Akhirnya, Rekanan PT DPS Dijebloskan ke Rutan Kejati Jatim

Selasa, 11 Desember 2018 - 23:23 WIB
Akhirnya, Rekanan PT DPS Dijebloskan ke Rutan Kejati Jatim
Rekanan PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS), Antonius Aris Saputra, dijebloskan ke Rutan Kejati Jatim, atas dugaan korupsi senilai Rp100 Miliar. Foto/SINDOnews/Lukman Hakim
A A A
SURABAYA - Setelah menjalani pemeriksaan selama lebih dari delapan jam, rekanan PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) Antonius Aris Saputra akhirnya dijebloskan ke penjara.

Tersangka, ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. Presiden direktur PT A&C Trading Network PTE, LTD tersebut, diduga terlibat dalam korupsi pembelian kapal floating crane di PT DPS senilai Rp100 miliar.

Aris digelandang ke Rutan Kejati Jatim sekitar pukul 19.00 WIB. Dia sebelumnya menjalani pemeriksaan sekitar pukul 10.00 WIB. Pemeriksaan terhadap Aris awalnya sebagai saksi. Namun di tengah pemeriksaan, penyidik menemukan ada bukti kuat saksi tersebut terlibat dalam dugaan korupsi di BUMN tersebut.

Akhirnya, sekitar pukul 16.30 WIB Aris yang sudah tiga kali mangkir dari panggilan Kejati Jatim, ditetapkan sebagai tersangka.

"Kami melakukan penahanan, karena kami khawatir tersangka melarikan diri mengingat dia tinggal di Singapura. Dia juga tiga kali mangkir dari panggilan," kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Didik Farkhan Alisyahdi, Selasa (11/12/2018).

Dia mengungkapkan, pada 2015, PT DPS mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp200 miliar. Dari jumlah itu, Rp100 miliar di antaranya digunakan untuk membeli kapal floating crane.

Rekanan dalam pengadaan kapal ini adalah PT ANC Trading Network. Meski alokasi anggarannya sebesar Rp100 miliar, namun harga kapal sendiri dibeli seharga Rp60 miliar.

Kapal floating crane yang dibeli, berasal dari Rusia. Sayangnya, kapal tersebut bukan kapal baru. Melainkan kapal bekas buatan tahun 1973. "Ketika kapal itu dibawa ke Indonesia, ternyata tenggelam di laut China. Artinya, negara tidak mendapat kemanfaatan dari pembelian kapal tersebut," ujarnya.

Aris dijerat Pasal 2 dan 3 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001.

Penyelidikan kasus besar ini, dimulai ketika muncul laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan ditemukan dugaan kerugian negara sebesar Rp60 miliar, dari nilai proyek pengadaan kapal sebesar Rp100 miliar.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2387 seconds (0.1#10.140)