Caleg Gagal, Pengkhianatnya Ternyata Tim Sukses Sendiri

Jum'at, 19 April 2019 - 14:20 WIB
Caleg Gagal, Pengkhianatnya Ternyata Tim Sukses Sendiri
Tak sedikit caleg jadi juga merasakan hal yang sama, yakni dikhianati tim sukses dan pemilih.Foto/Ilustrasi
A A A
MOJOKERTO - Menjadi caleg yang serius untuk duduk di parlemen, tentu saja bukan hal yang sederhana. Butuh mental yang kuat, finansial yang tak sedikit dan jaringan yang mengakar.

Jika tidak, bisa dipastikan jika caleg ini akan mengakhiri cerita sedih pemilu. Sindonewsjatim.com sempat mewawancarai beberapa caleg setelah mereka habis-habisan bertarung. Lalu, apa saja yang mereka alami dan rasakan.

Tak hanya caleg gagal saja yang mengalami kekecewaan. Tak sedikit caleg jadi juga merasakan hal yang sama, yakni dikhianati tim sukses dan pemilih. Rata-rata dari mereka menilai, komitmen tim sukses dan pemilih tak lebih dari 50 persen. "Misalnya data kita 200 pemilih, yang keluar tak sampai 100 pemilih. Ini terparah," ungkap Memed, sebut saja begitu nama caleg jadi ini. (Baca juga: Rumah dan Toyota Fortuner Melayang, Perolehan Suaranpun Mengecewakan)

Pengkhianatan tim sukses dan pemilih benar-benar ia rasakan. Padahal selama menjabat sebagai anggota dewan, ia banyak membantu masyarakat sekitar. "Saya tidak habis pikir, kenapa masyarakat bisa seperti ini. Rata-rata semua teman-teman caleg merasakan hal yang sama. Percuma buang-buang uang," ujarnya.

Ia lantas menceritakan modus pengkhianatan tim sukses yang dialami rata-rata caleg. Data pemilih yang disetor ke dirinya, ternyata disetor juga ke caleg dari partai lain. Memed menyebut sempat mencocokkan data pemilih miliknya dengan caleg partai lain di daerah pemilihan yang sama. "Jadi data itu dijual ke caleg lain. Dapetnya (uang) dobel, tapi suaranya tidak muncul," tukasnya.

Sebagai caleg dan politisi Cecep mengaku sedih dengan kondisi ini. Sikap masyarakat seperti ini dinilainya menjadi pemicu anggota dewan yang korup. "Awalnya, kami sudah dikhianati masyarakat. Kami sendiri bermimpi, kapan masyarakat sadar memilih tanpa ada imbalan. Inilah yang merusak demokrasi," paparnya. (Bersambung-2)
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.4521 seconds (0.1#10.140)