Gempa di Jawa Timur Akibat Subduksi Lempeng

Kamis, 17 Januari 2019 - 15:01 WIB
Gempa di Jawa Timur Akibat Subduksi Lempeng
BMKG DIY mencatat terjadi dua kali gempa di wilayah Jawa Timur, namun gempa tersebut tidak dirasakan.Foto/Ilustrasi
A A A
YOGYAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) DIY mencatat terjadi dua kali gempa di wilayah Jawa Timur, namun gempa tersebut tidak dirasakan.

Dua kali gempa di wilayah Jawa Timur, yaitu pada pukul 09.40.48 WIB dengan magnitude 4,0 skala richter (SR) lokasi 9,97 LS, 113.BT 250 km barat daya Lumajang dengan kedalaman 10 km dan 10.05.44 WIB dengan magnitude 3,3 SR lokasi 9.45 LS, 112.86 BT 137 km barat daya Puger dengan kedalaman 21 km. Namun gempa tersebut tidak dirasakan.

“Gempa yang terjadi hari ini termasuk aktivitas kegempaan yang biasa terjadi akibat subduksi lempeng. Gempa tersebut tidak dirasakan oleh manusia, hanya dapat terekam sensor gempa, sehingga masyarakat tidak perlu khwatir da tetap mematau informasi dari BMKG,” kata Staf Operasional Klimatologi Stasiun Geofika, BMKG Yogyakarta Arin
Kuncahyani saat dihubungi Sindonews, Kamis (17/1/2019).

Lebih lanjut Arin menjelaskan lempeng sendiri yang bersifat padat mengapung di lapisan mantel (lapisan bawahnya lempeng) yang bersifat lunak (cairan kental). Karena kulit bumi mengapung diatas lapisan mantel bumi yag cair maka kulit bumi bergerak sesuai gerakan cairan mantel. Ada yg bergerak saling menjauh ada yang saling mendekat.

“Di wilayah Indonesia lempeng bumi ini bergerak saling mendekat. dari arah selatan ada lempeng Indo-Australia bergerak menuju ke utara. Dari utara ada lempeng Eurasia bergerak menuju ke selatan, dari arah timur laut bergerak lempeng pasifik menuju barat daya. nah pergerakan lempeng yang saling mendekat ini dinamakan subduksi lempeng,” jelasnya.

Pergerakan lempeng ini terjadi terus menerus sepanjang waktu dengan kecepatan yang sangat pelan (kita tidak dapat merasakan gerakannya). namun karena bergerak terus menerus kadang ada lapisan batuan di kedalaman tertentu yang terkunci dan akhirnya patah. Patahan lapisan batuan ini menyebabkan getaran yang dapat direkam oleh sensor gempa namun tidak dirasakan oleh manusia di permukaan bumi.

“Namun apabila patahannya lebih kuat maka tidak hanya sensor saja yang merasakan, kita di permukaan bumi juga bisa merasakan getaran akibat patahan lapisan batuan itu yang kita sebut dengan gempabumi,” terangnya.

Arin menambahkan pasca gempa bumi tersebut sampai sekarang BMKG belum mencatat adanya gempa lagi. “Hingga saat ini belum ada gempa lagi yang terekam di alat kami,” paparnya.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.9092 seconds (0.1#10.140)