Ilmuwan Dunia Menilai Tak Wajar Tsunami Dahsyat di Palu

Jum'at, 05 Oktober 2018 - 08:19 WIB
Ilmuwan Dunia Menilai Tak Wajar Tsunami Dahsyat di Palu
Sebuah kapal terdampar di pantai, setelah gempa bumi dan tsunami melanda Wani, Donggala, Sulawesi Tengah. Foto diambil 3 Oktober 2018. Foto/REUTERS/Athit Perawongmetha
A A A
JAKARTA - Genap sepekan, gempa dan tsunami dahsyat menghancurkan wilayah Sulawesi Tengah. Tetapi, para ilmuwan dunia masih dibuat heran oleh peristiwa itu.

Secara teori, para ilmuwan dunia menilai gempa yang melanda wilayah Palu, Sigi, dan Donggala tersebut, tidak mungkin menghasilkan tsunami.

Gempa bumi 7,5 skala richter (SR) yang disusul tsunami lebih dari lima meter di Sulawesi Tengah, telah menewaskan lebih dari 1.400 jiwa. Para ilmuwan kini sedang mengumpulkan rantai kejadian yang tidak wajar tersebut.

Menurut mereka, gempa tersebut miring, bukan pergerakan vertikal lempeng tektonik, sehingga semestinya tidak mungkin untuk menghasilkan tsunami.

Setelah memilah-milah data, para ilmuwan percaya bahwa getaran kuat terjadi di sepanjang garis patahan yang luas, dan memicu tanah longsor bawah laut yang menyebabkan gelombang pasang.

"Ini adalah gempa bumi yang bukan mekanisme standar untuk menghasilkan tsunami. Ini cukup langka," kata Costas Synolakis, direktur Pusat Penelitian Tsunami Universitas Southern California, kepada AFP yang dikutip Jumat (5/10/2018).

Ketika gelombang monster berguling, kekuatannya semakin kuat ketika gelombang itu bergegas menyusuri teluk sempit menuju wilayah Palu.

Dalam beberapa tahun terakhir, Sumatra telah menjadi fokus utama perhatian pihak berwenang ketika menyangkut tsunami seperti di Aceh pada tahun 2004.

Terlepas dari pendapat segelintir ahli tsunami, beberapa pihak khawatir bahwa garis patahan yang memotong Palu akan menghasilkan tsunami, terutama karena itu adalah apa yang dikenal sebagai kesalahan "strike-slip", di mana lempeng tektonik bergerak ke samping.

Dalam kasus tsunami Aceh dan sebagian besar lainnya, gelombang destruktif dihasilkan oleh dorongan ke atas yang keras dari kerak bumi, bukan gerakan ke samping.

Namun demikian, kekuatan gempa yang melanda Sulawesi Tengah dan gempa susulan, satu atau lebih tanah longsor di bawah air laut diyakini telah terjadi. Hal itu memicu gelombang besar ke pantai.

"Ada keyakinan yang masuk akal, bahwa tsunami ini dipicu setidaknya sebagian oleh tanah longsor," kata Adam Switzer, seorang ahli tsunami dari Nanyang Technological University's Earth Observatory of Singapore kepada AFP.

"Sangat tidak mungkin gempa saja bisa menghasilkan tsunami sebesar itu," katanya

Bahkan sebelum tsunami melanda, gempa pertama dan gempa susulan yang terjadi selanjutnya menyebabkan kerusakan luas di sepanjang pantai Sulawesi, dengan banyak bangunan runtuh dan retakan besar di jalan.

Terlepas dari teori tsunami di Palu dan sekitarnya yang tak wajar, faktor ketidaksiapan otoritas terkait juga jadi sorotan media. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sempat mengeluarkan peringatan tsunami sesaat setelah gempa 7,5 SR melanda. Namun, peringatan itu kemudian diakhiri dan tsunami justru muncul.

BPNPB mengakui alat pemantau atau pendeteksi tsunami rusak pada hari itu. Bahkan diakui bahwa peralatan tersebut tak berfungsi sejak 2012.

Meskipun kasus langka, para ilmuwan mengatakan ada contoh lain dari gempa seperti yang melanda Palu. Menurut Synolakis, dari sekitar 35 tsunami yang didokumentasikan sejak 1992, empat diyakini disebabkan oleh tanah longsor yang dipicu gempa. Namun, itu tidak terjadi di Indonesia.

"Ini adalah sesuatu yang benar-benar tidak bisa diantisipasi oleh sistem otomatis," kata Synolakis.

Switzer mengatakan, dia rekan-rekannya bekerja untuk mencari tahu secara persis apa yang terjadi, dan itu mungkin akan menjadi proses yang panjang. "Kami benar-benar perlu memastikan bahwa kami memahami kejadian ini, karena kami harus belajar dari ini," katanya.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.9255 seconds (0.1#10.140)