Kelola Stres Pandemi Corona Dapat Proteksi Tubuh dari Covid-19

Sabtu, 04 April 2020 - 10:15 WIB
Kelola Stres Pandemi Corona Dapat Proteksi Tubuh dari Covid-19
ilustrasi
A A A
JAKARTA - Mengelola stres yang baik diyakini dapat meningkatkan imunitas tubuh sehingga proteksi tubuh terhadap serangan virus meningkat.

Untuk mengolah stres secara maksimal, kesehatan mental menjadihal penting yang harus diperhitungkan. Apalagi di tengah pandemi virus corona saat ini. Citra Fitri Agustina, seorang dokter spesialis kejiwaan, mengatakan perubahan yang terjadi secara tiba-tiba pada seseorang dalam proses adaptasi kesehariannya bisa berdampak kurang baik bagi kejiwaan. Perubahan pola tersebut secara psikis akan berdampak banyak pada mental seseorang.

Salah satunya perubahan cara kerja secara tiba-tiba, terutama bagi yang sudah tua. Mereka kata Citra cenderung sulit beradaptasi, apalagi jika diharuskan menggunakan teknologi. (Baca: Jika Mudik Tak Dilarang, RI Potensial Masuk Negara Paling Terpapar Corona)

Setelah pandemi corona menyerang Indonesia awal Maret lalu, pemerintah mengeluarkan kebijakan mengharuskan antar orang per orang untuk saling menjaga jarak. Termasuk dalam urusan kerja, beribadah, dan belajar dilakukan di rumah.

Secara tiba-tiba perubahan pola kebiasan pun berubah. Pekerja kantoran, anak sekolah mengubah cara mereka dengan bekerja atau belajar di rumah. Meski begitu mereka tetap dituntut untuk terus produktif.

“Banyak yang mengeluh saat sedang meeting online karena harus terganggu dengan kehadiran anak. Belum lagi tugas sekolah anak-anak yang juga membawa dampak stres bagi anak dan orang tuanya,” ungkap Citra yang juga dokter di RS Evasari Awalbros, Jakarta ini.

Menurutnya dampak stres akan lebih besar terasa jika sebelumnya seseorang memiliki riwayat gangguan kesehatan mental sebelumnya.

Citra mencontohkan ada pasienkeluhan panik berlebih yang sebenarnya sudah dua bulan terakhir dinyatakan sembuh. Namun dengan adanya perubahan pola kebiasaan serta informasi mengenai virus corona yang terus-menerus, serangan panik terhadapnya kembali hadir.

“Pasien saya tiba-tiba sesak, lalu muncul kepanikan seakan-akan dia telah terinfeksi virus corona. Beruntung dia terbiasa melatih emosi,” jelasnya.

Stres bukan hanya karena polarutinitas yang berubah, informasi negatif juga sangat berdampak. Apalagi mereka yang telah memiliki gangguan mental sebelumnya. Namun seorang yang semula punya mental sehat pun bisa terdampak.

“Informasi negatif bisa menimbulkan kecemasan, stres hingga kecanduan berita. Secara tidak sadar seseorang akan resah jika tidak menonton atau membaca mengenai virus corona,” paparnya.

Melihat fenomena ini, lanjut Citra, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) telah ikut membantu dengan memberikan pendampingan psikososial gratis bagi siapa pun yang terdampak virus corona. PDSKJI kini membuka layanan melalui akun media sosial Instagram, Facabook, dan e-mail.

Yang paling penting, masyarakat harus ikut terlibat saling menjaga. Tidak membuat kekacauan yang menimbulkan keresahan dalam masyarakat.

Citra menyayangkan sikap sebagian warga yang menolak pemakaman jenazah korban pandemi corona. Menurut dia, sikap sebagian orang tersebut dapat menimbulkan kekhawatiran baru. “Bukan hanya bahaya virusnya, tetapi sekarang sampai pada stigma di masyarakat,” sesalnya.

Mirisnya lagi kini terjadi diskriminasi terhadap perawat, keluarga pasien hingga mereka yang pernah menjadi ODP dan PDP. “Padahal persatuan bangsa ini seharusnya dapat dibuktikan dalam musibah ini,” ungkap Citra.

Untuk mengatasi tingkat sters yang kini terjadi di masyarakat, pemerintah harus menciptakan ketenangan. Harus ada tokoh-tokoh masyarakat yang menyuarakan pandemi ini bukan sesuatu hal yang menjatuhkan dan fatal. “Saat ini kan terjadi stigma jika pandemi ini sebagai azab yang diturunkan Tuhan,” sambungnya.

Selain itu masyarakat harus lebih bijaksana menanggapi informasi virus corona. Jika dirasa sudah mengganggu aktivitas sehari-hari sebaiknya segera mencari bantuan psikolog atau psikiater.

Sementara itu Ustaz Hilman Fauzi menilai masyarakat memerlukan penguatan iman dan imun. Komunikasi dakwah harus dihadirkan, suara para ulama dan tokoh agama lainnya diperlukan untuk menenangkan kegelisahan. “Kalimat-kalimat menenangkan begitu penting agar tidak berdampak pada tingkat stres yang tidak diinginkan,” ungkap Hilman. (Ananda Nararya)
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 4.4348 seconds (0.1#10.140)