Narasi Kehidupan Kota, Pendar Pendulum Rejeki di Desa

Minggu, 09 Desember 2018 - 09:17 WIB
Narasi Kehidupan Kota, Pendar Pendulum Rejeki di Desa
Rukmina, penjual lontong sayur dan rujak di Jati, Mayangan, Probolinggo sudah memakai gas bumi untuk memasak dan berjualan. Foto/SINDOnews/Aan Haryono
A A A
PROBOLINGGO - Kehadiran gas bumi tak hanya menjadi pelengkap kehadiran negara di masyarakat. Aliran energi baik itu mampu mengubah banyak landskap kehidupan masyarakat.

Membungkus segala peluang, menyelamatkan kantong rejeki dan menyebar benih harapan bagi ekonomi nasional.

Matahari masih tertidur ketika Rukmina (45), memulai membuka warungnya di Kelurahan Jati, Mayangan, Probolinggo. Lima orang sudah antre di depan lapaknya, berjajar rapi memandang cobek besar, dan berharap segera membawa irisan rujak dan lontong dengan segera.

Deretan buah mangga, belimbing, bengkoang, mentimun dan tumpukan cingur sapi yang liat berwarna coklat kemerahan menambah gairah para pembeli untuk terus menelan ludah. Kacang dan petis khasnya yang memang didatangkan langsung dari Kenjeran, Surabaya membuat lubang hidung kembang kempis mengatur ritme nafas.

Rukmina bergegas di dapur, menyelesaikan olahan sayur, kecamba, dan bendoyo rebus, sejenis mentimun lunak yang direbus yang hanya ada di jalur Pasuruan-Surabaya. Asap terus mengepul, aroma manis dan legit dari bendoyo memenuhi penjuru dapur.

Empat kompor dinyalakan bersamaan. Seperti medan perang, dapur Rukmina menjadi distrik peperangan bagi kehidupannya. Dua panci berukuran sedang memasak sayuran. Dua panci besarnya memasak lontong yang menjadi menu pelengkap dagangannya.

"Saya rencananya mau menambah satu kompor lagi. Biar lebih cepat masaknya, gas juga tak perlu lagi bolak-balik beli, kan tinggal buka sudah nyala di kompor," ujar Rukmina, Minggu (9/12/2018).

Tangannya masih cekatan, menyahut cepat keranjang biru yang dijadikan tempat meniriskan air panas. Pagi yang masih merona dilaluinya sendirian, dalam dapur dengan segala kebutuhan lapaknya berjualan rujak cingur dan lontong sayur.

Api kompor pertama dimatikan ketika suara sahutan dari teras rumahnya terdengar mengalun. Ia langsung bergegas, menyusuri lorong kecil yang menjadi pembatas dengan tetangganya. Antrean ternyata semakin panjang. Kacang goreng dan bawang putih segera disebar. Memenuhi isi cobek dengan balutan petis yang menyergap di pagi hari.

Dalam cengkraman pagi yang binar, lontong sayur buatan Rukmina sudah terkenal di berbagai pabrik, puskesmas, sekolah sampai di terminal. “Tinggal kerupuknya, sabar sebentar ya. Habis ini sudah selesai semua,” katanya pada para pembeli.

Tak sampai lama, kepingan kerupuk puli berwarna merah langsung memenuhi isi nampan besar. Berhamburan menempati ruang kosong mencari teman. Kompor besar kembali dinyalakan, api biru dibuat kecil untuk menjaga suhu.

Kerupuk khasnya ini memang tak bisa dibuat api besar, harus bisa dipakai api paling kecil dan konstan untuk memenuhi kebutuhan rasa dan ukuran. Aliran gas bumi dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang sudah masuk ke kampungnya menjadi rejeki tersendiri untuk kelangsungan usahanya.

Setiap hari, Rukmina memang menyiapkan semua bahan dagangannya sendirian. Langkah ini memang sengaja dilakukan untuk bisa menabung setiap hari. Demi kelanjutan sekolah anaknya yang kini duduk di bangku kelas 2 SMK.

Perempuan paruh baya itu mengasuh anaknya sendirian sejak 15 tahun yang lalu. saat suaminya, Supardi, meninggal ketika anaknya masih berusia dua tahun. Sebuah kecelakaan maut di jalur tengkorak Pasuruan merenggut nyawa suami tercintanya.

Sejak saat itu, Rukmina berjuang sendirian untuk kelanjutan hidupnya dan anaknya. Jalan terjal yang dilalui memberikan spirit yang tak lekang dalam pertarungan hidup. Semua upaya dilakukan sampai menemukan jalan rejeki yang diberikan kepadanya.

