Jeritan Hati Mahasiswa asal Lamongan yang Masih Tertinggal di Wuhan

Sabtu, 29 Februari 2020 - 11:55 WIB
Jeritan Hati Mahasiswa asal Lamongan yang Masih Tertinggal di Wuhan
Humaidi Zahid .Foto/Repro VoA
A A A
JAKARTA - Foto repro VoA

Humaidi Zahid (28), satu dari beberapa warga negara Indonesia (WNI) yang hingga kini masih terisolasi di Kota Wuhan, China, sangat berharap bisa segera kembali pulang ke kampung halamannya. Huamidi tinggal di Desa Payaman, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan.

Sudah beberapa hari sejak wabah virus Corona merebak di China, khususnya Kota Wuhan, Humaidi yang sedang menempuh pendidikan S2 Jurusan Linguistik, terisolasi di kampusnya, Central China Normal University (CCNU). Secara umum, kondisi Humaidi sehat. Dia pun rajin berkomunikasi dengan kerabatnya di kampung halaman.

"Dia sampai saat ni sehat-sehat saja.
Dia sudah mencoba menghibur diri dengan cara menerima keadaan. Semua keadaan ini dari Tuhan. Kepasrahannya meninggi," ungkap Biharuddin Aziz, kerabatnya di kampung halaman kepada SINDOnews, Sabtu (29/2/2020).

Kendati begitu, dengan kondisi yang dialaminya, Humaid merasa mentalnya menjadi tidak stabil, kadang naik dan turun. "Sementara ini dia memilih menenangkan diri. Berusaha menghidupkan semangatnya lagi," kata Biharuddin.

Kabar baik sempat datang ketika pada 2 Februari 2020 lalu, Pemerintah Indonesia mengevakuasi ratusan WNI dari Kota Wuhan. Namun sayang, akibat menderita batuk, Humaidi akhirnya tertinggal tidak ikut dievakuasi, meski saat itu sudah berada di bandara dan tinggal diterbangkan saja ke Indonesia. Humaidi akhirnya harus dibawa balik kembali ke kampusnya untuk diisolasi sementara teman-teman lainnya sudah dipulangkan.

”Susah kalau ngomong (perasaan), harus merasakan (sendiri). Ya umumnya mungkin kosa kata yang pas itu sedih. Saya pas itu lebih dari sedih. Mental saya itu njompang, ingin nyebur sumur,” kata Humaidi saat ditanya perasaannya ketika harus ditinggal di Wuhan dan menjadlani isolasi, dikutip dari VoA yang videonya viral di media sosial.

Humaidi menceritakan, pada hari itu saat berada di bandara hendak dievakuasi, ada perintah untuk mengisi pernyataan dalam selembar kertas. Dia kemudian mencontreng kolom “batuk” yang sudah tertera di form tersebut. Tak disangka, gara-gara itu, dia akhirnya batal dipulangkan.

“Ini kan memang musim dingin dan saya mantan perokok juga. Saya tertahan gara-gara awalnya itu (mengisi kolom batuk). Awalnya saya tenang, oh ini nanti paling tim evakuasinya akan keluar lagi jemput kita karena mereka punya jabatan, terus bisa keluar, bisa ngelobi, bisa bawa masuk kita (ke pesawat), ternyata nggak bisa Mas. Dan positif kita dapat kabar, pesawatnya itu sebentar lagi take off," tuturnya.

Saat itu, suhu tubuh Humaidi rata-rata 36 derajat Celsius, namun dipastikan dia tidak terindikasi terinveksi Corona dan hanya batuk biasa.

"Sedikit-sedikit tes suhu. Kalau sama panas, emang kenapa? Orang gak boleh sakit, nggak boleh panas kah? Ada tanda-tanda sedikit saja, 'aduh nafasku kok gak enak, wah tanda-tanda ini corona, ini corona, ini orang-orang jadi takut," ungkapnya.

Hal yang lebih menyedihkan, sekembalinya ke kampus, dia dilarang keluar asrama. Rasa kesepian pun menggelayuti pikirannya setiap saat. "Saya mengetuk tiap pintu di sebelahku, saya ingin merasakan keberadaan makhluk hidup, bahkan demit saja saya harap-harap ada lah. Masak gak ada mahluk halus sih di sini buat teman," urainya.

Di tengah rasa kesepian dan gundah gulana, alumni Pondok Pesantren Darul Ma'arif Payaman, Lamongan ini mengaku semakin rajin menjalankan salat. "Akibat kejadian ini, saya itu semakin nafsu untuk salat. Minggu pertama (diisolasi sendirian) itu kosong hati saya. Hambar. Saya kayak jasad yang nggak punya nyawa. Malu ngomong gini, tapi beneran ketika saya ngaji (membaca Alquran) itu hati saya baru terisi," paparnya.

Untuk kebutuhan logistik makanan di asrama bisa dikatakan cukup karena pihak kampus menyediakan makanan tiga kali sehari. Meski kebutuhan primer terpenuhi, rasa ketakutan tak bisa dibendung. Apalagi korban nyawa di luar terus bertambah.

Korban meninggal akibat infeksi virus Corona di seluruh dunia hingga Kamis (27/2/2020) mencapai 2.801 orang. Sekitar 2.744 kematian berasal dari daratan, terutama Provinsi Hubei.

Kini, harapan Humaidi hanya satu, bisa segera pulang ke Tanah Air. Sayang, harapan itu belum ada kejelasannya. "Saya masih belum mendengar kabar baik akan dipulangkan. Mereka (pemerintah Indonesia) mungkin masih capek atau gimana, saya gak tahu. Pokoknya gak terlalu berharap. Cuma berharap saja terus (bantuan) nggak datang-datang. Hari-hari saya (di ruang isolasi) kan diisi dengan menunggu saja. Berharap saja, jatuh sendiri saya nanti malah.
Jadi saya biasa-biasa saja di situ. Kalau memang ada (penjemputan) alhamdulillah, ayo pulang. Kalau gak ada ya saya di dalam kamar saja," ungkapnya.
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2422 seconds (0.1#10.140)