Ini yang Dilakukan Pemkab Kediri untuk Bandara Gudang Garam

Senin, 20 Januari 2020 - 21:07 WIB
Ini yang Dilakukan Pemkab Kediri untuk Bandara Gudang Garam
Warga Dusun Bedrek, Desa Grogol, Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri, yang masih bertahan menolak pembebasan lahan untuk bandara yang dibangun PT Gudang Garam. Foto/SINDOnews/Solichan Arif
A A A
KEDIRI - Warga Kabupaten Kediri, yang menolak menyerahkan tanahnya untuk proyek bandar udara (Badara) yang dibangun PT Gudang Garam Tbk. akan dibawa ke pengadilan.

Urusan pembebasan tanah warga akan diselesaikan secara hukum, dimana warga akan dipaksa menerima uang pengganti yang akan diserahkan pengadilan.

Anis, juru bicara warga Dusun Bedrek, Desa Grogol, Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri, mendengar langsung keterangan itu (penyelesaian pengadilan) dalam beberapa pertemuan yang melibatkan warga.

Begitu juga pada pertemuan 13 Januari 2020 lalu. Pemkab Kediri, menegaskan jalan pengadilan menjadi solusi terakhir untuk warga yang bersikukuh mempertahankan tanahnya.

Bagi warga, ungkapan Pemkab Kediri itu (membawa ke pengadilan) menurut Anis terdengar seperti ancaman atau intimidasi.

"Saya tidak tahu apa istilahnya. Tapi intinya jika warga tetap tidak mau melepas tanahnya akan diselesaikan di pengadilan," tutur Anis kepada Sindonews.com.

Di Dusun Bedrek, Desa Grogol, Kecamatan Grogol, terdapat 38 kepala keluarga yang masih bertahan menolak melepaskan lahan untuk pembangunan bandara.

Selain itu juga ada 15 kepala keluarga warga Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan; dan tiga kepala keluarga warga Desa Jatirejo, Kecamatan Banyakan.

Penolakan itu didasari harga yang tidak layak. Untuk setiap Ru tanah (1 Ru= 14 meter persegi), Pemkab Kediri, menyodorkan harga Rp10,5 juta.

Di depan warga Pemkab Kediri, menegaskan sebagai harga mati alias tidak bisa ditawar lagi. "Disetiap pertemuan Pemkab Kediri, menegaskan tidak ada tawar menawar harga," kata Anis.

Bagi warga, harga yang disodorkan tidak rasional. Sebab harga tanah yang akan menjadi kehidupan baru mereka (masih Desa Grogol) sudah naik menjadi Rp15 juta-20 juta per Ru.

Bahkan karena efek bandara, ada yang melonjak hingga Rp35 juta-40 juta per Ru. "Sejauh ini warga juga belum paham seperti apa ketika penyelesaian dilakukan pengadilan," kata Anis.

Informasi yang dihimpun Sindonews.com, penyelesaian pengadilan yang disampaikan Pemkab Kediri mengacu UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.

Dalam mekanisme ini warga akan mengambil dana penggantian tanah atau yang biasa disebut ganti untung di pengadilan.

Bandara yang seluruh pembiayaannya berasal dari PT Gudang Garam Tbk. ini akan berdiri diatas tanah seluas 457 hektar yang meliputi wilayah Kecamatan Grogol, Tarokan, dan Banyakan.

Dengan panjang runway 3,3 kilometer dan kapasitas 15 juta penumpang per tahun atau lebih besar dari Juanda 12 juta per tahun, Bandara Kediri dipersiapkan untuk pesawat kelas besar atau internasional.

Sebagai pelaksana proyek termasuk di dalamnya urusan pembebasan lahan, PT Gudang Garam yang merogoh kocek sekitar Rp6 triliun menunjuk PT Surya Dhoho Investama (SDI) selaku anak usaha.

Namun eksekusi proses pembebasan lahan dilakukan sepenuhnya oleh Pemkab Kediri. Menurut Anis berbagai upaya agar warga segera melepas tanah terus dilakukan pemkab Kediri.

