconds (0.1#10.140)