"Saya bersyukur masih bisa mengidupi keluarga. Anak saya juga bisa sekolah, kami bisa makan dari hasil jualan ini," ucapnya.

Perempuan yang memiliki rambut sebahu ini ingin merayakan kegembiraan dalam kehidupannya. Termasuk ketika aliran gas PGN yang mengalir ke petak-petak rumah di kampungnya. Ia tak lagi menghabiskan waktu sampai tengah hari untuk bisa membuka lapaknya.

Sejak pagi, di saat embun masih berjatuhan di permukaan daun, ia sudah bisa melayani semua pelanggannya. Menghantarkan lontong sayur ke berbagai pabrik, menghidangkan rujak cingur di waktu istirahat kerja sampai pesanan rumahan ketika arisan kampung datang.

Narasi Kehidupan Kota, Pendar Pendulum Rejeki di Desa


Lurah Jati Endah Dwi Kumalasari menuturkan, kehadiran gas bumi menjadi berkah bagi semua warga. Pada tahap awal ini memang tak semua warga bisa dialiri, namun pihaknya yakin nantinya semua bisa dialiri gas PGN. Total ada 5.025 kepala keluarga (KK) yang ada di kawasan Jati.

"Kalau keinginan sih kami semua mau. Bahkan di kelurahan kami semua warga sepakat dan ingin gas masuk ke rumahnya," ujar Endah.

Ia melanjutkan, awalnya dulu banyak warga yang tak mau ketika ada aliran gas bumi. Namun, setelah mereka mengetahui manfaatnya lebih dalam, semuanya bersepakat untuk dialiri ke tiap dapur. "Tiap hari selalu ada warga yang tanya kapan gas PGN bisa masuk ke rumahnya," jelasnya.

PGN sendiri sampai hari ini terus menambah Jaringan Gas (Jargas) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) di Pasuruan-Probolinggo, Jawa Timur. Permintaan jargas di berbagai daerah terus meningkat, seiring dengan pembangunan pipa gas.

Jargas yang ada di Pasuruan dan Probolinggo akan mengalirkan gas dari sumber yang dikelola Husky CNOOC Madura Ltd sebesar 0,2 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD).

Panjang jaringan gas mencapai 107,9 kilometer (km) dan digunakan untuk melayani 11.339 sambungan rumah. Rinciannya, untuk Pasuruan sepanjang 51 km untuk melayani 6.314 sambungan rumah. Sedangkan Probolinggo sepanjang 56,9 km yang terbagi dalam 8 sektor untuk melayani 5.025 sambungan rumah.

Direktur Utama PGN Gigih Prakoso menuturkan, ada banyak kemudahan yang bisa didapat masyarakat ketika memakai gas bumi. Mereka bisa melakukan penghematan serta potensi besar sebagai penyangga dan kebangkitan ekonomi masyarakat.

Selama ini gas bumi merupakan energi masa depan yang sangat membantu kehidupan masyarakat.

Ia melanjutkan, penggunaan gas bumi melalui pipa memang terhitung masih sedikit. Namun ada harapan untuk bisa terus meningkat tiap tahunnya. Kondisi itu tak lepas dari konsistensi dari sisi pasokan, harga pun relatif jauh lebih murah.

"Beberapa keunggulan gas pipa khususnya yang didistribusikan PGN antara lain berasal dari kekayaan gas bumi di dalam negeri," ucapnya.

Penggunaan gas pipa bagi konsumsi rumah tangga juga tak membebani neraca perdagangan. Semua itu tak lepas dari impor gas yang terjadi pada gas elpiji. Keunggulan lain yakni konsumen cukup membayar Rp4.000 per m3.

Sebaliknya, untuk konsumsi elpiji 3 kg, konsumen harus merogoh kocek Rp5.200 per m3, itupun mesti ditopang subsidi yang membebani negara. "Praktis lebih hemat. Ini energi baik yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat," ungkapnya.

Gas pipa yang dijajakan PGN merupakan jenis gas metana berbobot jenis ringan, sehingga cepat dan gampang menguap, minim risiko kebakaran. Sedangkan gas elpiji merupakan gas propana dengan bobot massa lebih berat, mudah tersulut.

Narasi Kehidupan Kota, Pendar Pendulum Rejeki di Desa


Penyelamat Ancaman PHK

Kehadiran gas bumi tak hanya dinanti para warga di perkampungan. Sektor industri yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional juga menemukan secercah harapan untuk tetap eksis.

Para pelaku industri kini tak perlu lagi menjadikan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai solusi mengencangkan ikat pinggang di tengah gempuran persaingan. Mereka memiliki alternatif untuk memangkas biaya produksi dengan kehadiran gas bumi yang lebih hemat.

