Sanksi AS Menghantui Indonesia, karena Beli Su-35 Rusia

Jum'at, 09 November 2018 - 08:23 WIB
Sanksi AS Menghantui Indonesia, karena Beli Su-35 Rusia
Pesawat jet tempur Su-35 Rusia. Foto/REUTERS/Pascal Rossignol
A A A
JAKARTA - Ancaman sanksi dari Amerika Serikat (AS), menghantui program Indonesia untuk pengadaan pesawat tempur multirole Sukhoi Su-35 "Flanker-E" dari Rusia.

Militer Indonesia, yang memilih berada pada posisi netral menegaskan, bahwa pihaknya memerlukan jet tempur Timur dan Barat.

Washington telah memberlakukan undang-undang (UU) bernama Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA). Dalam UU itu, AS merasa berhak menjatuhkan sanksi terhadap negara mana saja yang membeli persenjataan Rusia.

UU AS itu sejatinya hanya ditargetkan pada Moskow sebagai respons atas aneksasi Crimea dari Ukraina pada 2014, dan dugaan ikut campur pemilu AS 2016. Namun, China telah dikenai sanksi tersebut, karena membeli beberapa jet tempur Su-35 dan sistem rudal S-400 Moskow.

Kepala Penerangan TNI-AU Marsekal Pertama Novyan Samyoga mengatakan kepada IHS Jane dalam pameran Indo Defence 2018 di Jakarta, bahwa UU AS tersebut berpotensi memaksa Indonesia membeli pesawat tempur Barat.

Menurut analisa IHS Jane yang dikutip Jumat (9/11/2018), jika pemaksaan itu terjadi, maka pesawat tempur F-16 Viper Lockheed Martin kemungkinan akan dipilih oleh TNI-AU daripada Su-35 Rusia.

Indonesia telah menandatangani kontrak untuk pengadaan 11 unit jet tempur Su-35 pada bulan Februari tahun ini, atau hanya beberapa bulan setelah AS mengesahkan CAATSA.

Menurut Samyoga, meskipun kontrak telah ditandatangani, Indonesia tidak akan memiliki pilihan lain untuk mengakhiri kesepakatan jika pemerintah AS memperkenalkan sanksi keras terhadap Indonesia.

Pemerintah AS memberlakukan sanksi terhadap Indonesia mulai tahun 1990-an hingga 2005 sebagai akibat dari dugaan pelanggaran hak asasi manusia militer Indonesia di Timor Timur (sekarang bernama Timor Leste).

Sanksi berupa larangan membeli peralatan militer AS itu sangat merugikan TNI-AU, karena berpengaruh pada nasib komponen armada pesawat buatan AS seperti pesawat F-16 dan C-130 Hercules.

"Kami perlu mengoperasikan kombinasi jet tempur Timur dan Barat," kata Samyoga.

"Politik tidak pasti, dan kami butuh keseimbangan karena jika kami memiliki masalah dengan Barat, kami dapat menggunakan pesawat yang dibuat di Timur. Kami telah dijatuhi sanksi sebelumnya, jadi kami tahu kami membutuhkan keseimbangan itu," ujarnya.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.0123 seconds (0.1#10.140)