Ketika Anak-anak Terlibat Menentukan Arah Pembangunan Desanya

Senin, 01 Oktober 2018 - 16:03 WIB
Ketika Anak-anak Terlibat Menentukan Arah Pembangunan Desanya
Perwakilan anak-anak di Desa Pandanlandung, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, mengikuti dengan seksama proses Musyawarah Desa (Musdes) untuk menyusun perencanaan pembangunaan desa. Foto/SINDONews/Yuswantoro
A A A
“Anak memiliki hak bersuara, dan menentukan kebutuhannya. Anak juga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan,” suara Dimas Daru Ramadhan, 13, begitu tenang.

Wajahnya yang polos, sesekali memancarkan senyuman malu-malu. Dia berdiri di hadapan ratusan warga Desa Pandanlandung, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, untuk menyampaikan usulan forum anak.

Bersama teman-teman satu desanya, Dimas yang kini duduk di bangku kelas satu SMP itu, datang ke Musyawarah Desa (Musdes) Pandanlandung, untuk mengikuti seluruh prosesi perencanaan pembangunan, hingga penetapan anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes).

“Baru pertama kali ini mengikuti musdes bersama teman-teman. Ingin menyampaikan kebutuhan anak-anak di desa, agar hak anak juga masuk dalam kebijakan pembangunan desa,” ujarnya penuh semangat.

Ada yang berbeda dalam tahapan Musdes Pandanlandung, tahun ini. Anak-anak yang tergabung dalam Forum Anak Desa Pandanlandung, dilibatkan dalam menyusun perencanaan pembangunan desa.

Mereka diberikan kesempatan untuk bersuara, dan menyampaikan usulannya. Forum anak, menjadi salah satu Lembaga Kemasyarakat Desa (LKD) yang diakui keberadaannya sebagai peserta musdes.

Dalam forum tertinggi di desa tersebut, anak-anak ini mengusulkan untuk mendapatkan anggaran khusus, yang digunakan sebagai penguatan kelembagaannya, serta menggelar kegiatan pelatihan tentang pola pengasuhan orang tua kepada anak-anak.

Kehadiran anak-anak dalam penentuan kebijakan di desa ini, tentunya menjadi harapan baru dalam pola asuh anak. Desa, seperti orang tua yang memberikan pola pengasuhan terhadap anak-anaknya.

Ketika Anak-anak Terlibat Menentukan Arah Pembangunan Desanya


Ahli psikologi asal Amerika Serikat (AS), Erikson, dalam buku “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja”, karya Syamsu Yusuf (2009). Menyebutkan, apabila anak diasuh dengan rasa percaya, maka akan tumbuh rasa positif dan percaya anak terhadap sekitarnya.

Sebaliknya, Erikson dalam teorinya menyebutkan, apabila orang tua lebih mengedepankan rasa tidak percaya, maka anak akan hidup dan tumbuh dalam sikap negatif. Tidak percaya terhadap sekitarnya, frustasi, dan kurang percaya diri.

Dalam buku yang sama, ahli psikologi perkembangan dari AS, Diana Baumrind mengungkapkan, pengasuhan orang tua terhadap anak memiliki beberapa model. Yakni, otoritarian, permisif, dan otoritatif.

Pola Otoritarian memiliki ciri, sikap penerimaan rendah dan sangat mengontrol, lebih suka menghukum secara fisik, mengomando tanpa kompromi, kaku, serta cenderung emosional dalam melakukan tindakan.

Model pengasuhan otoritarian ini, menurut Diana, akan bisa menghasilkan anak yang pemberontak, penakut, mudah stress, pemurung, dan tidak memiliki masa depan yang jelas.

Sementara, model pengasuhan permisif, bercirikan penerimaan tinggi, tetapi memberikan kebebasan pada anak untuk mendapatkan semua keinginannya, dengan kontrol atau pengawasan rendah. Pola ini, bisa menghasilkan anak yang terlalu bebas tanpa kontrol.

Pola asuh otoritatif, memiliki ciri sikap penerimaan dan kontrol tinggi. Selain itu, responsif akan kebutuhan anak, sehingga bisa memacu anak menyatakan pendapatnya, serta bisa menjelaskan dampak baik dan buruk dari perbuatan yang dilakukan anak.

