APDI Minta Polri Netral dan Jaga Transparansi serta Kejujuran Pemilu

Rabu, 24 April 2019 - 13:04 WIB
APDI Minta Polri Netral dan Jaga Transparansi serta Kejujuran Pemilu
Ketua dewan penasehat APDI Mayjen TNI (Purn) Suprapto (tengah) didamping ketua umum APDI Wa Ode Nur intan (kanan) dan Ketua Bidang Humas APDI Eman Sulaeman Nasim (kiri) memberikan keterangan pers.Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) didesak bersikap netral dan profesional dalam menghadapi pesta demokrasi khususnya Pemilihan Presiden.

Polri harusnya menjaga transparansi penghitungan suara dengan cara mempersilahkan saksi dari kedua kubu calon presiden (capres) serta pengamat dan pemantau untuk menyaksikan proses penghitungan suara atau rekapitulasi hasil pemilihan dari setiap tempat pemungutan suara (TPS) di setiap kelurahan dan Kecamatan.

"Bukan Justru melarang saksi dari salah satu kubu capres dan pemantau yang sudah diakreditasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)," kata Penasehat
Aliansi Penggerak Demokrasi Indonesia (APDI) Mayjen (Purn) TNI Suprapto kepada pers Selasa (23/4/2019) di Jakarta.

Dalam Pilpres Kali ini berkembang opini publik, banyaknya oknum aparatur sipil negara atau ASN yang diminta salah satu kubu capres untuk membantu memenangkan jagoannya. Sehingga Pilpres dipenuhi kecurangan.

"Karena itu, harusnya pihak Polri menciptakan iklim yang kodusif dengan menciptakan transparansi. Bukan justru memperkuat asumsi masyarakat bahwa pemilu kali ini dipenuhi kecurangan,” paparnya.

Hadir dalam kesempatan tersebut antara lain Ketua Umum APDI Wa Ode Nur Intan, dan kepala Humas merangkap juru bicara APDI Eman Sulaeman Nasim serta Ketua bidang jaringan dan Program Suparlan.

Mayjen TNI (Purn) Suprapto menyampaikan hal tersebut berkaitan dengan banyaknya laporan dari masyarakat di berbagai daerah termasuk di DKI Jakarta yang masuk ke APDI yang menyebutkan banyaknya saksi dan pemantau yang akan menghadiri proses rekapitulasi penghitungan suara di kecamatan di halangi pihak kepolisian yang bertugas di kecamatan. Alasannya menggangu proses rekapitulasi.

Polri seharusnya membiarkan saksi dari dua kubu capres dan kalangan pengamat yang sudah diakreditasi Bawaslu seperti APDI, untuk menyaksikan proses rekapitulasi penghitungan suara di kelurahan maupun di kecamatan bahkan di tingkat kabupaten.

Sebab, kalau rekapitulasi di tingkat kecamatan dan Kabupaten dibiarkan tertutup akan memperkuat opini publik yang sedang berkembang, bahwa kecurangan dalam penghitungan suara yang dilakukan pihak tertentu untuk memenangkan capres dan parpol tertentu benar adanya.

Dia juga mengingatkan, Polri adalah alat negara yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban serta kedamaian masyarakat. “Saya yakin Pak Tito Karnavian, Kapolri adalah jenderal yang tingkat intelektualitasnya sangat tinggi terpanggil untuk mengatasi keadaan ini dengan segera memerintahkan jajaran di bawahnya bekerja secara profesional jujur dan adil,” paparnya.

Sementara itu Ketua APDI Wa Ode Nur Intan menyampaikan, pihaknya menerima laporan dari berbagai masyarakat dari seluruh Indonesia tentang berbagai kecurangan. Kecurangan kecurangan itu antara lain adanya penggelembungan jumlah perolehan suara salah satu capres.

Adanya petugas TPS yang melakukan pencoblosan berkali kali terhadap capres tertentu di lembar suara Pilpres. Tidak melakukan penjumlahan dan mengosongkan kolom jumlah perolehan suara. Pembakaran kotak suara dan gudang tempat penyimpanan kotak dan ketas hasil pencoblosan. Perampasan photo maupun kertas C1 hasil penghitungan suara oleh pihak tertentu.

“Orang –orang kami sudah berusaha melaporkan berbagai indikasi kecurangan dan pelanggaran ini. Namun Laporan tersebut tidak pernah ada follow up dari aparat terkait. Baik Kepolisian maupun Bawaslu. Sehingga kami menilai, ada kecurangan yang terencana dan terstruktur. Karena itu kami menilai pilpres maupun pemilu kali ini adalah pemilu paling buruk sejak reformasi 1998,” papar Wa Ode Nur Intan.
(vhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.6565 seconds (0.1#10.140)