Private Equity BBC Kembangkan Mixology di Surabaya dan Bali

Selasa, 14 Januari 2020 - 06:53 WIB
Private Equity BBC Kembangkan Mixology di Surabaya dan Bali
Founder dan CEO BBC, Timothy Tandiokusuma, saat peresmian kantor baru BBC di Jakarta, Senin (13/1/2020). Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Perusahaan bisnis private equity, Black Boulder Capital (BBC), mengembangkan merek dari sebanyak 15 perusahaan unggul di bidangnya masing-masing.

Contoh portofolio unggulan Black Boulder Capital adalah Mixology, salah satu merek food and beverage (F&B) yang sedang tren di sejumlah kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Lampung, dan Bali.

“Kami ikut saham mixology di Bali dan Surabaya. Dalam waktu dekat, bisnis ini akan membuka outlet baru di beberapa kota lain lagi, dan kami berencana untuk ikut,” kata Founder dan CEO BBC, Timothy Tandiokusuma, saat peresmian kantor baru BBC di Jakarta, Senin (13/1/2020).

Meski usianya masih muda, 26 tahun, tapi Tomothy cukup sukses menggeluti bisnis private equity yang digelutinya. Berkat kerja kerasnya, Timothy saat ini tercatat telah membawahi 15 perusahaan dengan total asset under management mencapai Rp1 triliun. Dari 15 perusahaan itu, Timothy kini tengah mengembangkan beberapa merek yang unggul di bidang masing-masing.

Timothy menjelaskan, setelah Holywings menempati urutan pertama sebagai tempat hang out modern kawula muda, di urutan berikutnya adalah Mixology.

“Proyek yang kami pilih umumnya perusahaan yang sudah punya track record baik. Ketika mereka memulai proyek baru, kami ikut di situ, sehingga meminimalisasi risiko kegagalan,” jelas dia.

Menurut dia, perusahaan private equity yang dikelolanya juga mempunyai saham di sebuah merek nail dan bulu mata ‘Joanne Studio’. Joanne adalah merek eyelash extension terbesar di Indonesia yang memiliki 33 cabang di lebih dari 10 kota.

Selain itu, perusahaannya banyak bergerak di industri money market. "Kami juga berinvestasi di dunia saham, komoditas dan derivatif. Kami berinvestasi di saham Amerika dan Indonesia," ungkap Timothy.

Di usianya yang masih muda, Timothy cukup berhasil dalam mengelola perusahaannya. Itupun tentu dilalui melalui proses yang panjang. Dia menyebutkan, sejak usia 17 tahun, ketika berkuliah di Seattle University, Timothy memulai bisnis pertamanya yaitu perusahaan majalah yakni Vuelto Magazine, majalah berbahasa Indonesia di Seattle.

Selama di Amerika, dia juga merambah bisnis impor kopi Indonesia. "Di Amerika ada banyak distributor. Kami mempunyai perusahaan di Amerika dan mengimpor kopi dari Indonesia," kata pemuda yang memilih drop out dari University of Washington, salah satu universitas terbaik di dunia.

Setelah empat tahun di Amerika, lulusan Seattle University dengan Cum Laude ini pun kembali ke Indonesia. Tidak ingin bergantung di bawah bisnis keluarganya di Surabaya, Timothy lalu merantau ke ibu kota Jakarta.

Dengan modal Rp1 miliar, tabungan dari hasil usahanya selama di Amerika, Timothy pun menjadi investor kecil-kecilan. Sayangnya, perusahaan dimana dirinya menjadi investor, semuanya gagal sehingga dia mengalami kebangkrutan di usia 23 tahun.

Namun dengan kegigihannya, dia memulai kembali, kali ini dengan dukungan dari teman-teman dekatnya, mengelola uang mereka dan memutarnya di dunia money market.

Terobosannya tidak sia-sia. Sejumlah teman mempercayakan modalnya untuk dikeola, dari kisaran Rp25 juta hingga Rp50 juta. Hingga kini banyak teman-temannya mempercayakan miliaran rupiah, untuk diputar di sektor riil.

"Uangnya diinvestasikan ke perusahaan-perusahaan yang sudah berjalan. Di bawah kami ada 15 perusahaan dan BBC menjadi pemilik saham pasif atau hanya sebagai advisor semi pasif," kata dia.

Kendati demikian, mereka juga siap menjadi pemilik saham aktif. Salah satunya adalah proyek Premium Outlet di kawasan Soewarna di Bandar Udara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten.

Ke depan, Black Boulder Capital akan bekerja sama dengan Presiden Direktur Prestige Image Motors, Rudi Salim. Jika berjalan sesuai timeline, pada 2021 areal seluas 14.000 meter persegi itu sudah bisa dibuka. Premium Outlet itu akan menjadi yang pertama di Indonesia.

"Di Indonesia banyak factory outlet, misalnya di Bandung untuk merek market menengah ke bawah. Di luar negeri banyak konsep di mana premium outlet mempunyai tenant-tenant merek premium. Namun ketika barang-barang itu tidak lagi dipakai lantaran telah lewat musim atau defect atau dari pabrik bermasalah sehingga mereka tidak bisa menjual ke toko-toko ini, mereka menjualnya ke premium outlet. Premium inilah yang akan menjadi project plan kami," jelas dia.

Timothy optimistis membangun perusahaan di bidang private equity. Diakuinya, saat ini masih ada tantangan yang harus dilewati. Salah satunya, kepercayaan perusahaan atau group untuk menanamkan asetnya pada Black Boulder Capital.

"Kami tahu, kami masih muda. Ini menjadi tantangan bagi kami jika masih ada yang belum mengenal dan percaya pada kami. Namun, apapun yang diberikan pada kami, akan kami tekuni," pungkas dia.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.4471 seconds (0.1#10.140)