Aktivis Anti-Korupsi Praperadilkan Polres Blitar

Sabtu, 08 Desember 2018 - 07:08 WIB
Aktivis Anti-Korupsi Praperadilkan Polres Blitar
n gugatan pra peradilan di Pengadilan Negeri Blitar. Foto/SINDOnews/Solichan Arif
A A A
BLITAR - Dalam penetapan tersangka kasus dugaan penyebaran kabar bohong (hoax) surat palsu KPK itu, polisi dinilai melakukan kekhilafan hukum.

Selain tidak prosedural dan berakibat cacat hukum, penetapan tersangka Triyanto terkesan dipaksakan. “Hari ini kami resmi mendaftarkan gugatan pra peradilan, “ujar M Sholeh, kuasa hukum Moh Triyanto kepada SINDOnews.com Jumat (7/12/2018).

Bersama Moh Triyanto, Sholeh mendatangi Kantor Pengadilan Negeri Blitar. Keduanya dikawal ratusan massa aktivis anti korupsi Blitar. Sholeh membeberkan sejumlah keganjilan hukum yang menjadi dasar gugatan pra peradilan.

Pertama, kliennya (Moh Triyanto) tidak pernah menjalani proses penyelidikan (lid). Begitu menerima laporan Bupati Blitar melalui Kabag Hukum (16 Oktober 2018), di tanggal yang sama, Polres Blitar langsung menerbitkan sprindik (surat perintah penyidikan) untuk Triyanto.

“Ini aneh. Harusnya penyelidikan (lid) dulu, baru penyidikan (dik). Ini langsung ujuk- ujuk, penyidikan,“ujar Sholeh. Sebelum tahapan penyidikan, polisi juga tidak pernah memintai keterangan saksi saksi, termasuk terlapor dan pelapor.

Apa yang dilakukan penyidik Polres Blitar tidak sesuai ketentuan KUHAP. Polres Blitar dinilai juga mengabaikan Peraturan Kapolri No 14 Tahun 2012, yakni setiap penyidik berkewajiban melakukan penyelidikan (lid) sebelum melangkah ke penyidikan (dik).

Kenapa demikian?. Sebuah peristiwa yang dilaporkan, harus dipastikan dulu ada tidaknya unsur pidana. Jika ditemukan pidana, maka langkah berikutnya dicari tersangkanya. SPDP (surat perintah dimulainya penyidikan) yang dalam waktu 7 hari (maksimal) setelah terbit disampaikan ke kejaksan dan terlapor, tidak dilakukan.

Triyanto baru menerima SPDP pada tanggal 30 November 2018, yakni lebih dari 30 hari setelah perintah penyidikan terbit. “Yang terjadi di Polres Blitar, penyidik melakukan konsep perdukunan, yakni yakin dulu baru proses menyusul. Artinya jika dari awal prosesnya sudah salah, maka kelanjutannya juga salah, “ungkap Sholeh.

Keganjilan ketiga adalah pelapor kasus penyebaran hoax surat palsu KPK bukan Bupati Blitar Rijanto sendiri. Padahal surat palsu KPK yang beredar ditujukan kepada Bupati Blitar. Yang melapor justru Kabag Hukum Pemkab Blitar yang kata Sholeh bukan pihak yang dirugikan.

“Harusnya Bupati Blitar sendiri yang melapor. Bupati dalam keadaan sehat dan ada di Blitar. Polisi dari awal harusnya bertanya (kepada Kabag Hukum), anda bukan pihak yang dirugikan, kenapa anda yang melapor?. “terang Sholeh. Pemeriksaan Bupati Blitar Rijanto selaku pelapor tidak di Polres Blitar juga menjadi poin gugatan pra peradilan.

Menurut Sholeh dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia semua kedudukan warga negara didepan hukum sama. Tidak ada warga negara kelas satu maupun kelas dua. “Di depan hukum tidak ada karena bupati terus dianggap warga kelas satu. Semua sama. Lagipula jarak pendopo dengan kantor polisi juga tidak jauh. Kenapa tidak diperiksa di kantor polisi?, “paparnya.

Polisi juga tidak memberi kesempatan Triyanto mengajukan saksi ahli yang meringankan. Polisi Blitar, kata Sholeh harusnya bercermin dari penanganan kasus mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang obyektif. Ahok diberi kesempatan mengajukan saksi ahli. Bukan tiba tiba Triyanto langsung ditetapkan tersangka.

Atas dasar itu semua, Sholeh berharap hakim Pengadilan Negeri Blitar memiliki keberanian membatalkan penetapan status tersangka. “Saya berharap hakim berani membatalkan status tersangka klien saya. Sebab penetapan status tersangka itu telah cacat hukum, “tegasnya.

Berdasarkan Relas Panggilan Pra Peradilan Perkara No 02/pid.pra/2018/PN.Blt, sidang pra peradilan akan dimulai 12 Desember 2018. Sesuai aturan KUHAP proses sidang pra peradilan hingga keluarnya putusan hakim, hanya berlangsung 7 hari.

Menanggapi hal itu, Kasubag Humas Polres Blitar Iptu M Burhanuddin mengatakan gugatan pra peradilan adalah hak tersangka. Dan gugatan itu (pra peradilan) tidak menghentikan proses penyidikan kepolisian. “Itu (pra peradilan) hak tersangka. Dan pra peradilan tidak menghentikan proses penyidikan, “jawab Burhanuddin melalui pesan WA.

Sesuai surat panggilan pemeriksaan penyidikan yang kedua, Triyanto akan diperiksa pada 10 Desember 2018. Pemeriksaan ini merupakan yang pertama sejak aktivis anti korupsi Blitar itu ditetapkan tersangka. Dalam panggilan pemeriksaan pelanggaran UU ITE sebelumnya itu Triyanto tidak hadir dan meminta penjadwalan ulang pemeriksaan.

Seperti diberitakan aktivis anti korupsi Blitar Moh Triyanto akhirnya ditetapkan sebagai tersangka penyebaran kabar hoax surat palsu KPK. Informasi yang disebarkan di akun facebook-nya itu dianggap telah melanggar UU ITE.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.7708 seconds (0.1#10.140)