Mabes Polri Diminta Ambil Alih Perkara Moh. Triyanto

Senin, 17 Desember 2018 - 20:26 WIB
Mabes Polri Diminta Ambil Alih Perkara Moh. Triyanto
Puluhan aktivis anti korupsi Blitar, berunjuk rasa mempersoalkan dugaan konspirasi politik dalam penanganan kasus surat palsu KPK. Foto/SINDOnews/Solichan Arif
A A A
BLITAR - Penetapan aktivis anti korupsi Moh. Triyanto sebagai tersangka penyebar berita bohong atau hoax surat palsu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus digugat.

Selain menempuh jalur pra peradilan, perlawanan dengan cara unjuk rasa terus dikobarkan para aktivis anti korupsi di Blitar.

Selain sarat kepentingan politis, penetapan tersangka Triyanto dikhawatirkan mengancam kelangsungan program kehutanan sosial Presiden Joko Widodo di Kabupaten Blitar. Sebab Triyanto juga salah satu pengurus nasional kelompok kerja (Pokja) program kehutanan sosial.

"Selain diduga sarat konspirasi politik, kami khawatir penetapan tersangka ini akan menganggu berlangsungnya program kehutanan sosial di Kabupaten Blitar," teriak Imam Nawawi dalam orasinya Senin (17/12/2018).

Unjuk rasa puluhan aktivis mengambil tempat di bundaran Lovi, yakni depan Kantor DPRD Kota Blitar. Melalui mimbar bebas, para aktivis membeber sejumlah kejanggalan hukum Polres Blitar. Di antaranya proses hukum tidak melalui tahap penyelidikan (lid), melainkan langsung penyidikan (dik).

Hal ini mengindikasikan Triyanto dibidik sejak awal, yakni menyangkut sepak terjangnya mengungkap banyak kasus korupsi di Blitar Raya. "Kasus ini terkait erat dengan aksi pengungkapan kasus korupsi di Blitar Raya," papar Nawawi.

Ketidakberanian polisi menyentuh pemberi informasi awal surat KPK (yang belakangan diketahui palsu), yakni Yosi kontraktor sekaligus anak Ketua Kadin Kabupaten Blitar, dan Tiyon staf Dinas PUPR Kabupaten Blitar juga dipertanyakan.

Tidak tersentuhnya dua orang pemberi informasi (Yosi dan Tiyon) semakin menguatkan dugaan perkara ini dilokasir dengan hanya Triyanto yang menjadi tersangka tunggal.

Para aktivis juga menyinggung Bupati Blitar selaku pihak yang dirugikan tidak melaporkan diri. Bupati justru mengutus Kabag Hukum Pemkab Blitar.

Selaku pelapor, pemeriksaan Bupati Rijanto yang mengambil lokasi di pendopo, kata Nawawi menunjukkan indikasi konspirasi politik semakin kuat.

"Lagipula PNS (Kabag Hukum) tidak memiliki kapasitas untuk menjadi kuasa hukum perkara pidana. PNS hanya bisa mewakili perkara perdata dan tata usaha," terangnya.

Atas dasar adanya kejanggalan proses hukum, para aktivis anti korupsi meminta Mabes Polri turun tangan mengambil alih perkara. Sebab keadilan hukum pesimis bisa diwujudkan. Disisi lain kasus yang terjadi dikhawatirkan menganggu kelangsungan program hutan sosial di Blitar.

Dengan menjadi tersangka dan dikenakan wajib lapor dua kali dalam seminggu, waktu dan pikiran Triyanto untuk mensukseskan program pemerintah (kehutanan sosial) banyak tersita.

"Kami mendesak Mabes Polri mengambil alih kasus yang penangannya banyak kejanggalan," tegasnya.

Sebelumnya Polres Blitar melalui Kasubag Humas Iptu M Burhanuddin menegaskan polisi sudah melalui prosedur hukum yang berlaku. Dalam sidang gugatan pra peradilan yang saat ini masih berjalan, Polres Blitar menolak semua tuduhan Moh. Triyanto.

"Polisi sudah melakukan proses hukum sesuai dengan prosedur yang berlaku," ujarnya.

Seperti diberitakan, aktivis anti korupsi Moh. Triyanto akhirnya ditetapkan sebagai penyebar kabar hoax surat palsu KPK di media sosial. Meski tersangka Triyanto tidak ditahan. Polisi hanya memberlakukan wajib lapor dua kali dalam seminggu.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.4729 seconds (0.1#10.140)