Perokok Anak Naik, ALIT Indonesia Pertanyakan Kebijakan Akses Rokok

Sabtu, 30 Mei 2020 - 21:02 WIB
loading...
Perokok Anak Naik, ALIT Indonesia Pertanyakan Kebijakan Akses Rokok
ilustrasi
A A A
SURABAYA - Jumlah perokok usia anak yakni 10-18 tahun di Indonesia mencapai 7,8 juta anak atau 9,1 persen. Jumlah ini diprediksi terus bertambah menjadi 15,8 juta anak atau 15,91 persen pada 2030.

Direktur Eksekutif Yayasan Arek Lintang (ALIT) Indonesia Yuliati Umrah menuturkan, berdasarkan kasus perokok anak di Indonesia, terdapat berbagai alasan anak dan remaja memulai merokok. Salah satunya sekedar coba-coba lalu ketagihan, terbiasa melihat anggota keluarga merokok, diajak teman, serta ingin dianggap seperti orang dewasa.

"Ada juga yang menganggap merokok adalah kegiatan yang keren, tidak ada yang menegur, kurangnya edukasi terhadap bahaya rokok, dan masih terjangkaunya harga rokok oleh anak-anak," kata Yuliati di sela-sela Webinar Tembakau dan Produk Turunannya serta Implikasi pada Perlindungan Anak, Sabtu (30/5/2020).

Ia melanjutkan, tembakau sendiri telah dibudidayakan sejak ratusan tahun lalu di Indonesia, bahkan Indonesia salah satu penghasil tembakau terbesar dunia. Jutaan orang juga menggantungkan hidup mereka pada industri hasil tembakau (IHT) dan memberi pemasukan untuk negara dari tahun ke tahun.

Namun, katanya, konteks tembakau tidak serta merta diterima oleh masyarakat. Apalagi ketika berbicara terkait produk turunannya, yakni rokok. Meski menjadi kontributor ekonomi, dampak buruk rokok juga tidak bisa diabaikan. melihat kondisi ini, pemerintah harus mengatur peredaran dan konsumsi rokok. Berbagai regulasi terkait batasan minimum umur, promosi, distribusi, dan harga serta cukai dikeluarkan untuk membatasi konsumsi.

"Namun, apakah kebijakan ini sudah berjalan sebagaimana mestinya terutama terkait pengendalian rokok dan pencegahan akses rokok oleh anak? ini yang harus ditegaskan," jelasnya.

Yuliati menambahkan, implikasi produk tembakau jika tidak diatur dan dipahami dengan tepat maka bisa memunculkan penyalahgunaan. Saat ini perlu disoroti adalah konsumsi rokok oleh anak-anak. "Penyalahgunaan yang dimaksud yakni konsumsi rokok yang dilakukan oleh mereka yang dibawah usia 18 tahun," tegasnya.

Yuliati mengatakan, momentum bonus demografi seharusnya dapat dimaksimalkan dengan mempersiapkan sumber daya manusia usia produktif dalam jumlah signifikan. Fakta bahwa perokok anak meningkat tentunya mengharuskan adanya tindakan cepat untuk memutus akses rokok kepada anak.

“Meski Pemerintah telah menyiapkan regulasi yang mengatur larangan untuk pedagang menjual rokok kepada anak di bawah usia 18 tahun, namun aturan tersebut belum cukup ampuh mengatasi persoalan rokok dan anak. Faktanya, jumlah perokok anak tiap tahunnya terus mengalami peningkatan," ucapnya.

Yuliati melihat faktor pendorong anak dan remaja merokok adalah fenomena mengenai rokok murah. Sehingga anak-anak dapat menjangkau rokok dengan mudah. Pemerintah menaikkan cukai supaya rokok semakin mahal serta menetapkan harga minimum. Harga ini bahkan tercantum di pita cukai yang menempel di bungkus rokok. Ironisnya, di lapangan banyak rokok yang didiskon serta dijual jauh di bawah harga pita cukai.

“Perihal konsumsi rokok pada remaja, selain kenaikan harga cukai sebagai pengendalian konsumsi rokok, diperlukan pemahaman yang tepat tentang dampak mengenai rokok ini pada anak-anak yang belum bisa memberikan keputusan untuk dirinya sendiri, apalagi berkaitan dengan tumbuh kembang anak,” ujar Yuliati.

Yuliati memaparkan, terdapat tiga hal yang harus segera dilakukan agar anak-anak tidak terpapar penyalahgunaan konsumsi rokok. Pertama, konsistensi pelaksanaan regulasi dan kaidah distribusi. Kedua, pengaturan harga rokok dan mekanisme penjualan yang aman dari jangkauan anak-anak.

"Penegakan aturan perlu menjadi perhatian agar anak tidak menjadi korban substance abuse. Hal tersebut merujuk pada pasal 33 Konvensi Hak Hak anak, Indonesia pun sudah meratifikasi pada tahun 1989 dan telah mengadopsinya menjadi Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) pada 2002,” jelasnya.
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2361 seconds (0.1#10.140)