BKN Sebut Formasi CPNS Terancam Tak Terisi

Sabtu, 10 November 2018 - 10:38 WIB
BKN Sebut Formasi CPNS Terancam Tak Terisi
banyak formasi jabatan terancam tidak terisi pada seleksi calon pegawai negeri sipi (CPNS) tahun ini.Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Kepala Biro (Karo) Humas BKN Mohammad Ridwandi mengatakan, banyak formasi jabatan terancam tidak terisi pada seleksi calon pegawai negeri sipi l (CPNS) tahun ini.

Kondisi ini terjadi karena rendahnya nilai kelulusan seleksi kompetensi dasar (SKD). Hanya sebagian kecil CPNS yang bisa memenuhi passing grade. Berdasar data yang telah diolah Badan Kepegawaian Negara (BKN), kelulusan CPNS untuk kementerian/ - lembaga hanya berkisar di angka 4%.

Adapun untuk di tingkatan daerah, angka kelulusan antara 1-3%. Sebagai informasi, jumlah peserta SKD atau lolos administrasi sekitar 2,8 juta orang. Untuk diketahui, setiap peserta SKD harus mengerjakan 100 soal yang terdiri atas soal tes wawasan ke bang saan (TWK) 35 soal, tes inteligensia umum (TIU) 30 soal, dan tes karak teristik pribadi (TKP) 35 soal.

Setiap peserta dinyatakan lulus ke tahap berikutnya jika memenuhi passing gra de. Adapunpassing grade bagi peserta SKD 143 untuk TKP, 80 untuk TIU, dan 75 untuk TWK. Hingga kemarin belum ada kejelasan apakah fakta tersebut terjadi karena tingginya tingkat kesulitan soal atau rendahnya kualitas CPNS.

Atas masalah tersebut, kalangan DPR meminta adanya evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan seleksi CPNS tersebut. “Bukan hanya beberapa, tapi banyak formasi yang tidak terisi. Data terbaru kelulusan passing grade masih kecil,” kata Kepala Biro (Karo) Humas BKN Mohammad Ridwandi Jakarta, Sabtu (10/11/2018).

Lantas langkah apa yang bakal diambil pemerintah untuk mengatasi persialan tersebut? Ridwan menyatakan sampai saat ini belum ada kebijakan baru yang dibuat panitia seleksi nasional (panselnas) CPNS.

Dia menyebut panselnas sempat mengadakan rapat untuk menampung masukan dari berbagai pihak terkait kondisi ini. “Selasa depan ada rapat panselnas, semua masukan dari berbagai pihak seperti Ombudsman, BKN, BPKP, Kemendikbud, Kemenristek Dikti akan di-list .

Nanti akan ada beberapa skenario yang diterbitkan. Saya tidak tahu seperti apa,” tuturnya. Namun dia mengakui bahwa ada masukan skenario lain jika ingin formasi-formasi yang dibuka tetap terisi. Tapi hal tersebut masih perlu kajian mendalam.

BKN sendiri menekankan yang paling penting adalah ketepatan waktu apa pun kebijakan yang dikeluarkan. “Yang penting apa pun keputusannya jangan lebih dari minggu depan. Tanggal 17 November kan SKD selesai. Tanggal 18 November diumumkan.

Tanggal 25 November seleksi kompetensi bidang (SKB) di mulai. Kalau ada kebijakan baru butuh waktu nanti tidak cukup pemberkasan tahun ini. Jadi maksimal minggu sudah ada keputusan,” jelasnya.

Pakar administrasi publik Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah mengatakan, banyak faktor yang bisa menyebabkan tingkat kelulus an SKD begitu rendah. Salah satunya kualitas soal yang mungkin tingkat kesulitannya tinggi.

“Pertama kalau dilihat kualitas soal, kan yang dibuat konsorsium perguruan tinggi. Tapi saya tidak tahu siapa saja yang dilibatkan. Ini mungkin yang buat profesor jadi soalnya canggih-canggih. Tapi tetap hal ini yang bisa mengevaluasi pemerintah terkait pembuatan soal,” paparnya.

Kedua , Lina menyebut kualitas lulusan juga bisa men jadi faktor rendahnya kelulusan. Dia menilai mahasiswa saat ini cenderung kurang berjuang keras karena dininabobokan oleh teknologi. “Kebanyakan Google jadinya copy paste .

Bisa jadi mereka tidak paham. Ini kita berbicara persaingan perguruan tinggi seluruh Indonesia. Walaupun memang Kemeristek Dikti punya standardisasi untuk masing-masing perguruan tinggi, tapi generasi milenial perjuangannya kurang keras, membaca malas.

Bisa jadi itu mendukung,” ungkapnya. Lebih jauh dia melihat ada kemungkinan standar kelulus an yang ditetapkan pemerintah terlalu tinggi. Namun karena passing grade tidak ada kenaikan dari seleksi CPNS se be lumnya, Lina menilai kedua faktor sebelumnya cukup memengaruhi.

“Tapi sebenarnya passing grade itu harus disesuaikan degan kebutuhan jabatan. Ada posisi-posisi yang memang bisa memasang standar tinggi. Kalau misalnya Papua pakai standar nasional pasti banyak yang tidak akan lulus. Passing grade tapi harus proporsional,” tuturnya.

Terkait dengan kondisi ini, Lina menilai pemerintah harus tetap konsisten dengan kebijakan yang sudah ditetapkan. Kalau pemerintah mengubah kebijakan dengan menghapus passing grade, dia khawatir hal ituakan berpengaruh pada kredibilitas pemerintah.

“Kan tidak lucu jika ditengah jalan passing grade di turunkan atau dihilangkan. Masyarakat bisa tidak percaya lagi dengan pemerintah. Selain itu bisa menimbulkan praktikprak tik transaksional. Kalau sudah begitu bisa jadi temuan, korupsi, dan lainnya,” katanya.

Jika pemerintah bertahan dengan kebijakan saat ini, Lina mengaku langkah tersebut akan mengorbankan anggaran yang sudah dikeluarkan untuk seleksi. Pasalnya dengan banyaknya formasi yang tidak terisi, harus dilakukan seleksi ulang. “Memang itu risikonya. Pemerintah harus melakukan seleksi lagi tahun depan, bulan Februari, agar tidak terlalu lama formasi kosong,” jelasnya.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.7340 seconds (0.1#10.140)