Terbukti Terima Suap, Bupati Mojokerto Divonis 8 Tahun Penjara

Senin, 21 Januari 2019 - 23:08 WIB
Terbukti Terima Suap, Bupati Mojokerto Divonis 8 Tahun Penjara
Bupati Mojokerto nonaktif Mustofa Kamal Pasa (MKP) saat sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya. Foto/SINDOnews/Lukman Hakim
A A A
SURABAYA - Bupati Mojokerto nonaktif Mustofa Kamal Pasa (MKP) divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Senin (21/1/2019).

MKP juga diwajibkan membayar denda Rp500 juta subsider empat bulan kurungan. Menurut ketua majelis hakim I Wayan Sosiawan, MKP terbukti melakukan korupsi suap perizinan menara telekomunikasi. Di mana MKP mendisposisikan, atau merekomendasikan untuk mengeluarkan izin tower dua perusahaan.

Majelis juga menganggap bahwa MKP secara sadar menerima uang tersebut. "Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara delapan tahun," ujar I Wayan Sosiawan saat membacakan amar putusan, Senin (21/1/2019).

Majelis hakim menyatakan dakwaan primer Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni melanggar Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 junto Pasal 65 ayat 1 terbukti.

Putusan majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni pidana 12 tahun penjara dan membayar denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.

Meski lebih rendah, namun majelis hakim mewajibkan MKP membayar uang pengganti Rp2,75 miliar. Uang tersebut selambat-lambatnya harus diserahkan satu bulan setelah amar putusan. Jika tidak terpenuhi, maka harta benda milik MKP akan disita. Jika tidak ada juga, maka akan diganti dengan tambahan hukuman selama satu tahun.

Tak hanya itu, majelis hakim juga mencabut hak politik MKP selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana. "Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa, berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun, sejak terdakwa selesai menjalani pidana penjara pokoknya," kata I Wayan Sosiawan.

Dalam putusannya, majelis hakim menganggap perbuatan MKP memenuhi unsur menguntungkan diri sendiri, menyalahgunakan wewenang, dan dilakukan bersama-sama pihak lain dalam perizinan pendirian tower BTS. MKP memperkaya diri sendiri sebanyak Rp2,7 miliar dari pungutan liar perizinan tower.

"Seharusnya pendirian tower yang merupakan investasi perusahaan telekomunikasi ini, bisa memberikan kontribusi kepada masyarakat Mojokerto, bukan kepada pribadi MKP," tandas Wayan.

Menanggapi putusan tersebut, MKP dihadapan majelis hakim mengaku masih pikir-pikir untuk mengajukan banding. Usai sidang, MKP bergegas meninggalkan ruang sidang yang dipenuhi sejumlah rekan dan kerabatnya yang menantinya.

Dia tetap menebar senyum dan sesekali menyalami anak kecil yang mengarahkan tangan kanannya ke MKP. Pejabat berusia 45 tahun itu memilih bungkam dari sejumlah pertanyaan awak media yang menantinya dan segera masuk ke mobil tahanan.

JPU KPK, Tri Anggoro Mukti mengaku pikir-pikir untuk mengajukan banding. Pihaknya akan berkoordinasi internal terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk melakukan banding. "Masih ada waktu tujuh hari untuk mengajukan banding," kata Mukti.

Kasus suap Bupati Mojokerto dua periode itu bermula saat Satpol PP Kabupaten Mojokerto, menyegel 22 menara komunikasi karena tak memiliki izin yang cukup. MKP kemudian meminta fee Rp200 juta sebagai biaya perizinan. Total fee untuk perizinan 22 menara itu sebesar Rp4,4 miliar, tapi baru diberikan Rp2,75 miliar.

Selama persidangan, sebanyak 35 saksi yang dihadirkan di pengadilan mengarah kepada MKP sebagai otak dalam kasus ini. Selain kasus suap perizinan tower, KPK juga akan menjerat MKP dengan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Dia diduga menyamarkan hasil korupsi melalui perusahaan milik keluarga, seperti CV Musika, PT Sirkah Purbantara, dan PT Jisoelman Putra Bangsa.

MKP juga diduga menempatkan, menyimpan dan membelanjakan hasil penerimaan gratifikasi, berupa uang tunai Rp 4,2 miliar, kendaraan roda empat sebanyak 30 unit atas nama pihak lain. Kemudian kendaraan roda dua sebanyak dua unit atas nama pihak lain, dan jetski sebanyak lima unit.

Dalam kasus ini, MKP disangkakan melanggar pasal 3 UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.8567 seconds (0.1#10.140)