Selama 2019 Neraca Perdagangan Jatim Defisit, Ini Penyebabnya

Jum'at, 17 Januari 2020 - 16:51 WIB
Selama 2019 Neraca Perdagangan Jatim Defisit, Ini Penyebabnya
Selama 2019 Neraca Perdagangan Jatim Defisit, Ini Penyebabnya
A A A
SURABAYA - Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur (Jatim) mencatat, selama 2019, neraca perdagangan Jatim mengalami defisit sebesar USD3,05 miliar. Hal ini disumbangkan oleh defisit sektor migas sebesar USD3,49 miliar walaupun sektor nonmigas justru kinerjanya positif dengan surplus sebesar USD435,45 juta.

Secara kumulatif, selama Januari-Desember 2019, impor yang masuk ke Jatim sebesar USD23,34 miliar atau turun sebesar 9,32 persen dibandingkan Januari - Desember 2018 sebesar USD25,73 miliar.

“Sementara ekspor sebesar USD20,28 miliar atau turun 0,49 persen dibandingkan Januari-Desember 2018 sebesar USD 20,38 miliar,” kata Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Jatim, Satriyo Wibowo, Jum'at (17/1/2020).

Negara tujuan ekspor nonmigas terbesar pada Januari-Desember 2019 adalah Jepang mencapai USD2,95 miliar atau berkontribusi 15,28 persen dari total ekspor. Disusul ekspor ke Amerika Serikat sebesar USD2,63 miliar (13,60 persen), dan ke Tiongkok USD2,29 miliar (11,87 persen).

Ekspor nonmigas ke kawasan ASEAN mencapai USD3,65 miliar (18,87 persen). Sementara ekspor nonmigas ke Uni Eropa sebesar USD1,61 miliar (8,34 persen).

Sedangkan negara asal barang impor nonmigas terbesar selama Januari-Desember 2019 adalah dari Tiongkok USD5,87 miliar (31,02 persen). Disusul dari Amerika Serikat sebesar USD1,30 miliar (6,90 persen) dan impor dari Thailand sebesar USD983,08 juta (5,19 persen).

Impor nonmigas dari kelompok negara ASEAN sebesar USD2.90 miliar (15,36 persen). Sementara impor nonmigas dari Uni Eropa mencapai USD1,60 miliar (8,49 persen).

Komoditas yang paling banyak diekspor selama 2019 adalah perhiasan dengan kontribusi 8,18 persen dari total ekspor. Nilainya mencapai USD1,65 miliar. Disusul komoditas tembaga dimurnikan berupa katoda dan bagian dari katoda, dengan kontribusi 5,24 persen atau sebesar USD1,06 miliar. Peringkat ketiga adalah sisa dan skrap dari logam mulia lainnya dengan kontribusi 4,69 persen atau senilai USD951,68 juta.

Sementara komoditas yang paling diimpor adalah bahan bakar motor, tanpa timbal dari RON lainnya tidak dicampur dengan kontribusi 6,95 persen dari total impor. Angka itu setara dengan USD1,62 miliar. Disusul komoditas kondensat dengan kontribusi 3,57 persen atau sebesar USD832,16 juta. Serta berikutnya adalah komoditas hasil dari ekstraksi minyak kacang kedelai lainnya dengan kontribusi 2,93 persen atau senilai USD684,58 juta.
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.2957 seconds (0.1#10.140)