Metode pengasuhan otoritatif tersebut, bisa menghasilkan anak yang mampu terhindar dari kegelisahan berlebihan, kekacauan, serta kenakalan. Anak akan lebih bersahabat, dan berprestasi, bahkan memiliki masa depan cerah.

Ketika Anak-anak Terlibat Menentukan Arah Pembangunan Desanya


Apabila diibaratkan pola asuh anak. Desa Pandanlandung, mulai membuka lembaran baru dengan pola asuh otoritatif, untuk menghindarkan dari generasi masa depan yang negatif seperti hasil pola asuh model otoritarian, dan permisif.

Pola asuh ini, juga harusnya diterapkan oleh pemerintah dalam menerjemahkan UU No. 6/2014 tentang desa. Di mana, desa diberikan keleluasaan mengatur masa depannya sendiri, sesuai kebutuhannya, tetapi tetap dalam pengawasan yang mendewasakan.

Ruang pendewasaan ini, sangat terjamin dalam UU Desa tersebut. Desa diakui hak asal-usulnya, dan juga diberikan kewenangan untuk mengambil kebijakan pada sekala desa. Sehingga, mereka memiliki kesempatan menentukan masa depannya sendiri, dalam bingkai kenegaraan yang menyaatukan.

Musdes Pandanlandung 2018, yang digelar Minggu (30/9/2018) hingga tengah malam itu, memiliki empat agenda pokok. Yakni, membahas dan mengesahkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa Pandanlandung, yang dijadikan dasar penyusunan dan pengesahan APBDes Pandanlandung, tahun anggaran 2019 mendatang.

Selain itu, juga dilakukan pembahasan dan pengesahan perubahan anggaran keuangan (PAK) APBDes Pandanlandung, tahun anggaran 2018. Salah satu perubahan anggaran yang disahkan, adalah pembiayaan pembangunan sarana air bersih.

“Nilai anggaran yang disahkan untuk pembangunan sarana dan prasarana air bersih ini, mencapai Rp125 juta,” ujar Sekretaris Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Pandanlandung, Iman Suwongso.

Sarana dan prasarana air bersih ini, akan dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), sebagai usaha penyediaan air bersih bagi masyarakat Desa Pandanlandung, dengan memanfaatkan sumber air di desa tersebut.

Ketika Anak-anak Terlibat Menentukan Arah Pembangunan Desanya


Musdes juga mengesahkan struktur organisasi tata kerja (SOTK) Pemerintah Desa Pandanlandung, dengan melakukan pemekaran dusun, dari tiga dusun menjadi empat dusun. “Tujuannya, untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan pemerintah desa,” ungkapnya.

Pengesahan terakhir, adalah pokok-pokok tata kelola pelaksanaan pembangunan desa, yang akan segera disahkan sebagai peraturan desa.Iman menyebutkan, dengan tata kelola ini pelaksana dan pengawas pembangunan desa akan terlembagakan dengan baik.

“Pelaksana dan pengawas pembangunan desa, dipilih dan dibentuk melalui musyawarah masyarakat. Mereka disahkan oleh kepala desa, sehingga ada mekanisme kerja yang dapat dipertanggungjawabkan,” ungkapnya.

Pendamping Lokal Desa (PLD) Kecamatan Wagir, Sujoko mengungkapkan, empat keputusan yang diambil dalam Musdes Pandanlandung, dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat desa tersebut, menjadi bentuk kemandirian dan inovasi dalam membangun serta mengelola desa.

“Masyarakat dilibatkan secara aktif dalam membangun dan mengelola desa. Prosesnya terawasi dengan transparan. Tata kelola pelaksanaan pembangunan desa yang disahkan, baru ada di Desa Pandanlandung, bisa direplikasi ke desa lainnya agar pelaksanaan pembangunan desa bisa dipertanggungjawabkan,” tuturnya.

Desa Pandanlandung, berproses membangun desa dengan lebih partisipatif, dan melibatkan masyarakat secara penuh. Baik dalam pelaksanaannya, maupun pengawasannya. Desa menjadi rumah keluarga bersama, yang dibangun dengan mengedepankan kebersamaan, kemandirian, dan pemberdayaan.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.6782 seconds (0.1#10.140)