Ini Dia Hidung Elektronik yang Mampu Deteksi Penyakit Asma

Senin, 18 Februari 2019 - 18:33 WIB
Ini Dia Hidung Elektronik yang Mampu Deteksi Penyakit Asma
Hari Agus Sujono, menjelaskan cara kerja hidung elektronik. Foto/SINDOnews/Aan Haryono
A A A
SURABAYA - Para penderita asma kini bisa melakukan deteksi dengan cara lebih mudah dan murah. Sebuah penemuan hidung elektronik bisa melakukan diagnosa penyakit asma.

Selama ini untuk melakukan diagnosa asma memakai Gas Chromatography (GC). Sayangnya, cara ini harus membutuhkan biaya yang mahal.

Melalui disertasi doktoralnya di Departemen Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Hari Agus Sujono mengembangkan metode diagnosa udara pernapasan menggunakan hidung elektronik.

Hari menuturkan, hasil penelitian yang dilaksanakan sejak 2009 ini mampu menghemat sampai 90 persen biaya diagnosa penyakit asma. "Jadi lebih murah," katanya, Senin (18/2/2019).

Ia menjelaskan, hingga saat ini pengembangan teknologi pemantauan medis dan metode diagnosa yang biasa digunakan masih didasarkan pada komposisi cairan pada manusia seperti darah dan urin.

"Meskipun cara tersebut memiliki akurasi yang sangat tinggi serta biaya yang terjangkau, namun memerlukan waktu yang lama dan berbahaya bagi pasien dan petugas," ucapnya.

Metode diagnosa lain yang sedang berkembang saat ini adalah metode diagnosa udara pernapasan. Metode ini memanfaatkan sampel udara yang diambil dari pasien yang kemudian dianalisis untuk mengetahui perubahan konsentrasi senyawa tertentu.

Saat ini, katanya, diagnosa udara pernapasan membutuhkan GC, yang mana dapat mendiskriminasi dan mengidentifikasi molekul-molekul yang ada dalam campuran gas.

Pria kelahiran Kediri ini menyayangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan diagnosa dengan metode ini. Karena bisa menyentuh kisaran puluhan juta rupiah, dan menurutnya biaya tersebut sangat mahal. Selain itu, proses pengambilan sampel dan pengujiannya pun rumit.

Makanya, ia mengusulkan alternatif lain yang lebih murah dan bersifat portabel, yakni hidung elektronik. "Dengan menggunakan deret sensor gas dan Support Vector Machine (SVM), sistem ini mampu bekerja dengan cepat dalam menirukan cara kerja manusia," jelasnya.

Hari menjelaskan, hidung elektronik yang ia kembangkan dalam penelitian ini menggunakan tujuh buah sensor gas tipe Metal Oxide Semiconductor (MOS), di antaranya sensor Karbondioksida (CO2), Karbon Monoksida (CO), Hidrogen (H2), NO, H2S, NH3, dan VOC.

"Setiap sensor digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa di dalam udara pernapasan yang mengindikasikan adanya asma pada subjek," jelasnya.

Alat ini, katanya, beroperasi dalam tiga tahap untuk menghasilkan keseluruhan respon sensor dengan total 150 detik. "Hasil ini tentu lebih cepat daripada diagnosa menggunakan GC yang memerlukan waktu beberapa hari," ungkapnya.

Selain itu, kata Hari, dengan alat ini biaya yang dikeluarkan oleh pasien dapat ditekan bahkan sampai 90 persen.

Namun, Hari juga menyadari bahwa alat yang ia kembangkan masih perlu banyak peningkatan, terutama pada sensitivitas dan selektivitas dari sensor yang digunakan.

Hari berharap alat yang ia kembangkan dapat dioptimalkan lagi, sehingga dapat segera digunakan oleh masyarakat, dan mampu memberikan informasi mengenai kondisi pasien yang menderita penyakit asma dengan lebih akurat, dan tentunya dengan biaya yang terjangkau.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.4829 seconds (0.1#10.140)