Duh ! BPJS Kesehatan Jatim Alami Defisit Rp5 Triliun

Rabu, 02 Januari 2019 - 17:10 WIB
Duh ! BPJS Kesehatan Jatim Alami Defisit Rp5 Triliun
Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Jatim Handaryo memaparkan kinerja BPJS selama 2018. Foto/SINDONews/Lukman Hakim
A A A
SURABAYA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Jatim selama 2018 membayar klaim sebesar Rp12 triliun. Namun, pendapatan premi hanya sebesar Rp6,8 triliun. Artinya masih ada defisit sekitar Rp5 triliun. Defisit tersebut salah satu akibat dari rendahnya kepatuhan peserta dalam membayar iuran.

Saat ini, jumlah total peserta BPJS Kesehatan Jatim sebanyak 26,5 juta. Dari jumlah itu, yang tingkat kepatuhan dalam pembayaran iuran adalah peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri.

Tingkat kepatuhan dari peserta ini hanya 31 persen. Jumlah peserta PBPU di Jatim sebanyak 3,4 juta. Dari jumlah itu, mayoritas adalah peserta dengan fasilitas kelas tiga.

Sementara peserta yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mencapai 100 persen dan Penerima Upah (PU) sebesar 97 persen.

“Peserta mandiri yang tingkat kepatuhannya 31 persen, itu tergolong tinggi. Rata-rata di negara maju seperti Korea Selatan hanya 27 persen. Di Amerika Serikat juga hampir sama,” kata Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Jatim Handaryo, Rabu (2/1/2018).

Untuk menggenjot tingkat kepatuhan, BPJS Kesehatan mempermudah pembayaran premi dengan menggandeng sejumlah minimarket. Kemudian menjalin kerjasama dengan perbankan melalui aplikasi pembayaran mobile banking.

BPJS juga akan membuat sistem auto debet yang memudahkan pembayaran peserta. Sistem ini akan bekerjasama dengan perbankan. “Maka dari itu, kami mendorong inklusi keuangan agar masyarakat banyak punya rekening bank,” tandas Handaryo.

Dia menambahkan, tingginya pembayaran klaim disebabkan antara nilai iuran dengan kemanfaatan tidak sebanding. Artinya, kemanfaatan yang didapat peserta lebih tinggi dibanding premi yang dibayar.

Misalnya, seringkali peserta langsung mendapatkan layanan kesehatan tidak di fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama seperti klinik dan puskesmas. “Padahal harusnya berjenjang. Dari faskes pertama dulu baru ke rumah sakit,” pungkasnya
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.7149 seconds (0.1#10.140)