Jangan Tergiur Produk Murah di E-Commerce, Waspadai Barang Palsu

Sabtu, 15 Februari 2020 - 09:00 WIB
Jangan Tergiur Produk Murah di E-Commerce, Waspadai Barang Palsu
Keberadaan toko online mempermudah pihak-pihak tidak bertanggung jawab mengedarkan dan memperjualkan produk palsu atau ilegal. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Kehadiran platform e-commerce membuat transaksi jual beli di dunia digital semakin mudah dan efisien. Di sisi lain, keberadaan platform ini juga mempermudah pihak-pihak tidak bertanggung jawab mengedarkan dan memperjualkan produk palsu atau ilegal.

Seperti terlihat di situs online Bukalapak, tas dengan merek Long Champ berukuran sedang dibanderol dengan harga Rp250 ribu. Hal ini tentu sangat berbeda jauh dari harga aslinya yang berkisar Rp2 jutaan hingga Rp18 juta.

Selain tas, situs yang identik dengan warna merah ini pun menawarkan item aksesori sepatu wanita dari brand Melissa dengan harga Rp75 ribu. Harga ini juga sangat jauh berbeda dengan harga resminya yang di banderol Rp800 ribu hingga Rp1 jutaan.

Jika Bukalapak banyak menawarkan item fashion dengan harga terjangkau, situs jual beli online Tokopedia banyak menawarkan jam tangan replika dengan merek Gucci seharga Rp200 ribu hingga Rp2,5 juta. Tentu nilai yang ditawarkan sangat jauh berbeda dengan harga resminya yang mencapai USD650 atau sekitar Rp8,9 jutaan (kurs Rp13.720). Bahkan, untuk tipe legendaris harganya bisa mencapai ribuan dolar AS.

Begitu di situs Shopee, harga sepatu Nike Airmax 270 Black White hanya dibanderol Rp165 ribu, itu pun ada diskon menjadi Rp99 ribu. Padahal,harga aslinya bisa mencapaiRp2,1 jutaan.

Murahnya harga yang ditawarkan e-commerce untuk sejumlah item brand ternama tersebut cukup mampu menarik minat pembeli. Lantas, bagaimana sikap para e-commerce ini mewaspadai peredaran barang palsu alias tiruan?

Menurut Chief Operating Officer(COO) Tokopedia, Melissa Siska Juminta, barang palsu selalu memiliki permintaan (demand), terlebih lagi bila yang menjual barang tersebut masih banyak. Selama ada suplai dengan harga lebih miring daripada harga asli, maka barang palsu yang dijual melalui online shop akan terus bertambah.

“Di Indonesia memiliki pola pasar customer to customer yang artinya setiap orang bisa menawarkan barang jualannya dengan bebas ke orang lainnya. Setiap ada yang menawarkan barang dengan harga murah tentu akan ada peminatnya,” kata Melissa.

Solusi yang tepat untuk menekan meningkatnya pembelian barang palsu adalah dengan memberikan edukasi kepada para customer. Melissa menambahkan, yang bisa dilakukannya kepada customer adalah mengubah cara pikir dengan tidak membeli produk palsu atau kw.

“Kami berusaha memberikan penjelasan kepada konsumen bahwa membeli barang palsu itu tidak aman. Di samping kualitas yang kurang baik, tentunya banyak risiko lain. Seperti kalau membeli sepatu bola palsu bukan tidak mungkin bisa menimbulkan cedera, beli susu bahaya juga, beli make up palsu pun bahaya,” ujar Melissa.

Tokopedia hanya bisa menjadi penengah antara pembeli dan penjual jika ditemukan barang palsu. Penindakan yang mungkin dilakukan adalah dengan melakukan pemblokiran akun penjual. “Posisi kami adalah segera melakukan pemblokiran apabila terjadi pengaduan dari pemilik paten nya,” jelasnya.

Melissa mengungkapkan, untuk saat ini produk yang paling banyak dicari para konsumen adalah produk fashion hampir 16%, peringkat kedua beauty 4%, dan health and wellness 2%.

Hal senada diungkapkan Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia, Ignatius Untung. Menurut dia, tak mudah mengedukasi konsumen, terlebih lagi bila tingkat pendidikan mereka rendah. Mereka bisa sembarangan membeli barang palsu. Sementara pendidikan tinggi lebih mudah dididik untuk produk farmasi.

“Kalau berbicara produk pakaian, yang berpendidikan tinggi malah banyak juga pakai produk palsu, tapi merekalah yang paling mengerti mengenai produk pakaian tertentu. Jadi unik memang tingkat pendidikan dan ekonomi menentukan tingkat pembelian. Namun, untuk produk yang berhubungan dengan obat-obatan, mereka akan tetap memilih yang asli,” jelas Ignatius.

Sementara pakar belanja Amelia Masniari mengungkapkan, banyak perbedaan antara barang palsu dan asli. “Secara harga produk imitasi memang murah, tapi kualitasnya sangat tidak nyaman untuk dikenakan. Alih-alih menghemat, tapi malah membuat kantong jebol karena belum sampai sebulan sudah rusak,” ungkapnya.

Amelia yang dikenal sebagai Miss Jinjing itu menyarankan, dari pada membeli produk palsu, lebih baik beli barang bermerek preloved alias bekas, namun kondisinya masih bagus. Karena berstatus barang preloved, tentu harganya juga lebih miring ketimbang harga aslinya.

Namun, Anda pun bisa membedakan barang asli dan palsu jangan sampai tertipu dengan penampilan mulusnya. Untuk bisa membedakan Amel pun memberikan tipsnya. “Beberapa hal yang harus dilakukan calon pembeli untuk bisa membedakan barang asli atau palsu, terutama tas yaitu, lihat bahannya dan rasakan bahan produknya. Kalau bahan di dalamnya terasa keras atau kasar, maka itu palsu,” ujar Amelia.

Tidak hanya itu, pada produk asli memiliki kode atau urutan nomor di dalam produknya. Pastikan barang yang dibeli memiliki nomor seri. “Terkadang nomornya diumpetin supaya tidak ditiru, tapi kalau asli pasti ada kodenya. Setelah itu, perhatikan jahitan, motif, dan bahan,” tuturnya. (Aprilia S Andyna)
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2890 seconds (0.1#10.140)