Psikolog Unair: Karakter Reynhard Membentuk Kepribadian Anti Sosial

Sabtu, 18 Januari 2020 - 20:17 WIB
Psikolog Unair: Karakter Reynhard Membentuk Kepribadian Anti Sosial
Psikolog Universitas Airlangga (Unair) Margaretha. Foto/SINDOnews/Aan Haryono
A A A
SURABAYA - Kasus yang membelit Reynhard Sinaga masih menyita perhatian dunia. Kasus pemerkosaan terbesar yang pernah tercatat di Inggris ini membuat banyak pihak geleng-geleng kepala.

Psikolog Universitas Airlangga (Unair) Margaretha mengatakan, pemuda 36 tahun itu mengalami penyimpangan perilaku yang sangat mungkin didasari oleh kepribadian.

“Dalam ilmu psikologi, hal ini kami sebut sebagai anti-sosial. Di mana seseorang melanggar peraturan atau menyakiti orang lain untuk keuntungan pribadinya tanpa merasa bersalah,” kata Margaretha, Sabtu (18/1/2020).

Menurut dia, umumnya ketika bertindak kejahatan atau yang merugikan orang lain, seseorang akan merasa bersalah sehingga tidak mengulanginya. Sementara, pada Reynhard, tindakan tersebut dilakukannya hingga berulang kali.

Selain anti-sosial, kata dia, kasus tersebut merupakan penyimpangan seksual. Perilaku seksual yang dilakukan ketika salah satu tidak menyetujui adalah suatu bentuk pemerkosaan.

Dalam panduan perilaku di masyarakat maupun panduan kesehatan, perilaku seksual harus dilakukan sesuai persetujuan. Artinya, perilaku seks itu tidak boleh dilakukan apabila keduanya tidak saling menginginkan.

“Inilah yang terjadi kepada Reynhard, dia melakukan pemerkosaan dalam hal ini memaksakan seks kepada orang yang tidak bisa memberikan persetujuan,” kata dia.

Margaretha menjelaskan, pada kasus Reynhard maka langkah rehabilitasi yang diperlukan adalah mengubah definisi dia tentang seks yang sudah menyimpang. Karena itu diperlukan edukasi seks sehat dari sumber yang tepat.

“Maka untuk masyarakat luas, jangan sampai anak-anak belajar dari pornografi karena di sana yang kebanyakan ditampilkan bukan seks sehat. Apabila pola pikirnya salah, maka perilakunya juga berisiko akan menyimpang,” jelas dia.

Riset yang dilakukan Fakultas Psikologi Unair pada narapidana kejahatan seksual di lima Lapas di Jatim, Margaretha menyimpulkan bahwa sudah selayaknya pelaku kejahatan seksual berulang bahkan lebih dari dua kasus saja harus diberikan hukuman maksimal. Terlebih pelaku yang berada pada usia produktif yang beresiko lebih tinggi untuk melakukan pengulangan.

“Jika pelaku kejahatan seksual masih memiliki ide yang salah tentang seks dan belum punya kelola diri secara seksual maka seharusnya tidak bisa kita biarkan dia berkeliaran. Sebab yang kemungkinan terjadi adalah muncul korban-korban baru,” jelas dia.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2364 seconds (0.1#10.140)