Rumah dan Toyota Fortuner Melayang, Perolehan Suaranpun Mengecewakan

Jum'at, 19 April 2019 - 13:57 WIB
Rumah dan Toyota Fortuner Melayang, Perolehan Suaranpun Mengecewakan
Banyak cerita tersisa dari para calon legislatif. Gembira, sedih, atau bahkan stres saat melihat hasil perolehan suara. Foto/Ilustrasi.
A A A
MOJOKERTO - Pemilihan umum (pemilu) telah usai. Namun, banyak cerita tersisa dari para calon legislatif. Gembira, sedih, atau bahkan stres saat melihat hasil perolehan suara.

Menjadi caleg yang serius untuk duduk di parlemen, tentu saja bukan hal yang sederhana. Butuh mental yang kuat, finansial yang tak sedikit dan jaringan yang mengakar. Jika tidak, bisa dipastikan jika caleg ini akan mengakhiri cerita sedih pemilu.

Sindonewsjatim.com sempat mewawancarai beberapa caleg setelah mereka habis-habisan bertarung. Lalu, apa saja yang mereka alami dan rasakan, berikut liputannya.

1. Kehilangan Rumah dan Jabatan
Cecep, sebut saja begitu nama caleg ini. Sehari pasca pencobolosan, wajahnya memucat. Tak ada raut gembiraan sama sekali. Hanya dengan mengenakan celana pendek dan naik motor, caleg ini terlihat pasrah menyaksikan hasil penghitungan yang mengecewakan.
Kekecewaan itu diawali saat ia harus kehilangan jabatan yang seharusnya berakhir empat tahun kedepan saat memasuki masa pensiun. Berkat rayuan salah satu caleg seniornya, iapun rela melepas pekerjaannya dan terjun di dunia politik.

Keputusan itu tak berat ia ambil lantaran si caleg senior itu menjanjikan modal politik sebesar Rp1 miliar. Namun, modal untuk vote buying itu menguap di hari akhir. "Ternyata saya tidak diberi uang seperti yang dijanjikan. Bahkan menjelang pencoblosan, caleg senior yang sudah duduk di kursi dewan itu sulit dihubungi," cerita Cecep.

Tak kuat menanggung malu, iapun mengambil langkah berani untuk menjual rumahnya yang ditaksir pasaran seharaga Rp700 juta. Rumah itu terpaksa ia jual setelah sebelumnya mobil Toyota Fortuner miliknnya juga ikut terjual. "Saya sempat menyerah. Tapi ternyata rumah saya laku Rp400 juta. Itu yang saya pakai untuk vote buying," ujarnya.

Dengan modal sekitar Rp700 juta yang telah ia habiskan, Cecep merasa yakin bakal duduk di kursi parlemen. Apalagi, ia sudah memiliki tim yang sejak awal ikut mendampingi sejumlah pertemuan dengan kelompok masyarakat. Meski telah habis-habisan, semangatnya masih membara sebelum mengetahui hasil coblosan.

Sikap optimistis itu seketika menghilang setelah ia mengetahui hasil pencoblosan di beberapa wilayah. Dengan melakukan vote buying terhadap 400 pemilih, namun suara yang muncul tak lebih dari 70 suara. Begitu juga dengan hasil suara di beberapa wilayah lain yang ia anggap sebagai kantung suara. "Ada juga yang 'ditembak' 200 lebih, namun yang keluar hanya puluhan," tuturnya.

Mengetahui hasil yang mengecewakan itu, Cecep tak lagi berniat untuk melakukan penghitungan suara lanjutan. Yang tersisa hanya rasa kecewa, lantaran sebelumnya ia menganggap Rp150.000 per pemilih yang ia sebar bakal mendulang suara. "Ini seperti judi. Tapi lebih baik judi timbang seperti ini (nyaleg)," sesalnya.

Ia mengaku, kegagalannya itu lantaran dua hal. Karena lemahnya komitmen tim sukses dan sikap transaksional pemilih. "Banyak yangbocor di tim sukses. Tapi masyarakat yang menerima uang besar juga belum tentu memilih," tukasnya.
Kini, Cecep harus menyiapkan mental atas kekalahan itu.

Selain menanggung malu dan kecewa dengan tim sukses dan pemilih, ia juga harus merasakan dampak ekonomi keluarganya setelah ini. "Saya kapok. Seharusnya saya tidak pensiun dini. Sebenarnya saya sempat menyerah setelah caleg senior itu tak menempati janjinya untuk memberikan modal nyaleg. Semua sudah habis," keluhnya lagi. (Bersambung-1)
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2562 seconds (0.1#10.140)