Banyak Orang Tua Lakukan White Lies pada Anak, Apa Itu?

Jum'at, 14 Februari 2020 - 11:01 WIB
Banyak Orang Tua Lakukan White Lies pada Anak, Apa Itu?
Anak-anak Surabaya sedang mengikuti lomba lari. Bagi orang tua, mereka tak perlu melakukan white list pada anak-anaknya. Foto/SINDOnews/Aan Haryoo
A A A
SURABAYA - “Ayo nak, kalau tidak lekas tidur nanti didatangi hantu, Kalau nakal nanti ayah telepon pak polis lho, Kalau makanannya tidak dihabiskan nanti ayamnya mati".

Rangkaian kalimat ini masih sering diucapkan para orang tua pada anaknya atau biasa disebut dengan white lies.

Berbagai pernyataan seperti itu pada anak menjadi rahasia umum. Para orang tua menganggap kebohongan yang mereka lakukan bertujuan untuk mengubah keadaan dan perilaku anak biar mau menuruti mereka.

Ada banyak situasi yang menyebabkan orang tua berbohong pada anak. Seringkali hal tersebut dilakukan orang tua untuk melindungi perasaan anak agar tidak merasa kecewa atau sedih. Kebohongan jenis ini termasuk jenis white lies atau kebohongan yang bertujuan baik.

Dosen Psikologi Universitas Airlangga Dr Nurul Hartini SPsi MKes mengatakan, meskipun bermaksud baik, namun orang tua perlu mempertimbangkan akibatnya pada perkembangan mental anak. Sering berbohong pada anak dapat menyebabkan nalar anak kurang berkembang dan dapat membuat anak bingung.

“Kebohongan orang tua akan menimbulkan tanda tanya dan rasa tidak nyaman pada anak,” kata Nurul, Jumat (14/2/2020).

Menurut dia, berbohong sejatinya tidak dibenarkan meskipun bertujuan untuk menyenangkan anak. Sikap dan respon orang tua seharusnya menyatakan kebenaran dengan bahasa yang tidak menyakiti hati anak. “Caranya tentu dengan memilih pola mengomunikasikan yang bisa diterima anak dengan lapang,” kata dia.

Nurul mengatakan, anak-anak melihat orang tua sebagai sumber informasi yang akurat dan bisa diandalkan. Ketika orang tua berbohong dan si anak mengetahui kenyataan yang sebenarnya, bukan tak mungkin si anak akan ragu terhadap dirinya sendiri.

Bahkan, mereka juga meniru perilaku orang tua untuk berbohong. Dalam penelitian Hays dan Carver di Science Daily, disebutkan bahwa anak cenderung berbohong kepada orang yang juga berbohong kepada mereka. Mereka lalu merasa tak perlu menjunjung komitmen kepada orang yang sudah membohonginya.

Makanya, kata Nurul,, berkomunikasi secara terbuka terhadap anak adalah kunci kesuksesan membangun relasi harmonis orang tua dan anak. Strategi berkomunikasi pada setiap anak dan orang tua pasti berbeda karena setiap anak memiliki keunikan dengan karakteristik tertentu.

“Demikian juga setiap tahapan perkembangan anak menunjukkan pola dan seni berkomunikasi yang tidak sama. Kenali dengan benar karakteristik anak melalui relasi kasih sayang yang kuat dan positif,” kata dia.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.9204 seconds (0.1#10.140)