Pawai Kemenangan Dilarang Sebelum Ada Putusan KPU

Selasa, 16 April 2019 - 08:35 WIB
Pawai Kemenangan Dilarang Sebelum Ada Putusan KPU
Pemerintah melarang adannya pawai kemenangan kontestan pemilu sebelum ada keputusan KPU. Foto/dok
A A A
JAKARTA - Pemerintah melarang pawai kemenangan peserta Pemilu sebelum ada pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini disepakati Menteri Koordinator Politik, Hukum, Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto bersama Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.

Pelarangan ini merupakan hasil Rapat Koordinasi Kesiapan Akhir Pengamanan Tahapan Pemungutan dan Perhitungan Suara Pileg dan Pilpres Tahun 2019 yang digelar di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, kemarin.

Wiranto pun mengajak masyarakat untuk menunggu hasil resmi dari KPU terlebih dahulu. “Karena itu, tadi dari aparat kepolisian telah tegas mengatakan bahwa mobilisasi massa dalam rangka pawai kemenangan sebelum pengumuman resmi diumumkan, maka akan tidak diizinkan karena nyata-nyata itu melanggar undang-undang menyatakan pendapat di muka umum, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998,” kata Wiranto.

Menurut dia, ada 4 syarat agar bisa mendapatkan izin melakukan mobilisasi massa sesuai undang-undang. Salah satunya tidak mengganggu ketertiban umum. “Di mana di pasal 6, kegiatan unjuk rasa, kegiatan mobilisasi massa di muka umum itu paling tidak ada empat syarat, tidak mengganggu ketertiban umum, tidak mengganggu kebebasan orang lain, kemudian dalam batas-batas etika dan moral. Yang keempat tidak mengganggu kesatuan dan persatuan bangsa,” ujarnya.

Wiranto menyarankan agar masyarakat melakukan syukuran kemenangan di rumah masing-masing dibandingkan dengan melakukan pawai kemenangan yang bisa mengganggu ketertiban umum. “Nah, kalau syukuran kemenangan di rumah masing-masing boleh tentunya ya, syukuran kemenangan di rumah tetangganya hadir boleh,” katanya.

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, pawai kemenangan sebelum ada pengumuman resmi KPU akan menimbulkan permasalahan. Apalagi jika ada mobilisasi massa yang dikhawatirkan dapat menimbulkan provokasi. “Kami meminta masyarakat agar tidak melakukan pawai syukuran atau apa pun mobilisasi massa untuk menunjukkan kemenangan karena nanti akan memprovokasi pihak yang lainnya. Lebih baik kita tetap menjalankan kegiatan dengan baik, tenang,” katanya.

Tito mengatakan, mobilisasi massa juga dilarang dalam penyelesaian sengketa pemilu. Dia pun menyebut masalah itu bisa diselesaikan di Mahkamah Konstitusi (MK). “Kalau ada hal dianggap tidak sesuai undang-undang, maka ada mekanismenya untuk para petugas, ada Bawaslu dan juga nanti ada proses MK kalau ada hal dianggap melanggar, tapi tidak dalam bentuk mobilisasi massa. Kalau ada mobilisasi massa, maka Polri tidak memberikan izin,” ujarnya.

Wiranto mengaku sudah mengeluarkan enam instruksi untuk menjamin keamanan masyarakat selama berlangsungnya pencoblosan pada 17 April nanti. Pertama, menciptakan ruang aman bagi para pemilih. “Berikan dan ciptakan ruang yang aman bagi para pemilih untuk bisa bergerak, berangkat dari rumah ke TPS untuk melaksanakan pemilihan tanpa tekanan. Ini seusai dengan amanat pemilu kita,” ujarnya.

Kedua, dia meminta agar membantu penyelenggaraan pemilu, para petugas apabila ada sesuatu yang perlu dibantu atau kurang. Ketiga, dia memerintahkan untuk memasang mata dan telinga guna menetralisasi indikasi yang mengganggu jalannya pemilu. “Terutama di TPS-TPS. Cari, temukan, dan atasi sebelum mereka melaksanakan kegiatan yang mengganggu pemilu dan pemilih,” katanya.

Keempat, kawal mobilisasi dan penghitungan suara secara ketat agar tidak ada gangguan atau menghindari kecurangan-kecurangan yang bisa mengganggu jalannya perhitungan suara. “Kelima, ini sudah berkali-kali disampaikan Panglima TNI dan Kapolri, jaga netralitas sebagai aparat keamanan yang baik dan terpercaya,” ujarnya.

Keenam, tetap menggunakan moto yang pernah disampaikan bahwa mengamankan pemilu adalah kehormatan. Pemilu sukses, katanya, adalah kebanggaan sebagai bangsa. “Saya harapkan bahwa tahapan ini betul-betul dilaksanakan dengan baik,” ujarnya.
(msd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2030 seconds (0.1#10.140)