Mereka tak Pernah Lelah, Membimbing untuk tidak Korupsi

Selasa, 04 September 2018 - 17:42 WIB
Mereka tak Pernah Lelah, Membimbing untuk tidak Korupsi
Anggota Persatuan Warakawuri Republik Indonesia (PWRI) Kota Malang, berlatih karawitan di Gedung DPRD Kota Malang. Foto/SINDONews/Yuswantoro
A A A
Kembang turi sedhompol isine siji
ngati-ati dadi pejabat saiki
Ja nindhakke korupsi sarto kolusi
Yen konangan wekasane mlebu bui

Sepenggal kidung, yang dinyanyikan penuh penghayatan, dengan keikhlasan sepenuh hati para pinisepuh anggota Persatuan Warakawuri Republik Indonesia (PWRI) Kota Malang.

Di antara segala keterbatasan yang mereka miliki di usia senja, tidak sedikitpun menyurutkan semangat mereka beraktivitas, dan berkesenian.

Menabuh gamelan, menyatu dalam irama Karawitan yang mengalun merdu penuh keharmonisan. Menghadirkan irama, yang mengisi seluruh relung kekosongan hati.

"Kami sudah lanjut usia semuanya. Tetapi, kami tidak pernah lelah untuk membimbing. Melalui tembang dan Karawitan ini, kami mencoba terus membimbing generasi," ujar Niroso (65).

Niroso, merupakan anggota PWRI Kota Malang, yang juga menjadi pelatih dalam kelompok kesenian karawitan ini. Dia juga telah banyak menciptakan tembang-tembang untuk paguyuban yang mereka beri nama Pakarti.

Mereka tak Pernah Lelah, Membimbing untuk tidak Korupsi


Bentuk bimbingan yang mereka berikan, bukanlah dengan cara mendikte dan memaksa. Mereka membimbing generasi ini, dengan berkesenian. Melalui tembang dan karawitan.

Mereka mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan, lewat suara merdu gamelan yang dimainkan para pengrawit, dan lengkingan suara para sinden sepuh.

Seperti sepenggal tembang yang mereka mainkan sore itu. Sebait tembang itu, memiliki arti: "Bunga turi serumpun isinya satu. Hati-hati jadi pejabat sekarang. Jangan bertindak korupsi serta kolusi. Kalau ketahuan akhirnya masuk penjara"

Kidung itu, hampir setiap satu minggu sekali dimainkan anggota PWRI Kota Malang, yang berlatih karawitan, nembang, dan tari di Gedung DPRD Kota Malang.

Mungkin saja, para anggota dewan yang terhormat, selama ini terlalu sibuk dengan agenda-agenda rapat dan sidang, serta bersafari. Sehingga, mereka tidak pernah memperhatikan saat dibimbing para lansia ini melalui tembang yang dimainkan.

Atau, mungkin saja mereka terlalu sibuk dengan kehidupannya sebagai masyarakat kelas satu. Sehingga, lupa diri. Lupa, setiap hari selalu diingatkan untuk tidak korupsi dan kolusi.

"Tembang ini sudah lama kami ciptakan. Setiap satu minggu sekali, kami mainkan dalam latihan. Mungkin saja, latihan kami terlalu sore, sehingga para anggota dewan yang berkantor di sini tidak pernah mendengarnya," ungkap Niroso, penuh kerendahan hati.

Mungkin saja, para anggota dewan tersebut juga tidak pernah bisa menikmati karawitan dan tembang Jawa, yang dimainkan para pinisepuh ini, karena nadanya yang terlalu santun dengan alunan lembut karawitan.

Mereka tak Pernah Lelah, Membimbing untuk tidak Korupsi


Para lansia ini, begitu giat berlatih. Meski untuk menjangkau gamelan yang akan dimainkannya, mereka harus tertatih. Tetapi mereka begitu bersemangat dan bersuka cita memainkannya.

Suka cita dan semangat untuk terus membimbing para generasi itu, juga terpancar dari pancaran wajah Ny. Iskandar. Wanita yang kini sudah berusia 75 tahun itu, mengaku dalam setiap tembang Jawa yang dimainkannya, mengandung banyak makna dan nilai untuk kehidupan.

Dia mencontohkan sambil menyanyikan sebuah tembang, berjudul Kuwi Apa Kuwi, yang artinya "Itu Apa Itu". Suaranya lirih, tetapi tidak pernah mengurangi rasa merdunya.

Kuwi apa kuwi e kembang melati
Sing tak puja-puji aja dha korupsi
Merga korupsi negarane rugi
Piye mas piye aja ngona ngono-ngono kuwi

"Bait tembang ini, artinya: 'Itu apa itu e bunga melati. Yang saya puja dan puji jangan melakukan korupsi. Karena korupsi merugikan negara. Bagaimana mas, bagaimana, jangan begitu-begitu itu," terangnya, penuh semangat.

Seandainya saja, 41 anggota orang anggota DPRD Kota Malang, memiliki sedikit waktu saja, mendengarkan tembang-tembang yang mengalin merdu di sudut gedung mereka yang megah. Pastinya, mereka akan selamat dari penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tetapi apa daya. Semua sudah terjadi. Para wakil rakyat itu, lebih memilih mencari panggung semu dalam perjalanannya sebagai wakil rakyat. Hingga akhirnya, didakwa memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri.

Mereka tak Pernah Lelah, Membimbing untuk tidak Korupsi


Mendung gelap, kasus korupsi yang memayungi Kota Malang. Bukan saja menjerat para wakil rakyat. Wali Kota Malang, non aktif, M. Anton pun, ikut terseret, dan telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, dengan hukuman dua tahun delapan bulan penjara.

Mantan Ketua DPRD Kota Malang, Arif Wicaksono juga harus merasakan dinginnya sel penjara, setelah dijatuhi hukuman lima tahun penjara.

Kondisi yang sama juga dirasakan mantan kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (DPUPPB) Kota Malang, Jarot Edi Sulistyono yang dijatuhi hukuman dua tahun penjara.

Kini, gedung megah di Bundaran Tugu Kota Malang itu, lengang ditinggalkan mereka para anggota wakil rakyat yang terhormat untuk menginap di ruang sunyi berterali besi.

Nyanyian tembang Jawa, dengan iringan karawitan, masih setia mainkan Niroso, Ny. Iskandar, dan belasan rekan-rekannya. Tembang merdu, dinyanyikan penuh ketulusan hati, untuk membimbing para generasi untuk tidak terjerumus korupsi yang melukai negeri ini. Baca juga: Memprihatinkan, Para Kader Melanggar Integritas Partainya Sendiri
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.4906 seconds (0.1#10.140)