Corona Sudah Renggut 909 Nyawa, Publik China Mulai Marah

Senin, 10 Februari 2020 - 10:23 WIB
Corona Sudah Renggut 909 Nyawa, Publik China Mulai Marah
Para staf medis di China yang menangani pasien virus Corona baru saling menguatkan. Foto/Economic Times
A A A
BEIJING - Jumlah korban meninggal akibat virus Corona baru, 2019-nCoV, mencapai 909 orang di daratan China, Senin (10/2/2020). Kematian ini memantik kemarahan publik setempat.

Angka kematian terbaru ini muncul setelah ada tambahan 91 kematian baru yang dilaporkan otoritas kesehatan Provinsi Hubei. Provinsi itu merupakan wilayah yang paling parah terkena dampak wabah 2019-nCoV, terutama kota Wuhan.

Dalam laporan hariannya, Komisi Kesehatan Hubei juga mengonfirmasi 2.618 kasus baru di provinsi tersebut. Sekarang ada lebih dari 39.900 kasus yang dikonfirmasi di seluruh China, berdasarkan angka yang dirilis sebelumnya dari pemerintah setempat.

Untuk data global yang dipublikasikan situs web worldometers.info, ada 40.553 kasus, 909 kematian dan 3.322 pasien sembuh.

Virus baru ini diyakini telah muncul akhir Desember 2019 lalu di pasar yang menjual hewan liar di Wuhan. Virus dengan cepat menyebar ke seluruh negeri China dan kini sudah menyebar ke lebih dari 20 negara lain.

Data terbaru muncul setelah WHO mengatakan empat hari terakhir telah melihat beberapa stabilisasi di Hubei, tetapi memperingatkan angka-angka kematian dan kasus masih bisa naik.

Epidemi telah mendorong pemerintah untuk mengunci seluruh kota karena kemarahan publik meningkat atas penanganan krisis, terutama setelah seorang dokter whistleblower virus Corona, Li Wenliang, meninggal akibat terinfeksi virus tersebut. Dokter itu sebelumnya ditindak polisi China karena menginformasikan wabah penyakit ini.

Dengan sebagian besar warga China yang masih belum kembali bekerja setelah liburan Tahun Baru Imlek yang diperpanjang, kota-kota termasuk pusat keuangan Shanghai memerintahkan penduduk untuk mengenakan masker di depan umum.

Michael Ryan, kepala Program Keadaan Darurat Kesehatan WHO, mengatakan "periode stabil" wabah dapat mencerminkan dampak dari langkah-langkah pengendalian.

"Sebuah misi pakar internasional WHO berangkat Minggu malam ke China," kata Ketua WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus di Twitter. Misi ini dipimpin oleh Bruce Aylward, seorang veteran dari program keadaan darurat kesehatan WHO sebelumnya.

Jutaan orang dikurung di Hubei dalam upaya untuk menghentikan penyebaran virus. "Pemerintah setempat meminta orang-orang untuk tinggal di rumah sebanyak mungkin, tetapi tidak ada cukup barang di toko setiap kali kami sampai di sana, jadi kami harus sering keluar," seorang wanita di Wuhan bermarga Wei kepada AFP.

Bank sentral China mengatakan mulai Senin akan menyediakan 300 miliar yuan (USD43 miliar) dalam bentuk pinjaman khusus kepada bank-bank untuk membantu bisnis yang terlibat dalam memerangi epidemi.

China pernah menuai kecaman internasional karena menutupi kasus-kasus selama wabah SARS pada tahun 2002-2003. Namun, WHO memuji tindakan China yang telah diambil dalam penanganan wabah 2019-nCoV saat ini.

Namun kemarahan publik di China pecah setelah kematian seorang dokter Li Wenliang, dokter yang dibungkam polisi ketika ia menginformasikan virus tersebut muncul pada Desember 2019.

Dokter Li, 34, meninggal Jumat pagi pekan lalu, setelah tertular virus dari seorang pasien.

Para akademisi China termasuk di antara mereka yang marah dengan kematiannya. Para akademisi menulis dua surat terbuka yang di-posting di media sosial. Surat-surat itu menuntut lebih banyak kebebasan berbicara.

"Akhiri pembatasan kebebasan berbicara," bunyi penggalan salah satu surat tersebut.

Beijing merespons dengan mengirimkan badan anti-korupsi untuk memulai penyelidikan. Langkah itu sebagai upaya untuk meredakan kemarahan publik.

Tapi Ian Lipkin, seorang profesor di Universitas Columbia yang bekerja dengan China dalam wabah SARS, mengatakan intervensi sebelumnya bisa membuat perbedaan utama. "Virus ini meresap tanpa disadari siapa pun," katanya.

Jika langkah-langkah karantina telah efektif, kata Lipkin, epidemi akan memuncak dalam dua minggu ke depan. Tetapi, ia memperingatkan ada juga risiko "benjolan" dalam jumlah ketika orang kembali bekerja.

Wuhan telah mengubah bangunan umum menjadi pusat medis darurat, dan membangun dua rumah sakit lapangan baru.

Tetapi warga Wuhan, Chen Yiping mengatakan kepada AFP, bahwa Ibunya yang berusia 61 tahun memiliki gejala parah dan masih menunggu tempat tidur rumah sakit karena ada terlalu banyak orang yang membutuhkan perawatan.

Korban asing pertama di China dikonfirmasi ketika seorang warga Amerika Serikat yang didiagnosis dengan virus 2019-nCoV meninggal di Wuhan.

Dua korban jiwa di luar daratan China adalah seorang lelaki China di Filipina dan seorang lelaki berusia 39 tahun di Hong Kong.

Sebanyak 70 orang di atas kapal pesiar Diamond Princess di lepas pantai Jepang telah dinyatakan positif terinfeksi penyakit tersebut. Semua penumpang kapal disuruh tinggal di dalam kabin untuk mencegah penyebaran virus lebih lanjut.

Beberapa negara telah melarang kedatangan pengunjung asal China, sedangkan beberapa maskapai besar telah menangguhkan penerbangan ke negara tersebut.
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2241 seconds (0.1#10.140)