PT Kam and Kam Gunakan Skema Ponzi, OJK Pastikan Ilegal

Jum'at, 10 Januari 2020 - 17:40 WIB
PT Kam and Kam Gunakan Skema Ponzi, OJK Pastikan Ilegal
ilustrasi
A A A
SURABAYA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut, bisnis yang dilakukan PT Kam and Kam melalui aplikasi MeMiles menggunakan skema ponzi atau piramida skin. Sistem bisnis semacam ini, dipastikan ilegal dan berpotensi akan hancur dengan sendirinya.

Sejak 2007 hingga 2018, total kerugian yang dialami masyarakat dari praktik investasi ilegal, seperti yang dilakukan PT Kam and Kam, mencapai Rp106 triliun. Dalam skema ponzi atau piramida skin, masyarakat diminta untuk selalu mendapatkan member baru.

“Tujuannya, uang dari member-member baru inilah yang nantinya akan dipakai untuk membayarkan bonus-bonus pada member yang lebih dulu bergabung ,” Kepala OJK Kantor Regional (KR) 4 Jatim, Heru Cahyono di Mapolda Jatim, Jum’at (10/1/2020).

Pola ini, lanjut dia, harus terjadi terus menerus berlanjut agar bonus tetap dapat terbayarkan. Dalam skema Ponzi, member diminta untuk mendapatkan member baru agar semakin besar bonusnya.

Jika sudah tidak ada member baru, maka skema ini akan hancur. Hal ini disebabkan tidak adanya uang dari member yang akan digunakan untuk membayar bonus. "Skema ponzi semacam ini hanya tinggal menunggu waktu saja untuk hancur,” ujar Heru.

Untuk itu, OJK KR 4 Jatim meminta pada masyarakat agar mewaspadai modus setiap investasi dengan imbalan yang dianggap tidak wajar. Selain itu, dia juga meminta pada masyarakat agar kritis pada setiap investasi yang memberikan imbal hasil cukup tinggi dan tidak masuk akal.

“Masyarakat harus bertanya dulu, ada ijin dari OJK atau tidak. Masyarakat juga waspada setiap investasi yang memberikan imbal hasil cukup tinggi,” pinta Heru.

Sementara itu, Dirreskrimsus Polda Jatim Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengatakan, skema ponzi mirip skema bisnis piramida. Pelaku bisnis ini memutar uangnya untuk memberikan reward kepada nasabah lain yang sebetulnya itu adalah uang nasabah sendiri yang digunakan.

“Makanya kan dibutuhkan nasabah baru untuk menutup hadiah-hadiah yang diberikan. Kesannya perusahaan yang berikan hadiah. Padahal itu uang nasabah sendiri,” terangnya.
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 4.3957 seconds (0.1#10.140)