Hasil Rekaman CVR, Pilot Lion Air Bingung Pesawat Hilang Kontrol

Rabu, 20 Maret 2019 - 22:39 WIB
Hasil Rekaman CVR, Pilot Lion Air Bingung Pesawat Hilang Kontrol
Rekaman kokpit detik-detik jatuhnya Lion Air JT610 menggambarkan masalah kendali pesawat yang membingungkan pilot. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Reuters mengungkap kondisi kebingungan pilot di ruang kemudi pesawat Boeing 737 MAX 8 milik Lion Air, yang mengalami kecelakaan pada Oktober 2018 lalu.

Hal itu diungkap Reuters, Rabu (20/3/2019), berdasarkan penuturan dari tiga orang sumber yang mengetahui isi perekam suara di kokpit (cockpit voice recorder/CVR) pesawat nahas tersebut.

Pilot pesawat Boeing 737 MAX 8 milik Lion Air itu, diketahui tengah bingung mencari penyebab menukiknya pesawat melalui buku panduan. Sayangnya, mereka kehabisan waktu dan keburu pesawat menghantam permukaan laut.

Penyelidikan terhadap kecelakaan pada bulan Oktober yang menewaskan 189 orang di dalamnya itu, kini memiliki relevansi baru saat regulator penerbangan sipil Amerika Serikat (FAA), dan regulator penerbangan negara-negara lainnya mengandangkan model pesawat tersebut pekan lalu setelah kecelakaan kedua yang mematikan di Ethiopia.

Para penyelidik yang memeriksa kecelakaan di Indonesia, tengah mempertimbangkan apakah komputer pesawat memerintahkan jet tersebut untuk menukik sebagai respons terhadap data dari sensor yang salah, dan apakah pilot memiliki pelatihan yang cukup untuk menanggapi keadaan darurat dengan tepat, di antara beberapa faktor kemungkinan penyebab kecelakaan lainnya.

Ini adalah pertama kalinya konten perekam suara dari penerbangan Lion Air tersebut dipublikasikan. Reuters menyebutkan, ketiga sumber tersebut setuju mengungkapkan hal itu dengan syarat anonimitas. Reuters pun menyatakan tidak memiliki akses ke rekaman atau transkripnya.

Sementara, juru bicara Lion Air yang dikonfirmasi mengatakan semua data dan informasi telah diberikan kepada penyelidik dan menolak untuk berkomentar lebih lanjut.

Berdasarkan laporan awal yang dikeluarkan November lalu, kapten pilot diketahui memegang kontrol pesawat Lion Air JT610 ketika jet tersebut baru lepas landas dari Jakarta, dan ko-pilot menangani radio.

beru dua menit setelah penerbangan, ungkap laporan tersebut, ko-pilot kemudian melaporkan adanya masalah kontrol penerbangan ke pengendali lalu lintas udara dan mengatakan pilot bermaksud mempertahankan ketinggian di 5.000 kaki.

Ko-pilot tidak memerinci masalah yang terjadi. Namun, salah satu sumber menyebutkan, kecepatan udara disebut-sebut pada rekaman suara di kokpit, dan sumber lainnya mengatakan indikator menunjukkan masalah pada layar yang ada di hadapan kapten, tetapi tidak menunjukkan hal yang sama di layar ko-pilot.

"Selanjutnya, kapten meminta ko-pilot memeriksa buku pegangan referensi cepat, yang berisi daftar periksa untuk peristiwa-peristiwa abnormal," kata sumber pertama.

Selama sembilan menit berikutnya, sistem pesawat terus memperingatkan pilot bahwa pesawat itu mengalami stall dan secara otomatis menurunkan hidung pesawat ke bawah untuk mengoreksinya.

Stall adalah keadaan ketika aliran udara di atas sayap pesawat terlalu lemah untuk menghasilkan daya angkat yang dibutuhkan untuk membuat pesawat tetap terbang.

Kapten pun berusaha keras untuk kembali menaikkan pesawat. Tetapi, komputer yang masih keliru dan "merasakan" terjadinya stall terus menukikkan hidung jet tersebut menggunakan sistem trim pesawat. Trim umumnya menyesuaikan kontrol permukaan pesawat untuk memastikannya terbang lurus dan datar.

