Gara-gara Rumah Terapung, Pasangan AS Terancam Hukuman Mati di Thailand

Sabtu, 20 April 2019 - 09:27 WIB
Gara-gara Rumah Terapung, Pasangan AS Terancam Hukuman Mati di Thailand
Pasangan Chad Elwartowski dan Supranee Thepdet terancam hukuman mati karena rumah apungnya dianggap melanggar kedaulatan Thailand. Foto/Istimewa
A A A
BANGKOK - Pihak kepolisian Thailand menggerebek sebuah rumah terapung di Laut Andaman milik seorang seorang pria Amerika Serikat (AS) dan pasangannya asal Thailand.

Keduanya berusaha menjadi pelopor dalam gerakan "seasteading", yang mempromosikan kehidupan di perairan internasional agar bebas dari hukum negara mana pun.

Angkatan Laut (AL) Thailand mengatakan Chad Elwartowski dan Supranee Thepdet membahayakan kedaulatan nasional, sebuah pelanggaran yang dapat dihukum penjara seumur hidup atau hukuman mati. Pihak AL Thailand telah mengajukan keluhan terhadap mereka kepada polisi di pulau resor selatan Phuket.

Pihak berwenang Thailand mengatakan mereka telah mencabut visa Elwartowski.

Elwartowski mengatakan dalam sebuah email pada hari Kamis bahwa dia yakin dia dan Supranee - juga dikenal sebagai Nadia Summergirl - tidak melakukan kesalahan.

"Ini konyol," katanya dalam pernyataan sebelumnya yang diposting online.

"Kami tinggal di kapal rumah apung selama beberapa minggu dan sekarang Thailand ingin kami terbunuh," imbuhnya seperti dikutip dari 9News, Jumat (19/4/2019).

Pasangan itu tinggal paruh waktu di sebuah bangunan kecil yang mereka katakan berlabuh di luar perairan teritorial Thailand, hanya sekitar 12 mil laut dari pantai. Lebarnya hanya 6m dan duduk di platform 20m.

Mereka tidak ada di sana ketika angkatan laut melakukan penggerebekan pada hari Sabtu pekan lalu.

Wakil komandan angkatan laut Thailand yang bertanggung jawab atas daerah itu mengatakan proyek itu merupakan tantangan bagi pemerintah negara itu.

"Ini memengaruhi keamanan nasional kita dan tidak bisa diizinkan," kata Laksamana Muda Wintharat Kotchaseni kepada media Thailand, Selasa lalu.

Ia mengatakan rumah terapung juga menjadi ancaman keselamatan bagi navigasi jika lepas karena daerah itu dianggap jalur pelayaran.

Seasteading telah mengalami kebangkitan dalam beberapa tahun terakhir karena gagasan libertarian untuk hidup bebas dari campur tangan negara - seperti menggunakan mata uang kripto termasuk Bitcoin - telah menjadi lebih populer, termasuk di antara tokoh-tokoh Silicon Valley yang berpengaruh seperti pengusaha Peter Thiel.

Elwartowski, seorang spesialis IT, telah terlibat dalam Bitcoin sejak 2010.

Beberapa proyek skala besar sedang dalam pengembangan, tetapi beberapa di komunitas seasteading telah menganggap rumah Laut Andaman sebagai implementasi modern pertama seasteading.

"Hal pertama yang harus dilakukan adalah apa pun yang saya bisa untuk membantu Chad & Nadia, karena hidup dengan struktur yang dibangun sendiri dan memimpikan kedaulatan masa depan harus dianggap eksentrik yang tidak berbahaya, bukan kejahatan besar," kata Patri Friedman, mantan insinyur Google yang mengepalai The Seasteading Institute, di halaman Facebook-nya.

Rumah oktagonal dua lantai mengambang di tengah kontroversi itu telah diprofilkan dan dipromosikan secara online oleh kelompok yang disebut Ocean Builders, yang disebut-sebut sebagai proyek percontohan dan berusaha untuk menjual unit tambahan.

Kelompok ini menggambarkan dirinya sebagai tim wirausahawan yang fokus pada rekayasa yang memiliki hasrat untuk seasteading dan bersedia mengedepankan kerja keras serta upaya untuk melihat bahwa itu terjadi.

Dalam pernyataan online, baik Elwartowski dan Ocean Builders mengatakan pasangan itu hanya mempromosikan dan hidup di rumah apung, yang menelan biaya USD$ 150.000 dan tidak mendanai, merancang, membangun atau mengatur lokasi untuk itu.

"Saya mengajukan diri untuk proyek yang mempromosikannya dengan keinginan untuk bisa menjadi pemimpin laut pertama dan terus mempromosikannya sambil hidup di platform," kata Elwartowski.

"Menjadi orang asing di tanah asing, melihat berita bahwa mereka ingin memberi saya hukuman mati karena hanya tinggal di rumah apung membuat saya sangat takut," imbuhnya.

"Kami masih sangat takut untuk hidup kami. Kami benar-benar tidak berpikir kami melakukan kesalahan dan berpikir ini akan bermanfaat besar bagi Thailand dalam banyak hal," tukasnya.

Ditanya langkah selanjutnya, ia menjawab optimis. "Saya yakin pengacara saya bisa mencapai kesepakatan damai dengan pemerintah Thailand," katanya.

Nadia, yang memiliki halaman Instagram yang disebut bitcoingirlthailand, memposting di Facebook awal minggu ini: "Saya tidak tahu apa yang terjadi sekarang ... mengapa Angkatan Laut Thailand memiliki torpedo yang mencari kita?"

"Kami bukan pembunuh, kami hanya pasangan penyayang yang ingin memiliki rumah apung, kami hanya ingin memiliki kehidupan sederhana, kami tidak ingin berperang dengan apa pun," tukasnya.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.2073 seconds (0.1#10.140)