Takut Dibunuh di Saudi, Alqunun Cari Suaka di Australia

Jum'at, 11 Januari 2019 - 08:50 WIB
Takut Dibunuh di Saudi, Alqunun Cari Suaka di Australia
Rahaf Mohammed Alqunun (18), gadis Arab Saudi yang mencari suaka di Australia. Foto/ABC News
A A A
BANGKOK - Gadis Arab Saudi, Rahaf Mohammed Alqunun (18), memilih mencari suaka di Australia, karena takut dibunuh keluarganya jika dipulangkan ke tanah kelahirannya.

Alasan utama yang membuatnya takut dibunuh adalah karena dia keluar dari agama Islam, atau dianggap murtad. Hal itu diungkap pihak berwenang Thailand yang untuk sementara bersedia menerima Alqunun.

Gadis itu telah menjadi pemberitaan media internasional ketika membarikade dirinya di dalam kamar hotel zona transit di bandara Bangkok, untuk mencegah pejabat imigrasi membawanya dalam penerbangan ke Kuwait, setelah dia ditolak masuk ke Thailand, saat dalam perjalanan ke Australia.

Alqunun menolak meninggalkan hotel sampai dia bisa bertemu perwakilan dari Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR).

Polisi imigrasi Thailand telah merilis foto remaja itu setelah dia meninggalkan kamar hotelnya pada Senin malam. Lokasinya saat ini dirahasiakan.

Namun, Alqunun melalui akun Twitter-nya, @rahaf84427714, menulis bahwa dia berada di bawah perlindungan UNHCR dan paspornya yang sempat dirampas pejabat kedutaan Saudi telah dikembalikan. Dia juga mengatakan ayahnya telah tiba di Thailand.

"Hai, saya Rahaf. Ayah saya baru saja tiba ketika saya mendengar penyihir dan sangat menakutkan saya dan saya ingin pergi ke negara lain di mana saya mencari suaka. Tapi setidaknya saya merasa selamat sekarang di bawah perlindungan UNHCR dengan persetujuan pihak berwenang Thailand. Dan saya akhirnya mendapatkan paspor saya kembali," tulis dia.

Alqunun, yang memiliki visa turis tiga bulan untuk tujuan Australia, mengatakan dalam sebuah video yang di-posting di media sosial dari dalam bandara bahwa dia berusaha melarikan diri dari keluarganya karena mereka menjadikannya objek pelecehan fisik dan psikologis. Dia telah meminta bantuan dari Eropa, AS, Kanada dan Australia.

"Saya Rahaf...saya di hotel, saya butuh negara untuk melindungi saya sesegera mungkin. Saya mencari suaka," kata Qunun, yang melarikan diri dari Kuwait ketika keluarganya mengunjungi negara Teluk.

"Keluarga saya ketat dan mengurung saya di kamar selama enam bulan hanya karena memotong rambut saya," katanya, yang meyakini dirinya akan dipenjara jika dikirim kembali ke negaranya. "Saya yakin, 100 persen, mereka akan membunuh saya begitu saya keluar dari penjara Saudi," ujarnya.

Surachate Hakparn, kepala polisi imigrasi Thailand, mengatakan kepada wartawan bahwa Alqunun akan diberi izin masuk di bawah perlindungan kantor UNHCR. Badan PBB diperkirakan akan membutuhkan lima hingga tujuh hari untuk mengevaluasi kasusnya.

Surachate mengatakan ayah Alqunun tiba di Bangkok pada Senin malam dan para pejabat masih menentukan apakah dia ingin kembali ke Timur Tengah atau tidak.

"Sampai sekarang, dia tidak ingin kembali dan kami tidak akan memaksanya. Dia tidak akan dikirim ke mana pun," katanya. “Thailand adalah negeri yang penuh senyum. Kami tidak akan mengirim siapa pun untuk mati."

Seorang teman Alqunun yang berusia 20 tahun, yang diwawancarai oleh The Guardian dengan syarat anonim mengatakan ancaman terhadap gadis itu nyata. "Dia mantan Muslim dan memiliki keluarga yang sangat ketat. Mereka menggunakan kekerasan terhadapnya dan dia menghadapi pelecehan seksual," kata teman Alqunun.

"Dia menerima ancaman dari sepupunya, yang bilang dia ingin melihat darahnya, dia ingin membunuhnya," ujarnya.

"Jika mereka tidak membunuhnya, mereka tidak bisa (menampakkan diri) di depan umum setelah ini (Qunun murtad), jadi mereka harus melakukannya," lanjut teman Alqunun tersebut.

"Rasanya, jika Anda seorang pria, Anda harus membuktikannya. Jika mereka tidak membunuhnya, mereka tidak bisa keluar dan melihat pria lain," imbuh dia.

Teman Alqunun itu telah tinggal di Australia selama tiga bulan terakhir. Dia juga mencari suaka di sana setelah mengaku disiksa di Arab Saudi. Dia bilang dia sudah kenal Qunun selama setahun, setelah terhubung secara online.

"Dia seorang aktivis, dia seorang feminis," katanya.

Georg Schmidt, duta besar Jerman untuk Thailand, melalui Twitter, memberi dukungan untuk Alqunun. "Kami berbagi keprihatinan besar untuk Rahaf Mohammed dan berhubungan dengan pihak Thailand dan kedutaan negara-negara yang didekati," tulis dia.

Phil Robertson, wakil direktur Human Rights Watch untuk Asia, mengatakan tidak ada keraguan bahwa Alqunun membutuhkan perlindungan dengan status pengungsi.

"Dia sangat takut pada keluarganya, termasuk ayahnya yang merupakan pejabat senior pemerintah, dan mengingat catatan panjang Arab Saudi dalam mencari cara lain dalam apa yang disebut insiden kekerasan demi kehormatan, kekhawatirannya bahwa dia bisa dibunuh jika dipulangkan tidak bisa diabaikan," kata Robertson, yang dikutip Jumat (11/1/2019).
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.4549 seconds (0.1#10.140)