Matematika COVID-19, Kita Tak Boleh Lagi 'Santuy'

Sabtu, 14 Maret 2020 - 21:24 WIB
Matematika COVID-19, Kita Tak Boleh Lagi Santuy
Ilustrasi ruang perawan pasien positif virus Corona atau Covid-19. Foto/EPA/Yuan Zeng via The Guardian
A A A
JAKARTA - Mungkin masih banyak pihak tidak terbayang seberapa besar dampak COVID-19 bagi Indonesia, khususnya bagi sistem kesehatan. Padahal berdasarkan matematika sederhana, kondisi ini merupakan darurat sistem kesehatan Indonesia.

Untuk itu, seorang Fulbright scholar, lulusan MPH 2020 Harvard University, dan FKG UI 2006, drg Monica Nirmala, MPH, mengajak semua pihak berhitung secara sederhana, berdasarkan data yang sudah ada terkait pandemi COVID-19 sejauh ini.

Monica menyebutkan, estimasi berdasarkan data, sebanyak 20% total populasi orang dewasa akan terinfeksi COVID-19. "Ini estimasi yang konservatif, karena ilmuwan Profesor Lipsitch dari Harvard memperkirakan 20%-60% populasi dewasa akan terinfeksi COVID-19," kata Monica Nirmala kepada SINDOnews, Sabtu (14/3/2020).

Menurut Monica, sebanyak 20% pasien COVID-19 membutuhkan opname di rumah sakit, terdiri dari 15% rawat inap biasa dan 5% rawat intensif. Sedangkan 80% pasien lainnya hanya akan menunjukan gejala ringan, sehingga tidak butuh diopname.

"Ada 3% fatality rate. Itu persentase kematian berdasarkan kasus yang terkonfirmasi dari WHO," ungkap dia.

Penularan COVID-19 bertambah secara eksponensial dengan faktor 1.15. Artinya, dibutuhkan waktu 20 hari dari jumlah kasus 100 menjadi 1.000, dan kemudian 13 hari dari jumlah kasus 1.000 menjadi 10.000.

“Sekarang mari kita ambil contoh Provinsi X di Indonesia. Saya samarkan nama provinsinya, tetapi data sesuai dengan kenyataan di lapangan, dan sudah ada suspek kasus COVID-19 dari sana," kata dia.

Dia menyebutkan, Provinsi X punya penduduk 2 juta orang. Artinya, seiring waktu berjalan diperkirakan 400.000 orang di sana akan terinfeksi COVID-19. Dari jumlah itu, 80.000 orang di antaranya akan butuh dirawat di rumah sakit, yang terbagi atas 60.000 rawat inap biasa dan 20.000 rawat intensif. Lalu ada 12.000 akan meninggal karena COVID-19.

Rasio tempat tidur rumah sakit berbanding jumlah penduduk di Provinsi X adalah 1:1000. Artinya, di Provinsi X hanya tersedia 2.000 total tempat tidur rumah sakit. Ini sudah jumlah gabungan semua ruangan rawat inap, meliputi ruang isolasi, rawat inap biasa, ICU, dan HCU, dan semua tipe rumah sakit.

"Saya belum tahu jumlah ventilator di Provinsi X tapi perkiraan saya pastinya jauh di bawah angka 20.000. Yaitu jumlah orang yang membutuhkan perawatan intensif," kata dia.

Dengan pertumbuhan COVID-19 secara eksponensial, kata Monica, Provinsi X akan mencapai angka 2.000 pasien COVID-19 yang butuh rawat inap (maksimal kapasitas rumah sakit di Provinsi X) dalam waktu 40 hari sejak orang pertama terinfeksi COVID-19.

"Ledakan pasien seperti ini yang terjadi pada Italia, Iran, Korsel, dan China. Itu juga mengapa China harus segera membangun rumah sakit dalam waktu 1 minggu saja," jelas Monica.

Menurut Monica, COVID-19 adalah kegawatdaruratan untuk sistem kesehatan. Bagaimana caranya Provinsi X merawat 80.000 orang pasien hanya dengan 2.000 tempat tidur? Apalagi masih ada pasien-pasien penyakit lainnya yang biasanya sudah memenuhi setidaknya 70% dari total tempat tidur (bed occupancy rate).

"Satu-satunya cara adalah dengan memperlambat penularan sebisa mungkin. Kita harus menunda membludaknya pasien, agar sistem kesehatan kita tidak kolaps. Dengan kata lain atau kasarnya, kita sakitnya harus gantian. Kalau kita sakit berbarengan, sistem kesehatan kita pasti ambruk. Pasien-pasien akan dirawat di selasar-selasar rumah sakit, atau tidak akan kebagian tempat rawat sama sekali, bisa jadi berjatuhan korban dari kalangan tenaga medis," urai dia.

Monica mengatakan, hal ini adalah potret yang sangat mengerikan. Bahkan Italia menggambarkan situasi sekarang di sana seperti di medan perang.

"Lalu, bagaimana caranya kita bisa memperlambat penularan?" ujar dia.

Monica menyarankan untuk menekan angka interaksi sosial. "Contohnya, berdiam dalam rumah, karantina, meliburkan sementara sekolah, batalkan atau hindari acara-acara yang mengumpulkan banyak orang (konser, berdesakan di kereta/bus), menunda mudik, dan lainnya adalah cara-cara sangat penting yang harus kita upayakan sekarang juga!” kata dia dengan nada tegas.

Monica menyebutkan, jika 1 orang saja yang positif COVID-19 batuk dan bersin maka orang-orang berjarak 2 meter dari orang tersebut dapat terpapar dan bisa menularkan ke keluarga di rumah, sehingga akan menambah laju penularan secara signifikan.

"Bayangkan jika ada beberapa orang yang positif (tapi tidak sadar) yang kemudian menularkan ke banyak orang," kata dia.

Langkah kedua yakni, Lacak, tes, obati (trace, test, treat). Suspek dan pasien COVID-19 harus segera diisolasi ketat. Seluruh kontak harus diselidiki dan dipantau dan segera lakukan perawatan yang memadai kepada pasien.

"Kita sudah tidak punya waktu untuk 'santuy' alias santai-santai. Tidak perlu panik, tapi kita harus waspada dan mempersiapkan diri. Gambaran saya ini semata-mata matematika sederhana yang menunjukkan betapa besarnya gelombang pandemi COVID-19 yang sudah di depan mata kita," pungkas Monica.
(nth)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.1142 seconds (0.1#10.140)