Dalam 4 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, Mampu Swasembada Pangan

Rabu, 16 Januari 2019 - 20:23 WIB
Dalam 4 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK, Mampu Swasembada Pangan
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, menunjukkan data swasembada pangan Indonesia. Foto/SINDOnews/Yuswantoro
A A A
PROBOLINGGO - Kurun waktu empat tahun pemerintahan Jokowi-JK, mampu menggenjot sektor pertanian untuk mewujudkan swasembada pangan, sehingga tidak perlu lagi melakukan impor.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyebutkan, pada tahun 1984 Indonesia pernah mencapai swasembada beras. Padahal saat itu Indonesia masih mengimpor beras 414 ribu ton.

Menurut FAO (1999), suatu negara dikatakan swasembada jika produksinya mencapai 90% dari kebutuhan nasional. Artinya Indonesia dalam 4 tahun terakhir sudah bisa berswasembada beras.

"Kemudian dari tahun 2016 sampai 2018 pun beras surplus. Pada 2016 dan 2017 tidak ada impor, kalau impor 2016 itu limpahan impor 2015. Kemudian 2018 beras surplus 2,85 juta ton. Ini berdasarkan data resmi dari BPS, adapun impor 2018 sebagai cadangan," ujar Amran.

"Ada yang menarik, di tahun 1984, jumlah penduduk Indonesia 100 juta jiwa, sementara sekarang mencapai 260 juta jiwa. Artinya naik dua kali lipat. Dengan demikian, masalah swasembada beras sudah selesai. Ini yang harus dipahami, supaya masyarakat tidak dibuat bingung," pintanya.

Amran pun menekankan bahwa pembangunan pertanian tidak hanya mengurus beras, akan tetapi sektor pertanian memiliki 460 komoditas yang harus dijaga siang malam. Menariknya, ekspor komoditas pertanian 2018 melejit yakni 29,7 persen.

"Persediaan beras sebagai cadangan saat ini 2 juta ton. Cadangan itu, kalau persediaan intinya tidak ada masalah, nanti tidak akan dipakai. Standar cadangan beras nasional 1 juta ton, artinya cadangan beras kita sekarang 2 kali lipat," jelasnya.

Berdasarkan data BPS, persediaan beras yang berada di rumah tangga mencapai 8-9 juta ton. Dengan demikian, jika ditambah persediaan beras di Bulog 2 juta ton, persediaan beras nasional saat ini mencapai 10-11 ton.

Jika konsumsi beras nasional 2,5 juta ton, artinya stok beras yang kita punya bisa mencukupi kebutuhan selama 4 bulan.

"Kita masih punya produksi padi dari standing crop atau tanaman padi yang berdiri hari ini 3,88 juta hektar, jika produktivitas 5,3 ton per hektar, menghasilkan beras 20 juta ton gabah kering giling, kalau dibagi 2, menghasilkan beras 10 juta ton. Total beras ini mampu mencukupi kebutuhan 4 bulan. Dengan demikian, persediaan beras aman hingga 8 bulan ke depan," tegas Amran.

Harus dicatat juga, tegas Amran, Kementan terus mendorong transformasi pertanian dari pertanian tradisional ke pertanian modern. Dengan modernisasi target peningkatan produksi hasil pertanian menjadi lebih visibel untuk diwujudkan.

"Artinya setiap hari terjadi olah tanah, tanam dan panen. Jangan dibayangkan pertanian Indonesia seperti 30 tahun lalu. Makanya penduduk 2 kali lipat dari 1984, kita bisa memberi makan," ucapnya.

Terkait harga beras, Amran menampik pihak yang mengatakan harga beras Indonesia tertinggi di dunia. Padahal, menurut data FAO, harga beras Indonesia berada di posisi 84 dari seratus lebih negara. Dengan demikian, harga beras Indonesia berada diposisi terendah dan harga beras paling tinggi yakni Jepang.

"Harga beras di Jepang mencapai Rp 57 ribu per kilogram. Jadi jangan lagi polemik. Kalau produsen beras, tahun 2017 Indonesia nomor 3 dunia. Catat ya, ini data FAO," sebutnya.

Adapun beras selalu menjadi polemik, Amran menjelas karena olah banyak mafia pangan. Namun demikian, di era pemerintahan Jokowi-JK, Kementan bersama Panglima TNI, Kapolri, KPPU dan Bulog terbanyak menyelesaikan mafia pangan. Yakni sebanyak 409 mafia pangan sudah dikirim ke penjara dan yang sedang proses hukum sebanyak 782 perusahaan telah ditindak dengan tegas.

"Sebanyak 15 sudah diblacklist dan sebentar lagi akan ditambah 21 perusahaan. Aku tidak biarkan mafia pangan berkeliaran di Indonesia. Ini dicatat ya. Jangan petani di atasnamakan, marahan nanti petani dan anda kualat. Tidak ada kompromi bagi mafia pangan, aku beresin, ini perintah Bapak presiden. Sebab ketahan pangan menyangkut ketahanan negara," jelasnya.

Lebih lanjut Amran menegaskan kebijakan Kementan dalam 4 tahun tidak hanya mampu meningkatkan produksi, tetapi juga mampu menyumbang capaian positif secara signifikan pada sejumlah indikator ekonomi dan kesejahteraan. Bahkan selain berhasil swasembada padi dan jagung, Kementan juga telah berhasil swasembada bawang merah, cabai, ekspor domba dan daging ayam.

"Indonesia pertama kali dalam sejarah, berhasil ekspor daging ayam olahan ke Jepang, ekspor domba ke Malaysia menggantikan Australia sebagai importir Malaysia. Jadi tuntas ya, kita sudah selesaikan dan ekspor banyak komoditas pertanian," tegasnya.

Berdasarkan data BPS, Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian meningkat 47,2 persen dari Rp 994,8 triliun pada 2013 menjadi Rp 1.463,9 triliun pada 2018, dengan total akumulasi kenaikan Rp 1.375,2 triliun selama 2013-2018 atau lebih dari separuh dari Belanja Negara pada APBN 2018.

Dari faktor ekspor dan investasi, terlihat pembangunan pertanian juga sangat baik. Nilai ekspor pertanian meningkat 29,7 persen dari Rp 384,9 triliun pada 2016 menjadi Rp 499,3 triliun pada 2018, dengan total nilai ekspor Rp 1.764 triliun selama 2015-2018.

"Sementara nilai investasi pertanian meningkat 110,2 persen dengan total nilai investasi Rp 270,1 triliun selama 2013-2018." jelas Amran.

Sementara itu, Amran menambahkan terkait indikator kesejahteraan, sektor pertanian berkontribusi sangat signifikan. Inflasi bahan makanan/pangan turun dari 10,57 persen pada 2014 menjadi 1,26 persen pada 2017, menunjukkan bahwa produksi pangan mampu menekan harga pangan. Namun demikian rendahnya inflasi pangan tidak mengorbankan kesejahteraan petani.

"Dengan inflasi pangan yang rendah dapat dikatakan harga pangan secara umum bisa ditekan, tapi daya beli petani tetap naik dan kesejahteraan tetap petani semakin meningkat," pungkas Amran
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.4863 seconds (0.1#10.140)