Kartu Bisa Diganti dengan Perangkat Aplikasi

Senin, 21 Januari 2019 - 09:42 WIB
Kartu Bisa Diganti dengan Perangkat Aplikasi
Indonesia tampak masih jauh menerapkan sistem kartu identitas tunggal (single identity card). Kemajuan teknologi digital justru melahirkan beragam kartu yang diterbitkan tiap otoritas atau lembaga. Infografis/Koran Sindo
A A A
JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menilai ke depan sis tem kartu-kartu akan diganti kan oleh aplikasi.

Dengan begitu, masyarakat menjadi lebih mudah dalam mengakses layanan publik. “Layanan ke depan bukan didasarkan berbasis jenis kartu, namun berbasis aplikasi. Hal ini akan terjadi saat semua masyarakat penerima layanan sudah memiliki akses ke jaringan internet,” ujarnya. (Baca juga: Dengan Banyak Kartu Hidup Kian Repot)

Dia mengatakan, secara teknis rencana ini bisa diefisienkan karena core data berasal dari data kependudukan yang dikelola Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Rudiantara mengungkapkan, saat ini sudah 1.166 lembaga pemerintah maupun nonpemerintah yang bekerja sama dengan Kemendagri. Lembaga-lembaga tersebut menggunakan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai data rujukan awal. “Aplikasi terintegrasi harus dikembangkan sehingga dari sisi masyarakat cukup mempunyai core application yang berlaku umum. Termasuk juga additional application yang bergantung kepada sektor atau layanan pemerintah,” katanya.

Pakar kebijakan publik Universitas Indonesia (UI), Lina Miftahul Jannah mengatakan, banyaknya kartu yang dimiliki masyarakat saat ini sangat ti dak efisien.

Dengan demikian, realisasi single identity number harus menjadi fokus peme rin tah untuk mengefisienkan layanan. “Jika sudah single identity number, itu untuk semuanya. Tidak perlu lagi ada banyak kartu. Ada NPWP-lah, kartu nikah, KIA, SIM, dan lainnya,” katanya.

Menurut dia, jika NIK diarahkan untuk single identity number, maka akses layanan pu blik cukup dengan kartu tanda penduduk elektronik (e- KTP). Dia pun merasa heran lembaga layanan publik masih saja tetap mengeluarkan kartu meskipun sudah dapat mengakses NIK secara online.

“Ini me mang dari awal salah dan tidak terencana dengan baik. Selain itu, memang setiap lembaga ingin eksis jadi terus mengeluarkan kartu. Seperti kartu nikah lalu kenapa tidak cukup dengan terintegrasi dengan e-KTP,” paparnya.

Menurutnya, semua pihak penyedia layanan publik harus duduk bersama untuk menuntas kan masalah ini. Dia meminta jangan hanya layanan itu berbasis proyek sehingga masya rakat akan lebih dipermudah.

Dorongan serupa juga disampaikan pakar teknologi informasi Fakultas Teknis Informasi (FTI) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Ismail Fahmi. “Hanya saja, untuk integrasi sistem satu kartu ini pemerintah masih lambat. Karena itu, perlu harus segera ada literasi untuk penerapan satu data yang terintegrasi lewat satu sistem,” ungkapnya.

Kesiapan masyarakat untuk menerima program ini juga sudah makin baik. Masyarakat saat ini mudah beradaptasi dengan perubahan kebijakan atau perkembangan teknologi. Sosiolog Media Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Sulhan juga mengatakan penyatuan kartu (single card ) memiliki kelebihan efisiensi. Data base kartu tunggal ini ha rus mengacu pada satu badan otoritas.

“Yang perlu diantisipasi jika badan otoritas memiliki kelemahan pada aspek safety atas data algoritma yang ada. Di sisi lain, penduduk yang belum terdidik akan sangat gampang mengalami penipuan dan potensial disalahgunakan,” jelasnya.

Menurut Sulhan, idealnya satu kartu untuk semua hal. Namun, karena otoritas lembaga yang begitu kompleks di Indonesia, mungkin untuk sementara masih membutuhkan antara dua sampai empat kartu.

Apalagi, masyarakat ju ga tidak mengalami kesulitan dengan sistem tersebut. Terbukti masyarakat Indonesia saat ini cepat merespons teknologi komunikasi seperti gadget, smartphone, maupun Wi-Fi.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.5609 seconds (0.1#10.140)