Sambungan pipa gas PGN memang tak menjangkau semua daerah di Indonesia. Gerak energi baik ini mulai membuka pasar baru dengan menjangkau daerah yang belum terpasang pipa gas. Menjemput bola ke daerah baru yang bisa menopang mereka dalam pengunaan gas bumi.

PGN melalui anak usaha PT Gagas Energi Indonesia membuka “rimba” baru yang bisa meningkatkan potensi industri dan sektor komersil lainnya. Teknologi Gas Transportation Module (GTM) dalam bentuk Compressed Natural Gas (CNG) dikirim pengguna gas bumi di sektor industri dan komersial.

Koordinator Wilayah II PT Gagas Energi Indonesia, M Hakim Haryono menuturkan, pengiriman CNG bisa menjadi solusi pendistribusian gas bumi ke wilayah-wilayah yang belum terdapat jaringan pipa gas bumi. Tiap bulan pihaknya selalu menerima permintaan baru dari kalangan industri yang ada di Jatim, Jateng dan Yogyakarta.

"Kalangan industri itu sudah berhitung penghematan ketika memakai gas bumi. Makanya mereka meminta untuk bisa mengakses gas dari PGN," ujar Hakim.

Solusi ditawarkan PGN itu juga merupakan dukungan terhadap program pemerintah. Program yang dimaksud adalah memperluas cakupan distribusi dan utilisasi gas bumi di sektor industri dan komersial tanpa ketergantungan ketersediaan infrastruktur pipa.

"Ini juga sekaligus sebagai pembuka jalur potensial sebelum pipa masuk ke wilayah tersebut," ucapnya.

Selama ini, permintaan gas bumi datang dari berbagai industri yang ada di Jateng, Solo sampai Daerah Istimewah Yogyakarta (DIY). Jaringan pipa di tempat-tempat industri tersebut belum maksimal untuk memenuhi semua permintaan dari industri dan masyarakat.

"Kebetulan di Jateng belum memiliki mother station yang bisa memasok CNG," jelasnya.

Untuk memasok energi baik itu, PT Gagas Energi Indonesia bekerjasama dengan PT Java Energi Semesta (JES) di Gresik yang memiliki Metering Regulating Station (MRS). PT JES nantinya akan menjalankan mobile gas yang mengirim ke berbagai daerah di Jatim dan Jateng.

Direktur Operasi PT JES Achmad Suwandono menuturkan, kapasitas yang dimilikinya mencapai 5 MMSCFD. Pihaknya melakukan Kerjasama Operasi (KSO) dengan PGN untuk memberikan suport gas pipa yang terbatas.

"Gasnya kami dari PGN, sementara untuk distribusi melalui mobile gas dilakukan PT JES," jelasnya.

Ia menjelaskan, pengiriman mobile gas banyak diakses oleh kalangan industri. Mereka terbantu dengan penghematan biaya produksi ketika memakai CNG. Selama ini pihaknya sudah memasok ke berbagai daerah seperti Kediri, Madiun, Ngawi dan Tuban. "Sekarang ditambah ke berbagai kabupaten di Jateng," jelasnya.

Selama ini, sektor industri yang sering memakai CNG banyak bergerak di bidang industri keramik, peleburan baja, pengolahan kopi, pengolahan coklat sampai industri kertas.

Industri itu, katanya, sebelumnya sempat mau melakukan PHK pada karyawannya. Sebab, mereka tak bisa lagi menjaga siklus keuangan perusahaan. Namun, setelah terjadi penghematan di biaya produksi, mereka tetap bisa mempekerjakan para buruhnya sampai sekarang.

Sekretaris Perusahaan PGN, Rachmat Hutama menuturkan, penyaluran gas bumi di masyarakat tiap tahun meningkat. Semua itu tak lepas dari gas bumi yang memiliki emisi gas buang dan harga yang jauh lebih rendah dibandingkan energi fosil atau BBM.

Pihaknya memahami kalau tantangan utama yang harus dihadapi dalam menambah jumlah pelanggan adalah pembebasan lahan untuk membangun pipa transmisi dan distribusi gas bumi. "Masyarakat dan industri banyak yang meminta, makanya banyak yang tertarik untuk memakai gas bumi," ujarnya.

Ia melanjutkan, sampai akhir semester pertama 2018 panjang pipa gas yang dimiliki PGN mencapai lebih dari 7.453 km. Panjang pipa itu setara dengan 80 persen pipa gas bumi nasional.

Dari infrastruktur tersebut, PGN menyalurkan gas bumi ke 196.221 pelanggan industri maupun rumah tangga di berbagai daerah. "Ini energi baik, banyak orang yang ingin teraliri, termasuk kalangan industri," jelasnya.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.8904 seconds (0.1#10.140)