Tawaran Cawapres Bentuk Penghargaan bagi Ulama, Harus Direspons

Kamis, 16 Agustus 2018 - 19:53 WIB
Tawaran Cawapres Bentuk Penghargaan bagi Ulama, Harus Direspons
KH Maruf Amin menjelaskan alasannya menerima tawaran cawapres mendampingi Jokowi dalam wawancara di Mekkah, Kamis (16/8/2018). Foto/SINDOnews/Pung Purwanto
A A A
MEKKAH - Terpilihnya Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Maruf Amin sebagai calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilpres 2019 mengejutkan sejumlah pihak.

Namanya memang sejak beberapa bulan lalu masuk dalam daftar tokoh yang dipertimbangkan untuk mendamping Jokowi. Namun sedikit saja yang yakin, dia terpilih menjadi cawapres. Apalagi banyak tokoh muda dan ketum parpol koalisi Jokowi yang masuk daftar.

Lalu apa yang membuat Rais Aam PBNU terpilih dan mau mendampingi Jokowi. Berikut wawancara dengannya di Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji.

Kami sebetulnya sangat terkejut dengan terpilihnya Pak Kyai sebagai calon wakil presiden. Bisa diceritakan mengenai hal ini?
Saya juga terkejut, apalagi Anda. Saya sendiri juga terkejut.

Apakah sebelumnya sempat diajak bicara dengan Pak Jokowi mengenai kemungkinan Anda sebagai cawapres?
Tidak pernah. Pak Jokowi tidak pernah berbicara soal akan memilih saya. Jangan berbicara, isyarat pun tidak bahwa Beliau akan memilih saya. Jadi tahu-tahu saya.

Katanya kan sebelumnya ada orang lain. Ya sudah. Karena bagi kita, siapa saja yang dipilih Pak Jokowi, kita harus diterima. Saya kira Pak Jokowi tahu siapa yang dibutuhkan oleh Beliau, yang memang diperlukan untuk mendampingi Beliau. Karena itu saya katakana tidak boleh ada yg mengintervensi, menekan. Tidak boleh. Saya kira Beliu tahu siapa yang terbaik. Malah saya denger orang lain, bukan saya.

Tapi banyak wartawan bilang bahwa saya salah kandidaat. Saya tidak tahu informasi itu dari mana. Ya saya bilang saya tidak pernah diajak omong. Tapi wartawan kemudian tanya, apabila diminta bagaimana? Ya saya bilang kalau diminta, untuk berbakti di negara, berkiprah bagi Ibu Pertiwi, siapa pun harus bersedia. Sebab itu untuk kemasalahatan bangsa dan negara, termasuk saya.

Ada kelompok yang suka dan tidak atas kesediaan Pak Kyai menerima tawaran cawapres. Apa ini sudah dipikirkan secara matang?
Ya saya mengerti itu. Menempati posisi Rais Aam PBNU itu sangat tinggi, kemudian Ketua Umum MUI sangat terhormat. Saya sudah sangat nyaman di situ, ini habitat saya. Sejak kecil saya dibangun, dibentuk untuk di habitat itu. Tapi ketika harus melangkah, saya melihat ada masalah, manfaat. Kalo di sini (MUI dan PBNU), hanya untuk NU dan Islam. Di posisi ini (cawapres) diajak untuk memberikan manfaat bagi seluruh lapisan bangsa Indonesia.

Ini penghargaan kepada ulama, ulama diberi peran. Bahwa ulama juga dibutuhkan di dalam rangka pembangunan nasional. Saya melihat penghargaan ini harus kita respons. Kesempatan ini harus diambil. Sebagai satu bagian kiprah kita lebih besar dalam tataran kenegaraan dan kebangsaan.

Kepada yang berpendapat, saya seharusnya di sini (MUI dan PBNU), saya sangat hormati. Tapi saya mohon dimaklumi, bahwa ada yang sesuatu yang harus saya kerjakan, yang lebih luas dan lebih bermaslahat.

Artinya Pak Kyai yakin dengan menerima tawaran ini? Pak Kyai bisa melakukan dahwa dengan cara Pak Kyai sendiri?

Saya kira begitu. Prinsip-pinsip ajaran islam yang rahmatan lil alamin bisa kita bawa ke sana, bisa kita aplikasikan secara lebih implementatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Terkait konsep rahmatan lil alamin, apa yang bisa kita wujudkan secara nyata dalam kehidupan berbangsa. Bukan saja untuk muslim, umat islam, tapi Indonesia.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.9842 seconds (0.1#10.140)