Jengkel Dituding Tak Pancasilais, DPRD Polisikan Pengacara Karaoke

Selasa, 08 Januari 2019 - 19:30 WIB
Jengkel Dituding Tak Pancasilais, DPRD Polisikan Pengacara Karaoke
Perwakilan DPRD Kota Blitar yang tengah melaporkan Supriarno, kuasa hukum karaoke Maxi Brilian Live Musik. Laporan itu terkait ucapan Supriarno yang menuding DPRD Kota Blitar anti Pancasila Foto/SINDONews/solichan arif
A A A
BLITAR - Orasi Supriarno, kuasa hukum karaoke Maxi Brilian Live Musik yang menyebut rekomendasi penutupan Maxi Brilian oleh anggota DPRD Kota Blitar sebagai perbuatan yang tidak Pancasialis berbuntut panjang.

Orasi itu disampaikan dalam unjuk rasa eks karyawan Maxi Brilian dan LSM Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) di gedung DPRD Kota Blitar, Senin (7/1/2019).

Mewakili 25 anggota dewan, sebanyak enam orang anggota legislatif resmi melapor ke Polres Blitar Kota. Ucapan tidak Pancasilais atau anti Pancasila yang dilontarkan Supriarno dianggap telah melecehkan lembaga legislatif.

“Karena telah menyinggung dan mendiskreditkan lembaga DPRD Kota Blitar, atas nama lembaga kami melaporkan seseorang berinisial S (Supriarno),“ ujar Wakil Ketua DPRD kota Blitar Totok Sugiarto kepada wartawan, Selasa (8/1/2019). Totok datang bersama sejumlah ketua fraksi di DPRD Kota Blitar.

Terlihat juga Nuhan Eko Wahyudi, politisi PPP yang sempat ngamuk dan berusaha mengejar Supriarno. Untungnya situasi unjuk rasa yang sempat memanas itu bisa diredam.

Sementara dalam laporannya, Totok menunjukkan bukti video bagaimana terlapor menyebut DPRD Kota Blitar anti Pancasila. Kemudian bukti dokumen rekomendasi penutupan Maxi Brilian. Rekomendasi penutupan itu menyusul penggerebekan Maxi Brilian oleh Polda Jatim terkait adanya praktik tarian telanjang (striptis) dan seks bebas.

Supriarno dianggap melanggar pasal 207 KUHP, yakni menghina kekuasaan negara. Ketua Fraksi Gabungan DPRD Kota Blitar Nuhan Eko Wahyudi mengatakan tudingan tidak Pancasilais atau anti Pancasila adalah pecehan.

Agar ke depan tidak terulang, para ketua fraksi bersepakat membawa persoalan ke ranah hukum. “Menyebut kita seperti itu (anti Pancasila) sama halnya menyamakan legislatif dengan organisasi terlarang,“ kata Nuhan. Terkait pemberian rekomendasi penutupan Maxi Brilian, Nuhan menegaskan legislatif sudah sesuai ketentuan.

Rekomendasi memakai pijakan Perda No 1 Tahun 2017, yakni semua kegiatan yang melanggar norma kesusilaan harus dijatuhi sanksi. Dalam hal ini, selain ditutup paksa, izin usaha Maxi Brilian juga dicabut.

Menanggapi laporan legislatif Supriarno tidak merasa gentar. Tudingan tidak Pancasilais atau anti Pancasila yang dia tudingkan memang sesuai fakta. Sebab wakil rakyat tiba tiba mengeluarkan rekomendasi penutupan tanpa lebih dulu mendengar pendapat manajemen Maxi Brilian.

“Saya kemarin tidak sedang berorasi atau sekedar ngomong. Saya justru berargumentasi serius. Bagus itu (pelaporan, karenannya kita bisa uji sama sama, “ujarnya.

Kasubag Humas Polres Blitar Kota Ipda Dodit Prasetya membenarkan adanya laporan dari legislatif Kota Blitar dan sudah menerimanya. Saat ini aparat kepolisian tengah mendalami tuduhan dugaan pelecehan lembaga negara. “Kita akan segera melakukan penyelidikan,“ ujarnya.

Seperti diberitakan sejumlah orang eks karyawan Maxi Brilian berunjuk rasa di gedung DPRD Kota Blitar. Dengan didampingi LSM GPI, massa mempersoalkan legislatif yang merekomendasikan penutupan Maxi Brilian.

Selain menuntut dibukanya kembali Maxi Brilian, dalam orasi, Supriarno selaku kuasa hukum menuding DPRD Kota Blitar anti Pancasila atau tidak Pancasilais. Sebab dalam membuat rekomendasi penutupan, tidak lebih dulu mengajak bicara pihak Maxi Brilian.
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.3454 seconds (0.1#10.140)