Ini Ritual Bersihkan Patung Dewa di Klenteng Tertua
A
A
A
MOJOKERTO - Menjelang Tahun Baru Imlek 2571, Klenteng Hok Sian Kiong mulai bersolek. Pernak-pernik merah menghiasi tempat ibadat di Jalan Residen Pamuji, Kota Mojokerto.
Sedari pagi, suasana Klenteng yang berdiri sejak tahun 1823 itu mulai terlihat ramai. Sejumlah warga keturunan Tionghoa nampak sibuk di depan patung-patung para dewa dewi yang tersimpan rapi klenteng itu.
Salah satunya, Leehoen, wanita keturunan Tionghoa kelahiran Mojokerto 46 tahun silam ini. Leehoen nampak begitu serius. Sebuah kuas terlihat nangkring di tangan kanannya. Perlahan dan penuh kehati-hatian, ia saputkan ujung kuas ke patung dewa di depannya.
"Pertama kita bersihkan debu dengan kuas kering. Kemudian baru disaput menggunakan air bersih. Yang terakhir dibersihkan dengan menggunakan air kembang. Ini bunga mawar dan melati yang digunakan," tutur Leehoen disela prosesi memandikan patung dewa.
Bagi umat Tri Dharma, tradisi memandikan patung dewa jelang perayaan Imlek, merupakan kegiatan yang sakral. Tidak semua orang bisa melakukannya. Hanya orang-orang tertentu dan seizin dewa dewi, ritual itu baru bisa dilakukan.
"Sebelum melakukan memandikan patung dewa ini, kemarin kami melakukan doa meminta izin terlebih dahulu. Selain itu, yang membersihkan juga harus vegetarian, tidak memakan yang berjiwa. Ini untuk menjaga kesucian," imbuhnya.
Ritual memandikan patung dewa ini dilakukan setiap tahun untuk menghormati para dewa. Para penganut Tri Dharma meyakini, sejak tanggal 24 bulan 12 tahun Imlek, para dewa naik ke Nirwana.
"Sejak kemarin, dewa-dewa sudah naik ke Nirwana. Berarti saat ini kosong, jadi kita tanya dulu dan hari ini boleh dilakukan (pembersihan). Prosesi ini sehari harus selesai," sambung Suryanto, pengurus Kleteng Hok Sian Kiong.
Dari sekitar puluhan patung dewa di Klenteng Hok Sian Kiong, tidak ada satupun yang luput dalam ritual pembersihan ini. Mereka meyakini, melalui ritual ini dewa akan selalu memberkati dan melapangkan rezeki untuk warga Tionghoa.
"Diharapkan agar kami diberikan keselamatan pada Imlek kali ini dan Kota Mojokerto terhindar dari marabahaya serta bencana di tahun tikus emas ini," tandas Suryanto.
Sedari pagi, suasana Klenteng yang berdiri sejak tahun 1823 itu mulai terlihat ramai. Sejumlah warga keturunan Tionghoa nampak sibuk di depan patung-patung para dewa dewi yang tersimpan rapi klenteng itu.
Salah satunya, Leehoen, wanita keturunan Tionghoa kelahiran Mojokerto 46 tahun silam ini. Leehoen nampak begitu serius. Sebuah kuas terlihat nangkring di tangan kanannya. Perlahan dan penuh kehati-hatian, ia saputkan ujung kuas ke patung dewa di depannya.
"Pertama kita bersihkan debu dengan kuas kering. Kemudian baru disaput menggunakan air bersih. Yang terakhir dibersihkan dengan menggunakan air kembang. Ini bunga mawar dan melati yang digunakan," tutur Leehoen disela prosesi memandikan patung dewa.
Bagi umat Tri Dharma, tradisi memandikan patung dewa jelang perayaan Imlek, merupakan kegiatan yang sakral. Tidak semua orang bisa melakukannya. Hanya orang-orang tertentu dan seizin dewa dewi, ritual itu baru bisa dilakukan.
"Sebelum melakukan memandikan patung dewa ini, kemarin kami melakukan doa meminta izin terlebih dahulu. Selain itu, yang membersihkan juga harus vegetarian, tidak memakan yang berjiwa. Ini untuk menjaga kesucian," imbuhnya.
Ritual memandikan patung dewa ini dilakukan setiap tahun untuk menghormati para dewa. Para penganut Tri Dharma meyakini, sejak tanggal 24 bulan 12 tahun Imlek, para dewa naik ke Nirwana.
"Sejak kemarin, dewa-dewa sudah naik ke Nirwana. Berarti saat ini kosong, jadi kita tanya dulu dan hari ini boleh dilakukan (pembersihan). Prosesi ini sehari harus selesai," sambung Suryanto, pengurus Kleteng Hok Sian Kiong.
Dari sekitar puluhan patung dewa di Klenteng Hok Sian Kiong, tidak ada satupun yang luput dalam ritual pembersihan ini. Mereka meyakini, melalui ritual ini dewa akan selalu memberkati dan melapangkan rezeki untuk warga Tionghoa.
"Diharapkan agar kami diberikan keselamatan pada Imlek kali ini dan Kota Mojokerto terhindar dari marabahaya serta bencana di tahun tikus emas ini," tandas Suryanto.
(eyt)