"Mereka (pilot dan ko-pilot) tampaknya tidak tahu trim bergerak turun," kata sumber ketiga. "Mereka hanya memikirkan kecepatan udara dan ketinggian. Itulah satu-satunya hal yang mereka bicarakan," ungkapnya.

Boeing Co menolak berkomentar atas laporan tersebut dengan alasan penyelidikan masih berlangsung. Pabrikan pesawat asal AS itu menyatakan ada prosedur terdokumentasi untuk menangani situasi tersebut.

Menurut laporan penyelidikan awal November lalu, kru yang berbeda di pesawat yang sama pada malam sebelumnya mengalami masalah serupa. Namun mereka dapat mengatasinya setelah menjalankan tiga daftar periksa. Sayangnya, kata laporan itu, mereka tidak menyampaikan semua informasi tentang masalah yang mereka temui kepada awak berikutnya.

Lebih lanjut para sumber tersebut menuturkan, berdasarkan CVR tersebut, pilot JT610 tetap tenang pada sebagian besar penerbangan. Menjelang akhir, kapten pilot meminta ko-pilot untuk menerbangkan pesawat sementara dia memeriksa manual untuk memperbaiki kontrol pesawat tersebut.

Sekitar satu menit sebelum pesawat menghilang dari layar radar, kapten pilot diketahui meminta kontrol lalu lintas udara untuk membersihkan lalu lintas lainnya di bawah 3.000 kaki dan meminta ketinggian "lima ribu", atau 5.000 kaki, yang disetujui oleh kontrol udara.

Ketika kapten pilot berusia 31 tahun itu terus mencoba dengan sia-sia untuk menemukan prosedur yang tepat dalam buku pegangan, sumber Reuters mengatakan, ko-pilot JT610 yang berusia 41 tahun itu akhirnya tidak mampu lagi mengendalikan pesawat.

Perekam data penerbangan menunjukkan input kolom kontrol akhir dari ko-pilot lebih lemah daripada yang dibuat sebelumnya oleh kapten pilot.

"Ini seperti ujian di mana ada 100 pertanyaan dan ketika waktunya habis Anda hanya menjawab 75," kata sumber ketiga. "Jadi Anda panik. Waktu habis," tuturnya.

Di saat-saat akhir, ungkap sumber-sumber tadi, tak ada kata-kata lagi dari kapten pilot kelahiran India tersebut. Sementara kata-kata terakhir dari ko-pilot yang berasal dari Indonesia itu, ujar ketiga sumber tadi, adalah "Allahu Akbar". Pesawat kemudian menabrak air dan menewaskan 189 orang di dalamnya.

Badan investigasi kecelakaan udara Prancis BEA mengatakan pada hari Selasa (19/3), perekam data penerbangan dalam kecelakaan di Ethiopia yang menewaskan 157 orang menunjukkan "kesamaan yang jelas" dengan musibah Lion Air JT610.

Sejak kejadian Lion Air, Boeing diketahui telah mengupayakan peningkatan perangkat lunak untuk mengubah seberapa banyak otoritas yang diberikan kepada Sistem Augmentasi Karakteristik Manuver, atau MCAS, sistem anti-stall baru yang dikembangkan untuk 737 MAX.

Penyebab kecelakaan Lion Air belum ditentukan, tetapi laporan pendahuluan menyebutkan soal sistem Boeing, adanya kesalahan, sensor yang baru saja diganti dan pemeliharaan serta pelatihan maskapai.

Di bagian lain, Kepala KNKT Soerjanto Tjahjono pekan lalu mengatakan, laporan soal kecelakaan itu kemungkinan baru dirilis pada Juli atau Agustus mendatang seiring upaya pihak berwenang mempercepat penyelidikan setelah terjadinya kecelakaan di Ethiopia.

Saat dikonfirmasi Reuters Rabu (20/3/2019), ia menolak berkomentar mengenai isi dari CVR tersebut, dan menegaskan bahwa isi rekaman itu belum dipublikasikan.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.2889 seconds (0.1#10.140)