Mulai upaya persuasif hingga intimidatif. Anis mencontohkan pendekatan Pemkab kepada warga yang berstatus pegawai negeri sipil atau ASN (Aparatur Sipil Negara).

Yang bersangkutan ditakut-takuti akan dimutasi di tempat kerja yang jauh jika tidak segera melepaskan tanahnya.

Kemudian ada juga warga yang dipertanyakan kepemilikan dokumen IMB (Izin Mendirikan Bangunan) untuk rumah yang sudah bertahun tahun ditempati. Masalah IMB tidak akan diperpanjang jika yang bersangkutan bersedia melepas tanahnya untuk pembangunan bandara.

"Dan karena ketakutan yang bersangkutan menerima harga pelepasan Rp 10,5 juta per Ru," ungkap Anis. Sedangkan pendekatan persuasif yang dilakukan adalah secara rutin mendatangi rumah warga.

Setiap bertamu selalu disampaikan warga untuk segera melepaskan tanahnya. "Hampir setiap hari warga didatangi di rumah," ungkapnya.

Anis menegaskan, selama tidak ada penyesuaian dengan harga pasar, warga tetap menolak pembebasan tanah.

Sejauh ini Pemkab Kediri juga tidak bisa menjelaskan kenapa dibanding pembebasan dua tahun lalu (2017-2018) terhadap warga Dusun Tanjung, Desa Grogol, Kecamatan Grogol, harga yang disodorkan ke warga Dusun Bedrek, justru lebih rendah.

Pembebasan lahan warga Dusun Tanjung, yang berada di seberang Dusun Bedrek, yakni hanya terpisah lebar jalan aspal sebesar Rp15 juta per Ru.

Menurut Anis, dirinya pernah menyampaikan hal itu di pertemuan. Dan ia hanya mendapat jawaban karena status proyek bandara ini sebagai Proyek Strategi Nasional (PSN).

"Kenapa sekarang lebih rendah?. Kenapa tidak sama?. Dan kenapa kalau status PSN justru lebih rendah?. Semua pertanyaan yang saya sampaikan tidak ada yang dijawab," kata Anis.

Suwitomo, warga lain merasa heran dengan sikap Pemkab Kediri terhadap warganya. Ia tidak melihat adanya sikap pemkab yang berusaha melindungi kepentingan warganya.

Yang terlihat justru bagaimana Pemkab Kediri terang terangan memperjuangkan kepentingan pemilik modal. Suwitomo mengatakan warga akan melepaskan tanahnya jika memang harga yang disodorkan rasional.

"Pemkab harusnya melindungi kepentingan warganya, bukan malah menekan," katanya.

Sementara dalam kunjungannya ke Kediri, 31 Agustus 2019 lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan pemerintah serius membangun bandar udara Kediri. Luhut juga menegaskan bandar udara Kediri bukan milik atau untuk PT Gudang Garam, tapi kepentingan masyarakat.

Di tempat dan waktu yang sama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil mengatakan dalam pembebasan tanah untuk kepentingan bandar udara, pemerintah bisa menggunakan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.

Hal itu seperti yang pernah dilakukan pemerintah dalam pembebasan lahan di Sumatera untuk jalan Tol Trans Sumatera ruas Bakauheni-Palembang.

Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Polana B Pramesti di Jakarta Kamis (16/1/2020) lalu memastikan ground breaking Bandara Kediri dilaksanakan April 2020.

Sebelumnya pemerintah menargetkan konstruksi dimulai Maret 2020. Polana juga menegaskan Pemkab Kediri, sudah memberi rekomendasi memasukkan lokasi bandara ke RT RW daerah.

Dikatakan juga bahwa pengoperasian bandara dilakukan secara kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Sehingga biayanya ditanggung oleh swasta yang dalam hal ini badan usaha PT Gudang Garam.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.3876 seconds (0.1#10.140)