Masjid Agung Tuban, Saksi Perkembangan Islam Sejak Zaman Majapahit

Minggu, 21 April 2019 - 05:02 WIB
Masjid Agung Tuban, Saksi Perkembangan Islam Sejak Zaman Majapahit
Masjid Agung Tuban yang terletak di sekitar alun-alun Tuban, merupakan salah satu masjid paling indah di Jawa Timur. Foto/Istimewa
A A A
TUBAN - Masjid Agung Tuban di sekitar alun-alun Tuban, tepatnya di Kelurahan Kutarejo, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban, merupakan salah satu masjid paling indah di Jatim.

Masjid yang memiliki sejarah panjang ini juga menjadi saksi perkembangan Islam di Bumi Wali sejak zaman Majapahit.

Bagian luar bangunan masjid mengingatkan pada Masjid Imam di Kota Isfahan, Iran. Pengaruh ini juga yang menjadikan Masjid Agung Tuban tampak memancarkan pesona 1.001 malam. Apalagi ditambah dengan permainan warna, terutama pada malam hari.

Sedangkan pada bagian dalam masjid banyak menggunakan pola lengkungan untuk menghubungkan tiang penyangga, sehingga menghasilkan pola ruang dengan kolom-kolom. Sepertinya terinspirasi dari ruang dalam Masjid Cordoba, Spanyol.

Gaya arsitektur khas Nusantara dapat ditemui pada pintu dan mimbar yang terbuat dari kayu dengan ornamen ukiran khas Jawa. Di sayap mihrab terdapat tangga dari bahan kuningan mencirikan gaya khas ornamen Jawa Klasik.

Selain pola arsitekturnya, Masjid Agung Tuban memiliki keistimewaan lain. Sekitar sepuluh meter dari masjid, berdiri Museum Kembang Putih yang menyimpan berbagai beres bersejarah seperti kitab Al-Quran kuna terbuat dari kulit, keramik Cina, pusaka, sarkofagus, dan sebagainya.

Masjid Agung Tuban, pada awalnya bernama Masjid Jami’ Tuban dan menjadi simbol semangat religius masyarakat Tuban. Masjid tersebut didirikan pada masa pemerintahan Adipati Raden Ario Tedjo atau yang dikenal dengan Syeh Abdurrahman, Bupati Tuban ke-7. Kapan pendirian masjid tersebut tidak tercatat secara pasti, namun diperkirakan pada abad ke-15 karena Adipati Raden Ario Tedjo berkuasa sekitar 1401-1419.

Pada masa kerajaan Majapahit, Tuban memiliki peran yang penting sebagai bandar perdagangan Internasional dan banyak dikunjungi pedagang dari penjuru dunia, seperti Persia, Irak, India yang membawa penyebar agama Islam. Pada masa itu, Kabupaten Tuban merupakan kabupaten pertama pada masa kerajaan Majapahit yang bupatinya memeluk agama Islam.

Adipati Raden Ario Tedjo berkuasa menggantikan mertuanya, Raden Aryo Dikara. Raden Ario merupakan putra Syeh Djalaludin dari Gresik dan menikah dengan Raden Ayu Ario Tedjo –putri pertama Adipati Aryo Dikara.

Dalam perkembangan selanjutnya, bangunan masjid ini diperluas menjadi bangunan masjid yang dikenal sebagai Masjid Agung Tuban saat ini. Masjid tersebut sempat mengalami beberapa kali renovasi.

Renovasi pertama kali dilakukan pada 1894, yakni pada masa pemerintahan Raden Toemengoeng Koesoemodiko (Bupati ke-34 Tuban). Saat itu Raden Toemengoeng Koesoemodiko menggunakan jasa arsitek berkebangsaan Belanda, BOHM Toxopeus. Sebagaimana disebutkan dalam prasasti yang ada di depan masjid ini yang berbunyi :

“Batoe yang pertama dari inie missigit dipasang pada hari Akad tanggal 29 Djuli 1894 oleh R. Toemengoeng Koesoemodiko Boepati Toeban. Inie missigit terbikin oleh Toewan Opzicter B.O.H.M. Toxopeus.”
Saksi Perkembangan Islam di Bumi Wali Sejak Zaman Majapahit

Dalam akun twitter potret lawas diposting foto Masjid Tuban disertai keterangan: “Masjid Tuban, ???? ?????, di Jawa Timur. Seperti tertulis di fasadnya, masjid ini dibangun pada tahun Jawa 1824 atau 1894-95 Masehi. Merupakan salah satu masjid pertama di Jawa yang memakai kubah.”

Dalam keterangan selanjutnya dijelaskan, Masjid Tuban dirancang HM Toxopeus, opsir Burgelijke Openbare Werken. Menurut GF Pijper, cerita yang berkembang menyebut rujukan rancangan masjid ini adalah Hagia Sofia Istanbul. Selain antara pertama yang berkubah, Masjid Tuban juga salah satu masjid terawal yang miliki arcade.

Bila diamati, Masjid Jami Tuban ini memiliki cari khas tersendiri. Secara garis besar, bentuk bangunannya terdiri atas dua bagian, yaitu serambi dan ruang shalat utama. Bentuknya tidak terpengaruh dengan kebiasaan bentuk masjid di Jawa yang atapnya bersusun tiga.

Arsitektur masjid ini justru terpengaruh oleh corak Timur Tengah, India, dan Eropa. Sekilas tampak ada kemiripan dengan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, terutama bentuk berandanya yang dipertahankan hingga kini.

Renovasi selanjutnya dilakukan pada 1985. Masjid mengalami perluasan. Kemudian pada 2004 dilakukan renovasi total terhadap bangunan Masjid Agung Tuban oleh pemerintah Kabupaten Tuban. Renovasi yang dilakukan kali ini meliputi pengembangan satu lantai menjadi tiga lantai, menambah sayap kiri dan kanannya dengan mengadopsi arsitektur bangunan berbagai masjid terkenal di dunia.

Disertai juga penambahan enam menara masjid dengan luas keseluruhan mencapai 3.565 meter persegi. Renovasi terakhir diperkirakan menelan biaya sekitar Rp 17,5 miliar dan saat ini menjadi salah satu masjid terindah di Jawa Timur.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.6343 seconds (0.1#10.140)