ZA Diputus Bersalah Lakukan Penganiayaan, Dihukum Pembinaan

Kamis, 23 Januari 2020 - 14:02 WIB
ZA Diputus Bersalah Lakukan Penganiayaan, Dihukum Pembinaan
Pelajar berinisisl ZA (17) menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, dan diputus bersalah dengan hukuman pembinaan selama satu tahun. Foto/SINDOnews/Yuswantoro
A A A
MALANG - Pelajar asal Gondanglegi, Kabupaten Malang, berinisial ZA (17) akhirnya diputus bersalah oleh hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Nuny Defiary.

Sidang dengan agenda pembacaan keputusan hakim tersebut, digelar pada Kamis (23/1/2020), dimulai sekitar pukul 10.15 WIB, dan berakhir pukul 11.04 WIB.

Dalam putusan yang dibacakannya, Nuny Defiary menegaskan, dari hasil proses persidangan, perbuatan yang dilakukan ZA memenuhi unsur penganiayaan hingga menyebabkan kematian.

"Bahwa saat kejadian, korban Misnan, dan saksi Mamad tidak membawa senjata atau alat yang dapat membahayakan anak atau anak saksi. Bahwa korban Misnan dan saksi tidak menyentuh atau menahan secacara fisik anak dan anak saksi untuk melarikan diri. Maka, perbuatan anak bukanlah perbuatan terpaksa," terang Nuny dalam amar putusan yang dibacakannya dipersidangan.

Sementara terkait permintaan bersetubuh yang dilakukan korban kepada teman perempuan ZA, hakim menyebutkan, bahwa korban Misnan, dan saksi Mamad menyampaikan hal itu tanpa disertai tindakan.

Korban dan saksi melakukan upaya tersebut, dengan menyampaikan permintaan berulang kali dan dinegosiasikan kepada ZA. "Kroban Misnan, dan saksi Mamad sendiri, sampai selama rentang waktu tiga jam tidak sekalipun menyentuh atau melecehkan secara fisik anak saksi," terang Hakim.

Selain itu, hakim juga menimbang, bahwa ZA melakukan perbuatannya tidak dalam kondisi terguncang hebat, dikarenakan ZA dengan tenang mengambil pisau di jok motornya dan menyembunyikannya di balik badannya, serta dengan sabar menunggu waktun yang tepat untuk melakukan perbuatannya. Selain itu juga tidak ada pernyataan dari ahli, yang menyatakan sebaliknya terkait perasaan terguncang yang dialami oleh ZA.

"Atas dasar di atas, hakim berpendapat bahwa perbuatan anak bukanlah pembelaan darurat yang melampaui batas. Menimbang bahwa semua unsur pasal 351 ayat 3 KUHP telah terpebuhi. Dan dalam persidangan hakim tidak menemukam hal-hal yang dapat menghapus pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar atau alasan pemaaf, maka anak harus mempertanggung jawabkan perbuatannya," tegas Nuny.

"Menimbang bahwa anak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya, maka harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana," imbuhnya.

Hal-hal yang menurut hakim memberatkan, yakni perbuatan ZA dapat menjadi preseden yang buruk pada masyarakat. Perbuatan ZA, menyebabkan anak dari korban yang masih kecil harus hidup tanpa orang tua atau ayahnya.

Sementara, hal-hal yang meringankan adalah, ZA belum pernah dijatuhi pidana. ZA berperilaku sopan selama jalannya persidangan. Selain itu, ZA dinilai memiliki potensi dan bakat yang berguna bagi masa depannya, serta memiliki kepribadian yang baik di lingkungan sekolah dan rumahnya.

"Pidana terhadap anak (ZA), bukan sebagai pembalasan atas perbuatan yang dilakukannya. Melainkan hukuman itu sebagai pembinaan terhadap diri anak dengan tujuan anak (ZA) menyadari kesalahannya, sehingga dapat memberpaiki tingkah lakunya dikemudian hari," tegas hakim.

"Oleh karena itu, menyatakan anak (ZA) terbukti sah melakukan tindak pidana pengabiayaan menyebabkan kematian. Menjatuhkan pidana pada anak dengan pidana pembinaan dalan lembaga di Lembaga Kemasyarakatan Sosial Anak (LKSA) Darul Aitam Wajak, Kabupaten Malang, selama satu tahun. Memerintahkan pembimbing kemasyarakatan mendampingi dan mengawasi anak (ZA) selama menjalani masa bimbingan dan melaporkan perkembangan anak kepada jaksa di Kabupaten Malang," pungkasnya.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.5896 seconds (0.1#10.140)