Gerakan Tolak Omnibus Law Desak Pemerintah Berlakukan Lockdown Lokal

Sabtu, 28 Maret 2020 - 15:13 WIB
Gerakan Tolak Omnibus Law Desak Pemerintah Berlakukan Lockdown Lokal
Salah seorang anggota Getol Jatim berunjukrasa di depan Gedunng Negara Grahadi, Sabtu (28/3/2020).Foto/SINDONews/Lukman Hakim
A A A
SURABAYA - Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) Jawa Timur (Jatim) mendesak pemerintah transparan dan terbuka dalam penanganan pandemi Covid-19.

Aliansi lintas sektoral itu juga meminta pemerintah menetapkan wilayah-wilayah di Jatim yang menjadi episentrum penyebaran Covid-19 dan memberlakukan lockdown atau karantina wilayah tersebut.

Sekjen Federasi KontraS Andy Irfan Junaedi yang juga tergabung dalam aliansi tersebut mengatakan, pandemi Covid-19 pada tanggal 15 Maret 2020 oleh pemerintah Indonesia sebagai bencana nasional non alam.

Per tanggal 26 Maret 2020, Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai negara dengan jumlah kasus positif terbanyak setelah Malaysia dan Thailand. “Walau begitu, rasio kematian di Indonesia tertinggi di ASEAN dan bahkan mengalahkan prosentase kematian di Spanyol,” katanya, Sabtu (28/3/2020).

Di Jatim, hingga sore kemarin, zona merah Covid-19 juga terus bertambah. Saat ini zona merah di Jatim sebanyak 10 kabupaten dan kota. Ke-10 zona merah itu antara lain, Kota Surabaya, Gresik, Situbondo, Jember, Lumajang, Malang Raya, Blitar Raya, Kediri, Magetan, Sidoarjo. Artinya, di 10 kabupaten dan kota tersebut terdapat pasien positif Covid-19.

Pasien positif Covid-19 di Jatim juga menjadi 66 orang. Kemudian yang Pasien Dalam Pengawasan (PDP) menjadi 267 orang. Untuk yang Orang Dalam Pemantauan (ODP) menjadi 3. 781 orang. Kemudian 8 orang sembuh dan 4 orang meninggal dunia.

“Hingga hari ini pemerintah belum mengambil kebijakan yang cukup signifikan bagi kaum burug. Buruh masih harus bekerja dalam kondisi terpaksa, tidak aman serta tanpa perlindungan dari ancaman tertular corona,” ujar Andy.

Untuk itu, pihaknya mendesak pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan agar semua industri meliburkan buruh dan melakukan lockdown atau karantina wilayah.

Selama masa lockdown atau karantina wilayah, perusahaan tetap membayar upah 100 persen upah buruh, 100 persen Tunjangan Hari Raya (THR) Idul Fitri dan tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

“Pemerintah juga harus segera melakukan rapid test secara gratis kepada seluruh masyarakat yang tinggal di wilayah karantina,” pungkas Andy.
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 4.5003 seconds (0.1#10.140)