BPS Sebut Neraca Perdagangan 2018 Terburuk Sepanjang Sejarah Indonesia

Selasa, 15 Januari 2019 - 13:31 WIB
BPS Sebut Neraca Perdagangan 2018 Terburuk Sepanjang Sejarah Indonesia
Kepala BPS Suhariyanto (tengah). Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Neraca perdagangan Indonesia periode 2018 mengalami defisit USD8,57 miliar.Ini merupakan yang terburuk sejak Indonesia merdeka. Hal itu disebutkan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanti saat merilis data neraca perdagangan.

Kepala BPS, Suhariyanto, mengungkapkan pada 2012, neraca dagang Indonesia mengalami defisit USD1,7 miliar. Kemudian, pada 2013 Indonesia juga mengalami defisit USD4,08 miliar dan 2014 defisit sebesar USD1,89 miliar.

"Pada 2018, defisit kita USD8,57 miliar. Kalau kita mundur kebelakang, defisit di 2012 sebesar USD1,7 miliar, 2013 defisit USD4,08 miliar, dan 2014 defisit USD1,89 miliar," katanya di Gedung BPS, Jakarta, Selasa (15/1/2019).

Jika ditelusuri lebih lanjut, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan sebanyak enam kali. Periodenya adalah tahun 1945, 1975, 2012, 2013, 2014, dan 2018.

Menurut data BPS, di tahun 1975, Indonesia mengalami defisit sebesar USD391 juta. "Tahun 1945 itu defisit. Namun angka kita terputus di 1945. Dan yang jelas di 2018 ini memang yang paling besar," sambung dia.

Defisit perdagangan tahun 2018 ini, kata Suhariyanto, menjadi pelajaran berharga untuk Indonesia di masa datang. Indonesia harus bisa menekan defisit neraca perdagangan, dengan meningkatkan ekspor.

Pemerintah sendiri mengklaim sudah menggulirkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan ekspor, seperti insentif untuk industri berorientasi ekspor, penyederhanaan perizinan, menurunkan biaya logistik, dan diversifikasi pasar.

Selain itu, pemerintah juga berusaha mengendalikan impor dengan mengerem laju 1.147 komoditas konsumsi dan modal. Serta berupaya menerapkan mandatori biodiesel 20% (B20).

"Perlu jadi catatan, namanya kebijakan kan tidak langsung terimplementasikan. Kita berharap kebijakan kedepan akan semakin bagus," tandasnya
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 6.6047 seconds (0.1#10.140)