Elu Gue End Hoaxholic

Senin, 23 Maret 2020 - 22:30 WIB
Elu Gue End Hoaxholic
ilustrasi
A A A
SURABAYA - Indonesia dan India memiliki beberapa kesamaan. Sama-sama negara multiagama. Dan sama-sama rawan terjadi kerusuhan akibat hoax. Hampir setiap momen, hoax seolah diproduksi dan disebarkan luas. End to End. Begitu cara hoax disebar via Whastapp.

“Banyak video tak pantas disebar melalui WhatsApp. Pesan di WhatsApp bersifat end-to-end, dengan kata lain pesan hanya dilihat oleh pengirim dan penerima,” kata Menteri Elektronik dan Informasi Teknologi India, Shri Ravi Shankar Prasad, pertengahan 2017 silam.

Setahun kemudian, hoax menelan korban di India. Seorang pemuda tewas dikeroyok massa akibat dituding menculik anak. Rumor tentang penculik anak memang sedang marak-maraknya di India. Berita penggringan opini tersebut menyebar melalui WhatsApp. Karena penggiringan opini itu, massa diselimuti kecurigaan. Adalah Mohammad Azam yang menjadi korban tewas.

Dia bersama kedua orang temannya menjadi bulan-bulanan oleh ribuan orang. Peristiwa tragis itu terjadi pada 16 Juli 2018, sehari setelah Whatsapp memasang iklan di sebuah koran berisi tips menghadang hoax. Nyatanya iklan itu gagal. Pascapengeroyokan itu, polisi menangkap 25 orang sebagai tersangka..

Rudiantara pada saat menjabat menteri pernah menyebut, setidaknya ada 700 sampai 800 ribu situs penyebar hoax dan ujaran kebencian. Sudah kebayangkan ngerinya hoax. Apalagi ada 700 – 800 ribu situs menyebarkan hoax dan ujaran kebencian.

Bisa berarti memang ada kelompok atau perseorangan yang hoaxholic, orang yang kecenderungan ketagihan memproduksi hoax. Pada periode 2017-2018, Polri pernah membongkar kelompok Muslim Cyber Army dan Saracen. Dua kelompok ini mempunyai ribuan akun untuk mengubah atau memenangkan opini publik.

Pada momen wabah COVID-19, jumlah hoax virus corona yang beredar semakin banyak. Data per Kamis (12/3/2020), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menemukan 196 hoax dan disinformasi seputar virus corona di Indonesia.

"Ada 196 per hari ini. Ada 'Karyawan meninggal karena corona, Nokia sterilisasi kantornya di Menara Mulia' salah, itu disinformasi," kata Menkominfo Johnny G. Plate di Plataran Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (12/3/2020) dikutip dari Detik."'Takut corona, warga Tiongkok berebut Al-Quran untuk dipelajari' salah itu, itu kejadian pembagian kitab suci di tahun yang lain," imbuh pengganti Rudiantara ini.

Pada saat musibah seperti ini, ayo menelaah bagaimana memerangi hoax. Caranya, cek sumber berita. Meski penyebaran informasi semakin cepat antarakun WA, sebaiknya jangan percaya dulu tentang isi berita. Lacak dulu sumbernya. Apalagi ada akses internet. Bisa dicek langsung ke situsnya. Konten yang sifatnya positif pun harus dicek kembali agar tidak memicu kepanikan.

Seperti konten di bawah ini,
Mulai jam 12.00 siang ini, Surabaya & Malang ditetapkan sbg wilayah TRANSMISI LOKAL Covid-19.”Setiap org yg memiliki riwayat perjalanan ke SBY & MLG, dan ada gejala ISPA (Bapilnas/sesak) maka sudah masuk kategori ODP,,
Bila sehat / tdk ada gejala pun sdh termasuk ODR (Org Dgn Resiko), mohon untuk isolasi mandiri di rumah 14 hr” Dimohon kesabaran & kerjasamanya, bila tdk ada kebutuhan mendesak, sebaiknya hindari perjalanan ke 2 kota tsb.

Begitu dicek kepada pihak berwenang, ternyata info di atas tidak ada. Artinya setiap ada konten dikirim via grup WA atau dishare via WA, hati-hati jangan terprovokasi. Sebagai bahan pembanding, banyak-banyaklah membaca sehingga kita banyak referensi. Ambil referensi dari buku, media arus utama, jurnal, atau majalah. Setidaknya materi yang terbit pada media-media tersebut sudah terverifikasi melalui jalur wartawan, asisten redaktur, redaktur, bahkan hingga dua saringan lagi, yakni redaktur pelaksana hingga pemimpin redaksi.

Jadi kalau menerima konten hoax, jangan langsung disebar ya. Cukup di kamu aja. Biar lu gue end dari hoaxholic
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.5865 seconds (0.1#10.140)