PSI Bakal Tolak Poligami Jika Lolos ke DPR

Rabu, 12 Desember 2018 - 08:03 WIB
PSI Bakal Tolak Poligami Jika Lolos ke DPR
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie menolak poligami bagi pejabat publik hingga aparatur sipil negara (ASN), jika lolos ke parlemen. Foto/Dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Tolak poligami. Itulah salah satu target yang diusung Partai Solidaritas Indonesia (PSI) jika lolos ke DPR.

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie mengatakan, partainya menolak poligami bagi pejabat publik hingga aparatur sipil negara (ASN), jika lolos ke parlemen. Dia juga menegaskan, kader PSI dilarang berpoligami.

"Jika kelak lolos di parlemen, langkah yang akan kami lakukan adalah memperjuangkan diberlakukannya larangan poligami bagi pejabat publik di eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta Aparatur Sipil Negara. Kami akan memperjuangkan revisi atas Undang-Undang No 1/ 1974, yang memperbolehkan poligami," katanya saat pidato akhir tahun di Surabaya, Selasa (11/12/2018).

Grace menganggap, di tengah kemajuan yang dialami bangsa Indonesia, masih banyak kalangan perempuan yang mendapat perlakuan tidak adil. Salah satu pemicunya karena praktik poligami sebagaimana diungkap LBH Apik.

"Riset itu menyimpulkan bahwa pada umumnya, praktik poligami menyebabkan ketidakadilan, perempuan yang disakiti dan anak yang ditelantarkan," tuturnya.

Karena itu, kata Grace, PSI tidak akan pernah mendukung poligami. Dia menegaskan tak akan ada kader, pengurus, dan anggota legislatif dari PSI yang boleh mempraktikkan poligami. Selain itu, mantan presenter televisi nasional itu juga menegaskan bahwa perjuangan untuk menolak praktek poligami akan diberlakukan ke internal partainya.

Grace melarang kader dan anggota PSI menduakan istri-istri mereka. Dalam hal penghormatan terhadap kaum perempuan, pihaknya menempatkan perempuan di posisi yang sama dalam politik.

"Penelitian di dunia memperlihatkan bahwa kehadiran perempuan di level pimpinan organisasi atau perusahaan, berkorelasi dengan produktivitas yang lebih tinggi. Bahwa salah satu alat ukur memprediksi kedamaian suatu negara tak cukup hanya dengan melihat kesejahteraan, demokrasi, atau keragaman etnis, tapi juga terkait tentang bagaimana perempuan diperlakukan," tandasnya.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.8363 seconds (0.1#10.140)